logo boleh merokok putih 2

Empat Dampak Signifikan Kenaikan Cukai Rokok

kenaikan cukai rokok

Bicara soal kenaikan cukai rokok, maka ada lima sektor yang secara berurutan terkena dampaknya langsung. Lima pos ini jantung dari sektor pertembakauan. Lima sektor tersebut adalah:

Pertama; harga rokok akan mengalami kenaikan sesuai besaran kenaikan cukainya. Kenaikan harga rokok tidak bisa dihindari. Karena ketentuan harga rokok sangat dipengaruhi oleh ketentuan cukai. Memang ada biaya produksi juga mempengaruhi. Akan tetapi pengaruh terbesar hanya dari nominal harga pita cukai. 

Pita cukai ini berfungsi sebagai pembagian keuntungan yang sifatnya adalah pembayaran pajak dari produk rokok yang dihitung dari tiap batang rokok. Orang membeli satu batang rokok sudah menyetor pajak ke pemerintah. Walaupun umpama tidak dihisap. Selama sudah dibeli disitulah secara tidak langsung sudah membayar pajak.

Kalau ada orang bilang, pabrikan rokok untung besar karena harga rokok naik. Bisa ya bisa tidak. Akan tetapi yang pasti untung besar adalah negara lewat pungutan cukai, bukan pabrikan rokok. Dengan kenaikan cukai sudah pasti harga rokok naik, dan pendapatan negara meningkat. 

Keuntungan pabrikan tiap batang rokok itu sangat kecil. Hanya saja menjadi besar tergantung jumlah rokok yang terjual atau quantitynya. Semakin banyak rokok yang terjual menambah keuntungan bagi pabrikan. 

Memang selain dari quantity terkadang pabrikan rokok besar jika ada kenaikan cukai mendapat keuntungan dari stok bahan bakunya. Ceritanya begini, pabrikan besar biasanya punya stok bahan baku di gudang. Beda dengan pabrikan kecil, sekarang produksi baru beli dan cari bahan baku yang layak diproduksi.

Karena bahan baku rokok itu berbeda dengan bahan baku lainnya. Semakin lama tahun penyimpanannya semakin layak untuk diproduksi. Batas minimal saat ini, untuk tembakau bisa diproduksi setelah tersimpan 2 atau 3 tahun.  

Dari stok bahan baku yang dimiliki pabrikan besar tersebut terkadang memberikan keuntungan saat cukai naik. Pabrikan beli bahan baku kemarin minimal 2 atau 3 tahun dihitung mundur, saat kondisi cukai belum naik. Ketika bahan baku sudah layak diproduksi ternyata terjadi kenaikan cukai, maka harga bahan baku tersebut nilainya meningkat, sesuai harga kenaikan cukai. Inilah keuntungan tidak langsung pabrikan yang punya stok bahan baku sendiri.

Sifat keuntungan dari stok bahan bahn baku tidak sengaja tanpa ada perencanaan, dan itupun sifatnya bonus. Akan tetapi, tetap pabrikan harus mengolah otak menghitung angka yang pas untuk harga akibat kenaikan cukai. Karena kenaikan cukai, sangat berdampak terhadap naiknya harga rokok di pasaran.

Andai saja harga rokok tidak dinaikkan sedangkan cukai naik, sama saja pabrikan bunuh diri. Tapi kalau ternyata tetap ada yang tidak naik, biasanya model subsidi silang di awal. Selanjutnya melihat perkembangan dengan strategi harga dinaikkan sedikit-sedikit. 

Kedua; Daya Beli Melemah. Menaikkan harga rokok, pabrikan tidak semudah membalikkan tangan. Karena konsumen juga tidak semudah akan mengikuti kenaikan harga rokok kebiasaannya. 

Konsumen atau perokok itu orang pintar, jadi kalau ada kenaikan rokok pasti olah pikir. Minimal punya pikiran naiknya bisa terjangkau dari segi keuangannya atau pendapatannya dihitung dari biaya pengeluaran perminggu atau perbulan. Terlebih konsumen yang sudah berumah tangga dan punya anak. 

Kalau masih terjangkau, tentu terjadi ketetapan dalam membeli rokok seperti biasa. Berbeda jika tidak terjangkau, maka konsumen ada dua pilihan, mencari rokok dengan harga terjangkau atau mengurangi quantity rokoknya. Yang dimaksud tidak seperti biasa, umpama satu hari merokok 3x menjadi hanya 2x dengan produk rokok yang sama. 

Konsumen itu tidak asal-asalan dalam aktivitas merokoknya seperti yang dituduhkan, dan pasti memikirkan keluarganya. Ia rela tidak merokok jika memang betul-betul keuangannya menepis. Bahkan ia rela meminta rokok pada temannya yang punya rokok. Hal ini sudah biasa dikalangan perokok, karena mayoritas perokok itu sangat senang jika rokok yang dibawa dinikmati orang lain (diminta). Di kemudian hari bisa bergantian. 

Dampak kenaikan cukai, dapat melemahkan daya beli masyarakat. Semakin harga rokok naik maka konsumen belum tentu akan membeli atau merokok seperti biasa. Ini bukti bahwa perokok itu berpikir jernih. 

Ketiga; pendapatan industri melemah bahkan bisa merugi dan bangkrut. Dengan kondisi melemahnya pasar rokok di lapangan sangat mempengaruhi pendapatan industri atau pabrikan. Berkurangnya jumlah atau quantity rokok yang terjual, pasti pendapatan pabrikan akan merugi dan keuntungannya menipis.

Karena pabrikan sangat mengandalkan penjualan jumlah/quantity rokok. Ada 3 slot pengeluaran keuangan yang sudah terbayar sebelum rokok terjual, yaitu pembayaran pita cukai, pembelian bahan baku, dan pembiayaan produksi. 

Dalam satu produksi rokok dan ternyata tidak laku, maka bisa dipastikan pabrikan merugi bahkan sampai gulung tikar terlebih bagi pabrikan skala kecil.  

Keempat; Industri akan melakukan pengurangan anggaran belanja atau pengeluaran biaya. Melemahnya rokok di pasaran, tentu pabrikan akan mengevaluasi semua yang berhubungan dengan pembiayaan. 

Bisa jadi biaya pembelian bahan bahan baku dikurangi, sehingga mencari bahan baku dengan harga yang mede (tidak mahal tidak murah). Akhirnya akan berdampak terhadap harga tembakau. Riilnya harga tembakau dengan kualitas wahid dan harga tinggi, tentu tidak marak dicari. Pabrikan akan mencari bahan baku yang grade di bawahnya sedikit tidak masalah asal harganya terjangkau bagi pabrikan. 

Atau membeli tembakau yang harganya lebih murah asalkan karakter tembakaunya sama. Misal membeli tembakau Temanggung yang harga terendah akan tetapi tetap berkarakter Temanggung, dan seterusnya. Nah, keadaan seperti ini, akan berdampak rugi bagi petani tembakau dan cengkeh. 

Lain itu, pembiayaan untuk operasional akan dikurangi, jika memang penjualan produksi rokoknya tidak bisa menutup modal awal. Yang termudah dilakukan pabrikan hanya dua pilihan, mengurangi jam kerja atau merumahkan sebagian karyawan, bahkan bisa jadi merumahkan semua karyawan. 

Jika pemerintah menuntut agar hasil pertanian tembakau dan cengkeh di beli mahal pabrikan atau menuntut terserap semuanya, dengan keadaan seperti ini tentu tidak bisa. Begitu juga, apabila pemerintah menuntut agar tidak ada pengurangan jam bahkan sampai merumahkan karyawan, juga tidak bisa. Karena pabrikan pasti sudah membuat hitung-hitungannya sangat rigid. 

Dalam keadaan seperti ini, pemerintah yang harus bertanggung jawab, karena kebijakan soal pertembakauan ketentuannya hanya dari pemerintah, mulai dari regulasi, pengenaan pajak cukai yang harus dibayar, penentuan harga rokok perbungkus, hingga pembatasan iklan.

Kalau ada harga beli bahan baku menurun, tidak terserap bahkan sampai terjadi PHK karyawan industri rokok kecil ataupun besar, yang sangat bertanggung jawab adalah pemerintah. Dan Pemerintah harus memikirkan mereka dengan memberikan subsidi pada mereka. Dan itu bisa memakai uang dari hasil Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). 

Walaupun DBHCHT sebetulnya adalah hak konsumen yang telah membayar pajak lewat pembelian rokok. Namanya bagi hasil dikembalikan yang mengeluarkan atau yang membayar, yaitu perokok, kemudian pabrikan sebagai pemodal yang memberikan talangan, dan petani bahan bahan baku (tembakau dan cengkeh). Namun nyatanya DBHCHT hanyalah menjadi Dana Bancaan Hasil Cukai Hasil Tembakau, oleh pemerintah. 

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Udin Badruddin

Udin Badruddin

Seorang santri dari Kudus. Saat ini aktif di Komite Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK).