industri hasil tembakau (iht)
OPINI

Sumbangsih IHT Terhadap Sektor Hulu Perkebunan Tembakau dan Cengkeh

Industri Hasil Tembakau (IHT) mampu menciptakan mata rantai bisnis yang begitu luas sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan secara langsung maupun tidak langsung baik dari hulu hingga hilir. Tenaga kerja yang terlibat dalam mata rantai IHT bermula dari sektor hulu, yaitu perkebunan tembakau dari petani tembakau dan cengkeh beserta para buruh petaninya.

Selain dari petani dan buruh petani, terdapat juga para pedagang, jasa transportasi dan jasa lainnya yang ikut terlibat sebelum tembakau dan cengkeh masuk ke pabrik rokok. Adapun di pabrik nantinya, para tenaga kerja buruh pabrik dilibatkan, terutama pada produk Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang padat karya mempekerjakan banyak orang.

Faktor penting lainnya, IHT merupakan industri yang mayoritas menyerap bahan baku lokal, baik tembakau maupun cengkeh. Meski kebutuhan industri belum dapat sepenuhnya dipenuhi oleh pasokan bahan baku dalam negeri dikarenakan kekurangan pasokan kebutuhan tembakau jenis tertentu. 

Maka disinilah pemerintah harus ikut andil dalam persoalan pemenuhan kebutuhan bahan baku IHT agar serapan bahan baku di dalam negeri dapat terpenuhi dengan baik. Dari sisi kebudayaan, IHT juga mempunyai ciri khas tersendiri berupa kretek yang menjadi trademark bagi produk hasil tembakau khas Indonesia yang tidak dimiliki oleh negara lain.

Berpijak pada posisi strategis IHT tersebut, pemerintah sejatinya perlu memikirkan kembali setiap dampak kebijakan yang eksesif terhadap eksistensi IHT. Pemerintah tidak boleh membiarkan industri ini sebagai sapi perah semata, meski para pelaku usaha IHT di skala kecil dan menengah telah berguguran akibat dampak kebijakan yang eksesif.

Oleh sebab itu diperlukan sebuah alternatif kebijakan yang tepat agar sektor IHT dalam negeri dapat terus eksis dan memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan ekonomi nasional. Formulasi kebijakan tidak hanya dapat berasal dari sisi fiskal melalui kebijakan cukainya saja. Namun juga harus mengikutsertakan kebijakan dari sisi keberlangsungan IHT.

sigaret kretek tangan

Cengkeh menjadi salah satu bahan baku dalam proses produksi industri rokok, khususnya kretek. Berbeda dengan rokok putih yang hanya mengandalkan bahan baku utama tembakau, kretek justru membutuhkan bahan baku lainnya, yakni cengkeh atau disebut juga cloves.

Cengkeh sebagai bahan baku kretek inilah yang membuat kretek menjadi khas dikarenakan cengkeh merupakan tanaman endemik asli Indonesia. Serapan cengkeh yang dibutuhkan dalam industri kretek berkisar 80-90% dan selebihnya dimanfaatkan untuk kebutuhan lainnya.

Dilihat berdasarkan luas lahan tanaman cengkeh, terjadi peningkatan yang cukup besar sejak tahun 2000 tercatat sebesar 415.598 ha, luas ini terus bertambah sebanyak 35% hingga tahun 2020 menjadi sebesar 570.350 ha. Peningkatan areal lahan ini berdampak terhadap meningkatnya produksi cengkeh.

Adapun pada tembakau, kuantitas produksi tembakau tidak berbeda jauh dari luas lahan yang digunakan. Tahun 2017 tercatat 1,04 ha mampu menghasilkan 1 ton tembakau. Perkebunan tembakau sendiri mengalami peningkatan produktivitas sejak tahun 2011. 

Tetapi dalam tiga tahun terakhir terjadi stagnansi luas lahan dan produksi tembakau dengan rata-rata luas lahan sebesar 207.315 ha dan produksi mencapai 196.080 ton. Padahal berdasarkan data yang dihimpun oleh Kemenperin, Kementan, BPS, dan DJBC mencatat, kebutuhan tembakau untuk konsumsi dalam negeri tahun 2018 bahkan mencapai 362,5 ribu ton. Kebutuhan ekspor produk olahan IHT juga mencapai 96 ribu ton.

Dengan meningkatnya produksi kretek baik dalam jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) maupun Sigaret Kretek Mesin (SKM) , maka meningkat pula kebutuhan cengkeh. Oleh sebab itu, ketersediaan cengkeh yang berkelanjutan dan berkualitas menjadi syarat penting bagi perkembangan IHT.

Perlu diketahui bahwa mata rantai IHT saling berkaitan antara hulu dan hilir begitupun sebaliknya. Jika di sisi hilir IHT mengalami perlambatan maka akan menekan harga tembakau dan cengkeh di tingkat petani. Sementara jika di sisi hulu melambat makan di hilir akan kekurangan suplai produk terhadap konsumen.

Pemerintah harus lebih memperhatikan lagi potensi yang dihasilkan dari sisi hulu IHT. Jangan sampai akibat kebijakan yang eksesif menimbulkan dampak negatif terhadap sisi hulu atau hilir IHT dikarenakan mata rantai ini saling berkaitan satu sama lain.