logo boleh merokok putih 2

Pak Bakir, Lurah dan Pejuang Tembakau dari Lamuk Temanggung

pejuang tembakau

Ia tidak semata lurah, tetapi juga pejuang tembakau. Pak Bakir namanya.

Tidak sengaja menemukan file rekaman hasil wawancara tentang tembakau di Kabupaten Temanggung. Mencoba memutar dan mendengarkan kembali rekaman tersebut, ada hal yang cerita sangat menarik dari pria lereng gunung sumbing tentang tembakau dan kebiasaan masyarakat setempat. 

Pria itu adalah Pak Subakir, Lurah Dusun Lamuk, Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Temanggung. Kebanyakan orang biasa memanggilnya Pak lurah atau Pak Bakir. 

Posturnya tinggi dan berkumis, sangat berwibawa. Kalau baru lihat posturnya punya kesan galak. Setelah berkenalan kesan galak itu sirna seketika, sebaliknya Pak Bakir ini adalah orang yang akan mengocok perut karena banyolan dan kelucuannya. 

Bagi masyarakat Legoksari, Pak Bakir terkenal sebagai lurah  yang membela hidup dan ekonomi rakyatnya, yang mayoritas petani tembakau. Saat zaman pemerintahan SBY misalnya, ia lantang bersuara dan tidak segan-segn menolak keras kebijakan pemerintah pusat mengenai PP 109, yang isinya sangat merugikan petani tembakau.


Baca: Menanam tembakau srinthil memang sulit


Mengajukan audiensi dengan pemerintah provinsi dan pusat juga pernah ia lakukan bersama-sama dengan lurah lainnya di Temanggung. Demo turun ke jalan dan ritual bersama demi keselamatan petani tembakau, juga pernah ia lakukan. Namun karena memang Pak Bibit Waluyo, Gubernur kala itu, dan SBY tidak menggubris jeritan mereka, akhirnya PP 109 resmi ditandatangani. 

Dalam rekaman wawancara terdengar Pak Bakir selalu membikin tertawa dengan candaan-candaan khas Temanggungan. Sambil ngobrol, terdengar sesekali ia menawarkan tembakaunya agar membuat rokok sendiri (melinting).

Saat itu hawa sangat dingin, kebetulan sore itu turun hujan, rokok lintingan sangat cocok menemani kopi panas dan pisang goreng hangat. Saking nikmatnya, sambil menghirup asap yang keluar dalam-dalam, Pak bakir berkata, “Nikmati ndonyo, iso udud, iso ngopi, lali utange, lali mateke, ngrokok matek, ora ngrokok matek, mending ngrokok ngasi tuek (nikmat dunia, bisa merokok, bisa minum kopi, lupa hutangnya, lupa mati, merokok mati, tidak merokok mati, mending merokok sampai tua).” 

Ia menjelaskan secara detail kehidupan petani tembakau. Mulai dari hutang ke rentenir saat akan memulai tanam dengan sistem ijon, mengajukan ke bank, hingga adat istiadat masyarakat setempat. 

Mencari hutang ketika masa tanam bagi masyarakat sudah biasa, setelah panen hutang lunas. Baru masyarakat berani mengadakan syukuran atau mengadakan acara. Semua agenda acara, biasanya dilakukan setelah panen raya tiba, sebelum panen tidak berani. Kalaupun ada yang berani jumlahnya sedikit. Karena mending uangnya untuk modal tanam tembakau, daripada untuk pesta. 

Di saat mengobrol, Ia (Pak Lurah Bakir)  memberitahukan pada tim pewawancara bahwa tidak ada tanaman yang cocok untuk lahan tandus saat musim kering dan di ketinggian kurang lebih 3.340 mdpl, kecuali tembakau. Kalaupun ada hasil panennya bisa dipastikan tidak bisa buat hajatan dan pesta nikahan, apalagi membangun rumah dan seterusnya.


Baca: Sembilan rekomendasi wisata di Temanggung


Ia memamerkan, bahwa masjid besar megah di bawah sekolah SD milik pemerintah yang bertingkat dan mewah itu bukan dari uang pemerintah, tapi dari hasil swadaya petani tembakau yang habisnya milyaran. Kira-kira ada di daerah lain membangun fasilitas pemerintah tapi dari uang rakyat sendiri?.

Munurut pengalaman Pak Subakir sebagai Kepala Desa, rakyat Desa Legoksari sebetulnya sudah mempraktekkan hidup mandiri. Bertani tembakau sendiri, menjual hasil panennya sendiri, membangun jalannya sendiri, membangun fasilitas umum sendiri, tidak sering mengeluh, minim sekali minta bantuan pemerintah.

“Saya sebagai kades tidak pernah rakyat minta bantuan untuk membangun jalan atau fasilitas lainnya, saat kesusahan jarang minta bantuan ke pemerintah desa, paling masyarakat butuh pemerintah masalah surat menyurat, persyaratan pengajuan ke bank, atau surat lainnya yang masyarakat tidak bisa”. 

Pak Bakir ini salah satu Kades yang mengayomi kepentingan masyarakat. Walaupun secara garis  jalur pemerintahan, ia adalah bawahan kepala daerah dan Presiden. Akan tetapi apa yang telah dilakukan Pak Bakir betul betul tulus untuk kepentingan masyarakatnya, dan ia lebih tahu kondisi riil di lapangan. 

Sayangnya kurang lebih tiga tahun lalu dapat kabar Pak Bakir meninggal dunia dalam usia yang sudah udzur, semoga amal perbuatannya menjadi perantara membuka pintu surga, Amin Ya Robbal ‘Alamin.  

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Udin Badruddin

Udin Badruddin

Seorang santri dari Kudus. Saat ini aktif di Komite Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK).