pungutan cukai rokok
CUKAIOPINI

Lika Liku Naiknya Pungutan Cukai: Antara Kepentingan Pemerintah dan Akibatnya

Isu kenaikan pungutan cukai dewasa ini sangat mengganggu siklus pertembakauan.  Semua akan mengalami dampaknya, baik perusahaan maupun sektor pertanian tembakau. Apalagi isu kenaikan cukai ini bergulir saat petani memanen daun tembakaunya. Dampaknya akan lebih terasa bagi petani.

Alurnya begini, disaat isu kenaikan bergulir, perusahaan atau pabrikan rokok akan merubah kembali sistem manajemennya. Minimal memeras otak mengkalkulasi kembali hitung-hitungan hasil produksinya dengan sangat hati-hati. 

Karena disaat hitung-hitungannya tidak sesuai atau meleset sedikit, maka kerugian di depan mata. Tentu yang menanggung kerugiannya, perusahaan sendiri bukan pemerintah. 

Berbeda dengan masalah keuntungan, pemerintah lebih untung gede dari  pada perusahaan atau pabrikan rokok. Kurang lebih sekitar  60-65% per batang keuntungan milik pemerintah lewat pungutan cukainya, bahkan bisa lebih dari prosentase tersebut. 

Sisanya baru keuntungan kotor untuk pabrikan rokok. Yang kemudian dikurangi dengan biaya produksi (beli bahan baku, bayar karyawan, biaya transportasi, dan biaya biaya lain). Jatuhnya keuntungan bersih pabrikan sangat kecil  sekitar 0.5-1% per batang. 

Ketulungan pabrikan rokok itu hanya dari quantity. Jika jumlah rokok yang terjual besar, maka pabrikan masih bisa bernafas. Sebaliknya kalau pasarnya lesu, pasti pabrikan merugi. 

Sebenarnya, pabrikan rokok itu seperti perusahaan BUMN. Yang menentukan harga jual pemerintah, yang untung banyak pemerintah. Bedanya, kalau BUMN resmi permodalan di support pemerintah dan kerugiannya pemerintah ikut merasakan.

Sedangkan di industri rokok, keuntungan terbesar milik pemerintah. Pemerintah tidak mengeluarkan modal. Ketika merugi perusahaan / industrinya sendiri yang bertanggung jawab. Pemerintah sedikitpun tidak rugi. 

Banyak orang bilang, industri/perusahaan rokok adalah sapi perah pemerintah, ATM bagi pemerintah. 

Sampai detik ini, pemerintah dalam upaya mencari dan mengumpulkan uang yang paling mudah, skala besar dan tidak beresiko rugi hanya dari industri atau perusahaan rokok, melalui pungutan cukai. 

Cukai tidak bisa dibayar dibelakang, setelah hasil produksinya berupa rokok terjual. Cukai harus dibayar di depan oleh industri rokok. memang terkadang pembayarannya bisa dicicil. Akan tetapi pada dasarnya pembayaran pita cukai didepan tidak boleh setelah barangnya terjual. 

Laku dan tidak laku hasil produksi bukan urusan pemerintah. Pemerintah melalui bea cukai hanya menyediakan penjualan pita cukai sesuai permintaan dan golongan industri yang harus dibayar dimuka. Penjualan hasil olahan tembakau berupa rokok tanpa pita cukai dianggap ilegal dan kena sanksi perdata hingga pidana. 

Sebetulnya, naik dan tidaknya pungutan cukai tidak signifikan mempengaruhi keuntungan bagi perusahan / industri  rokok. Keuntungan perbatang relatif sama, justru cenderung berkurang, karena quantitynya berkurang. 

Apalagi ketika cukai naik dalam keadaan ekonomi melemah seperti saat ini, bisa dipastikan industri akan mengalami kerugian jika dihitung pertahun. Hasil penjualan per tahun jika dihitung bisa jadi tidak bisa menutup pembayaran cukai di muka. 

Dampaknya bisa jadi sangat besar, mulai dari merumahkan karyawan hingga hasil tembakau dan cengkeh petani rakyat tidak terserap dengan bagus. 

Percuma jika pemerintah daerah Kabupaten mendorong agar hasil pertanian rakyatnya mendapatkan harga yang bagus dari pabrikan, sedangkan semangat pemerintah pusat berbeda.  

Ada dua kemungkinan kepentingan pemerintah untuk menaikkan cukai di tahun ini. Pertama; APBN atau uang pemerintah sudah tersedot terlalu besar untuk penanggulangan covid 19 secara cepat tepat dan terukur.  

Untuk pemulihan kas negara, satu satu jalan yang termudah hanya lah dengan menaikkan pungutan cukai. Apalagi pajak cukai harus dibayar dimuka, kemudian pembayar pajak (perokok) pun demikian, selain harus bayar dimuka sebelum menikmati, mereka orang-orang baik pembayar pajak paling taat.

Kedua; pemerintah ditunggangi kepentingan lain seperti anti rokok, saat ini lah paling tepat untuk mengubur sektor pertembakauan dari hulu hingga hilir. Yang sejak awal kenaikan cukai sebagai salah satu alat mereka (anti rokok) untuk mengendalikan tembakau dan olahannya. Tanpa memperdulikan nasib puluhan juta petani, buruh, bahkan sektor lain yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan baik langsung maupun tidak langsung.   

Kalau memang demikian, sebagai pemerintah harusnya bijak. Jika saja pemerintah tetap ngotot menaikkan cukai, tidak ada bedanya dengan orang-orang anti rokok yang mau duitnya tapi tidak mau barangnya dan tidak mau melindunginya. 

Faktanya, untuk rokok kretek memakai bahan dari hasil pertanian tembakau dan cengkeh dalam negeri, karyawan dan buruhnya anak bangsa, penikmatnya mayoritas pribumi, sehingga sebagai gambaran model kedaulatan ekonomi bangsa Indonesia.

Ketika kedaulatan ekonomi tercipta, maka bangsa menjadi kuat dan kokoh. Tidak akan goyah saat badai reses dunia melanda. Hal ini sudah dibuktikan keberadaan kretek sejak kali pertama muncul hingga sekarang di Indonesia.