Langkah pemerintah menaikkan tarif cukai rokok di tengah pandemi sangat kontraproduktif dengan misi membangkitkan perekonomian yang sedang lesu.
Selama ini, Industri Hasil Tembakau (IHT) adalah sektor industri yang memberikan kontribusi pendapatan yang jelas bisa menopang keuangan negara. Dan menaikkan cukai rokok adalah langkah bodoh yang dipertontonkan pemerintah.
Kita sama-sama tahu, implikasi kebijakan yang tidak bijak itu akan berdampak langsung, setidaknya, kepada 6 juta petani tembakau. Apakah pemerintah tidak menyadari, bahwa tindakannya ini tidak hanya bisa membunuh IHT dari hulu ke hilir, tetapi juga pendapatan besar bagi negara.
Tak hanya petani, tenaga kerja juga akan terkena dampak serius dari kebijakan kenaikan cukai ini.
Bagaimana tidak, jika cukai semakin tinggi maka ongkos produksinya akan semakin tinggi. Yang kemudian dilakukan pabrikan adalah mengurangi produksi, menekan harga bahan baku dan bisa jadi mengurangi pegawai.
Kenaikan cukai pada 2022 akan mencekik semua stakeholder pertembakauan. Masalahnya lagi, kenaikan cukai ini tepat ketika Covid-19 sedang parah-parahnya. Sektor tembakau dan cengkeh misalnya, akan dihadapkan dengan jatuhnya volume serapan sampai 30%.
Belum lagi, tahun ini iklim di Indonesia tidak begitu bersahabat. Pada Agustus-Oktober seharusnya kondisi iklim cukup kering, kenyataannya hujan terus mengguyur tembakau hingga september. Ini akan menjadi masalah tersendiri bagi petani tembakau.
Seharusnya, yang tepat dilakukan pemerintah adalah menaikkan produktivitas petani tembakau. Mulai dari mengolah lahan, memberi bantuan pupuk atau memberi pendampingan yang baik.
Ketimbang DBHCHT digunakan orang kesehatan untuk kampanye yang entah itu, lebih baik uangnya dikembalikan kepada petani. Untuk apa? Untuk kebutuhan produktivitas tanam mereka.