Sejak awal kemunculan dan disebut sebagai wabah pandemi Covid-19, tak ada yang bisa memprediksi kapan ini akan berakhir. Ada yang menyebut akhir 2020 sudah bisa hidup normal, ada yang menyebut bahwa 2021 kehidupan kita akan baik-baik saja. Saya cukup pesimis dan nampaknya bencana ini tidak akan menghilang dalam lima tahun ke depan.
Berbagai macam vaksin sudah mulai dibuat dan tersebar di banyak negara. Berawal dari pikiran dan kerja keras para ilmuan dan berakhir melalui suntikan di lengan orang-orang. Harapan agar Bumi dapat damai semesta terus ada berdampingan dengan angka-angka kematian yang terus menanjak.
Sejauh ini Indonesia mengalami dua fase besar di era pandemi. Pertama saat kasus penyebaran corona menguat di awal 2020 dan di pertengahan 2021 hingga dua-duanya menyebabkan pembatasan wilayah melalui instruksi yang ketat. Ambulance tak berhenti berputar, tenaga kesehatan lembur, dan malam-malam diselimuti suasana keheningan.
Ada suasana yang berbeda dirasakan dari dua fase besar pandemi di Indonesia. Di awal 2020 lalu pembatasan wilayah memang membuat kota-kota besar terasa seperti kota mati. Minim aktivitas, jalanan lengang, pertokoan sepi, sedikit kerumunan. Tapi, rasanya virus corona jauh dari diri kita.
Tanpa mengorangi rasa simpati saya pada korban dan keluarga yang ditinggalkan akibat corona, saya merasa jauh dengan virus di saat itu. Tak ada rekan terdekat yang menjadi korban, tak ada sanak famili yang mengeluh kesakitan dan kesulitan akibat virus. Rasa was-was tetap ada tapi rasa aneh lebih berkecamuk dalam diri akibat melihat kota-kota dengan suasana yang mati suri.
Sebaliknya, pertengahan 2021 ini perasaannya jauh lebih kompleks. Rasa takut terpapar virus pelan-pelan menggerogoti karena korbannya kini mulai merembet ke rekan-rekan dan bahkan keluarga saya. Satu per satu kabar saudara meninggal akibat virus masuk di whatsapp saya. Rekan sekosan saya pun juga ikut terpapar virus. Ibarat kata, corona sudah mulai mengetuk pintu rumah batin saya.
Malam ini saya melihat jalanan di Yogyakarta pun lengang diperparah dengan udara dingin yang menyelimuti. Rasanya seperti tengah berada di daerah konflik. Tak ada hingar bingar, canda tawa sepanjang perjalanan, dan suasana ini akan kita rasakan hingga 20 Juli 2021 mendatang. Kemungkinan diperpanjangnya juga sangat besar.
Sebagai manusia kita hanya bisa pasrah dan tetap berusaha agar tidak terpapar virus. Kita tak perlu mencari dan menunggu soal siapa yang paling benar dari perdebatan virus corona. Patuhi protocol kesehatan, itu satu-satunya cara yang bisa kita lakukan.
Bukan berarti berdiam diri di rumah justru membuat kita mati gaya kan? Ada banyak hal yang bisa kita lakukan. Berolahraga atau istilah kekiniannya disebut workout. Lalu menonton film, bermain game, punya waktu luang lagi untuk membaca buku, semuanya menyenangkan kan?
Di rumah juga kita jadi punya waktu luang untuk bersama keluarga. Hal yang mungkin sulit dilakukan bagi pekerja yang waktunya habis dipakai di kantor. Seduh minuman hangat dan siapkan asbak di teras rumah, nikmati sebats dengan orang-orang tercinta di rumah. Saya kira hal ini akan sangat menarik dilakukan dan efeknya besar bagi keharmonisan di rumah.
Yuk, tahan diri dengan tidak berkumpul dan melakukan aktivitas berlebih di luar rumah. Tak usah panic buying membeli rokok untuk disimpan mengingat stoknya masih berlimpah. Tetap jaga mentalitas tubuh dengan hisap rokok idamanmu.