Indonesia berhasil mempertahankan tradisi baik di Olimpiade. Tradisi itu adalah mempertahankan perolehan medali emas, terutama dari sektor olahraga badminton. Meski tertatih-tatih, Greysia Polii dan Appriani Rahayu berhasil merebut emas dari nomor ganda putri. Melengkapi gelar-gelar badminton yang sudah dimiliki oleh Indonesia.
Jika ada buku profil tentang olahraga Indonesia, saya yakin badminton masuk dalam sampulnya dan mendapatkan banyak halaman sendiri ketimbang olahraga lainnya. Seperti lagu milik Benyamin Sueb, bulu tangkis memang olahraga favorit di Indonesia.
Beruntungnya, banyak industry dan pengusaha di Indonesia yang juga tertarik untuk ikutan membina atlet-atlet badminton bertalenta di tanah air. Sebut saja ada PB Jaya Raya yang didukung oleh perusahaan Jaya Raya asal Jakarta. Lalu juga ada PB Djarum yang mendapatkan dukungan penuh dari perusahaan rokok Djarum asal Kudus.
Perusahaan-perusahaan tersebut tak main-main dalam menyokong badminton di Indonesia. Fasilitas mereka bangun, kualitas fasilitas juga sekelas internasional. Rekrutmen dan seleksi mereka lakukan, bagi yang berhasil lolos beasiswa diberikan. Fasiltas alat-alat juga mereka tanggung, bahkan dibiayai pula untuk mengikuti kompetisi-kompetisi internasional.
Saya termasuk orang beruntung yang pernah mendatangi markas PB Djarum di Kudus. Letaknya agak sedikit keluar dari Kota Kudus. Lokasinya tak berjauhan dari pusat kuliner lentog, sebuah kudapan khas dari kota jenang tersebut.
Orang-orang menyebut tempat ini sebagai Kompleks GOR Jati. Kompleks ini dibangun di tanah seluas 9.450 m2 yang terdiri dari gedung olahraga, seluas 4.925 m2 dengan 16 lapangan terbagi dalam 12 lapangan beralaskan kayu sisanya beralaskan vinil (karet sintetis) yang dilengkapi tribun penonton di kanan kirinya, serta bangunan penunjang lainnya seperti ruang pertemuan, ruang perkantoran, ruang makan, ruang fitness, ruang computer, ruang audio visual, dan ruang perpustakaan.
Selain itu juga terdapat asrama atlit seluas 1.834 m2 memiliki 40 kamar terpisah untuk putra dan putri dengan kapasitas dua orang untuk setiap kamar berikut fasilitas tempat tidur dan meja belajar. Rumah pelatih yang didirikan pada lahan seluas 312 m2 juga menjadi satu komplek di GOR Jati III.
Suasana Kompleks GOR Jati sungguh sangat menyenagkan untuk mengenyam ilmu atau mengasah atlet-atlet berkualitas. Sepi, sangat bersih, jauh dari keramaian, sejuk, udara segar berhembus, dan pepohonan hijau di mana-mana.
Jika anda masuk ke dalam GOR Jati, suasana juara sudah sangat terasa sekali. Hawa dari GOR ini seperti sebuah kawah candradimuka yang siap menelurkan pendekar-pendekar badminton handal yang siap bertarung untuk mengharumkan nama Indonesia.
Suasana kompetitifnya terasa sekali meski saat saya kunjungi gedung itu sedang kosong alias tak ada yang menggunakannya untuk latihan. Sisi estetika gedung ini pun sangat diperhatikan. Jika dari luar Nampak seperti bangunan yang futuristik. Saat masuk ke lobi, hiasannya berupa etalase gagah alumni-alumni PB Djarum yang berhasil di kancah kontestasi badminton dunia. Termasuk Olimpiade.
Kebersihan fasilitas hunian atlet pun sangat diperhatikan betul. Tertib dan sangat layak untuk atlet gunakan. Saya kaget ketika melihat berjejer sepatu badminton mahal dan bermerek di depan kamar para atlet. Pihak PB Djarum menjelaskan bahwa fasilitas sepatu mahal itu pun disediakan oleh mereka. Bahkan dalam kurun waktu tertentu akan diberikan lagi sepatu dan alat-alat badminton yang baru.
Lokasi makan dan dapur pun sangat higienis. Pola makan diperhatikan betul sesuai kebutuhan gizi masing-masing atlet. Saya juga perlu memberitahukan dalam tulisan ini bahwa atlet-atlet tersebut dilarang merokok. Sebuah bantahan dari tuduhan-tuduhan fitnah yang selama ini beredar.
Fasilitas pendidikan juga diberikan oleh PB Djarum di sebuah sekolah swasta top di Kudus. Meski olahraga digembleng, pendidikan pun tetap harus jadi prioritas para atlet. Fasilitas kendaraan untuk mengantar mereka berangkat dan pulang sekolah pun diberi yang sangat layak.
Kompleks GOR Jati PB Djarum adalah yang terbaik yang ada di Indonesia. Wajar saja banyak atlet-atlet handal yang digodok di tempat ini. Wajar pula jika banyak anak-anak di luar sana yang berebut untuk bisa masuk PB Djarum. Sebuah kabar baik seharusnya bagi olahraga Indonesia bahwa badminton mendapatkan perhatian yang serius dari pihak swasta.
Justru ketika saya meninggalkan kompleks tersebut, perasaan sedih saya muncul. Jika suatu saat PB Djarum harus ditutup karena sentiment rokok, bagaimana nasib calon atlet-atlet berkualitas milik Indonesia nanti? Cukup saya renungkan saja dan berharap itu tak pernah terjadi.