kesaktian rokok kretek
PabrikanREVIEW

Kesaktian Rokok Kretek Khas Indonesia (Jilid I)

Kesaktian rokok kretek Indonesia bukan bualan semata. Ia tak terpengaruh krisis ekonomi, bahkan terus menyumbang negara di tengah segala macam tekanannya.

Di atas kertas keberadaan rokok kretek sangat menguntungkan bangsa Indonesia. Sejak kali pertama kemunculan rokok kretek hingga sekarang, mempunyai nilai strategis dan daya tawar bagi bangsa Indonesia. Walaupun dalam perjalannya banyak hambatan, baik dari dalam sendiri (internal) maupun dari luar (eksternal). Akan tetapi kontribusi rokok rokok kretek buat bangsa Indonesia ini sangat luar biasa.

Mengukir sejarah, munculnya rokok kretek menjadi pembeda dengan budaya merokok yang dibawa penjajah. Rokok kretek bukan sekedar rokok dengan bahan tembakau saja, yang dibakar dan dinikmati. Rokok kretek merupakan hasil kreatifitas anak bangsa dengan memadukan daun tembakau dan buah cengkeh pada abad 18. 

Di Kemudian hari, rokok kretek sangat diminati masyarakat dalam dan luar negeri. Mengkonsumsi rokok kretek pada akhirnya menjadi kebiasaan yang mengakar di tengah-tengah masyarakat. Awalnya memang untuk kalangan menengah kebawah, selanjutnya semua kalangan dan golongan bahkan kaum elit sekalipun gemar merokok kretek. 

Pada akhirnya, rokok kretek menjadi salah satu budaya masyarakat Indonesia yang lahir dari anak bangsa, tumbuh berkembang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Bisa juga dikatakan, munculnya rokok kretek sebagai simbol perlawanan terhadap penjajah.  

Sebagai Obat, temuan rokok kretek kali pertama tidak sekedar sebagai rokok, lebih dari itu rokok kretek sebagai metode pengobatan alternatif bagi penderita penyakit bengek. Sang maestro H. Djamhari saat itu sangat menderita menahan rasa sakit akibat bengeknya. 

Tiap kali bengeknya datang, ia mengoleskan minyak cengkeh di dadanya. Hasil olesan tersebut dirasa agak mendingan. Selanjutnya, H. Djamhari mencoba membeli cengkeh asli dan dipotong-potong kecil-kecil, kemudian dicampurkan dalam gulungan tembakau yang siap dihisap.

Ternyata, uji coba H. Djamhari berhasil, ia tidak lagi bengek. Bahkan saudara, teman dan tetangganya yang sakit bengek saat itu menjadi pelanggannya, karena dianggap berhasil mengatasi rasa sakitnya.     

Padat karya, memang saat kemunculannya, rokok kretek tidak setenar saat ini. Rokok kretek masih dikonsumsi kalangan tertentu, terlebih bagi orang yang menderita sakit bengek. Setelah kemunculan raja rokok kretek Nitisemito pada abad 20, barulah rokok kretek menjadi pabrikan besar di daerah Kabupaten Kudus. 

Setelah itu, di Surabaya juga berdiri pabrik besar Dji Sam Soe yang didirikan oleh Liem Seng Tee. Kemudian pada tahun 1930 an di Kudus berdiri pabrik Nojorono oleh Ko Djee Song dan Tan Djing Thay. Ada lagi pabrik Jambu Bol milik H.A. Ma’ruf dan pabrik Sukun milik Mc. Wartono. 

Pada tahun 1950 an muncul pabrik Djarum oleh Oei Wie Gwan di Kudus, dan di Kediri muncul pabrik Gudang Garam milik Tjoa Ing Hwie. Sampai sekarang muncul banyak pabrikan rokok rokok kretek, walaupun sudah mulai berkurang karena banyak kebijakan pemerintah yang membikin mereka bangkrut. 

Munculnya pabrik rokok kretek, dari Nitisemito hingga yang lain, sudah tentu berbarengan dengan tenaga ahli yang harus disiapkan. Keberadaan rokok kretek membuka peluang kerja puluhan juta pekerja, hingga saat ini. Mereka ini pekerja yang berhubungan langsung dengan rokok kretek.

Memang, memproduksi rokok kretek dikata mudah ya sulit, dikata sulit ya mudah. Perlu keterampilan dan skill, akan tetapi semua orang bisa selama belajar dengan sungguh-sungguh. 

Faktanya, menjadi pekerja di pabrik rokok kretek banyak varian, ada yang sudah tua, ad yang masih muda, ada yang dulunya tidak sekolah, hanya sekolah rakyat, lulusan SD, SMP, SMA, bahkan ada yang sekolah tapi tidak sampai tamat. Mereka bisa bekerja dan mendapatkan upah yang layak (UMR) hanya di pabrik rokok kretek tak ada yang lain. Bahkan Pemerintah Pusat hingga Desa tidak pernah memberikan fasilitas ke mereka apalagi menjamin mendapatkan pekerjaan. 

Fakta berkata demikian, mereka (pekerja) adalah masyarakat desa, dominasi kaum Hawa dapat bertahan hidup sejahtera, hingga bisa menyekolahkan anaknya bahkan hingga ke perguruan tinggi, hanya berkat bekerja di pabrik rokok kretek. Selain itu, keberadaan pabrik rokok kebanyakan di kota-kota kecil, sehingga keberadaannya sangat membantu masyarakat kelas bawah (wong cilik). 

Muncul pertanyaan, apakah pemerintah Pusat, Daerah hingga Desa masih tidak mengakui begitu besarnya kontribusi rokok kretek untuk kesejahteraan masyarakat?, apakah rezim kesehatan yang selalu memerangi kretek tanpa data jelas, mampu memberikan pekerjaan yang layak terhadap pulungan juta karyawan rokok kretek?, apakah lembaga anti rokok sudah berbuat untuk kesejahteraan masyarakat kelas bawah dalam hal ini yang bekerja di pabrik rokok kretek?. 

Sementara ini, mereka (anti rokok) yang ada hanyalah mementingkan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain, sama sekali tidak berfikir nasib buruh pabrik rokok kedepan jika rokok kretek dimatikan. Celakanya, mereka itu diintervensi dan diatur asing dengan iming-iming uang dan program (proyek), mengorbankan masyarakat dan saudara sendiri.

Kalau anda (anti rokok) mengklaim rokok membunuhmu dan jahat, maka anda lebih dari mesin pembunuh dan lebih jahat terhadap masyarakat kelas bawah (wong cilik).