buku kretek
REVIEW

Tiga Buku Kretek yang Membuat Rokokmu Lebih Nikmat

Tiga Buku Kretek yang Membuat Rokokmu Lebih Nikmat – Sebagai seorang perokok yang senantiasa menjaga nilai-nilai kesantunan, sudah selayaknya juga mengisi kepalanya dengan literasi mengenai rokok. Supaya merokok tidak dipahami sebagai aktivitas isap mengisap belaka, melainkan juga ada sebagai bentuk tindakan melestarikan hasil ekonomi Indonesia.

Berikut lima buku yang perlu dibaca para perokok, bahkan juga antirokok:

Nicotine War (Perang Nikotin dan Para Pedagang Obat)

buku nictotine war

Perdebatan, pro dan kontra, terhadap rokok dan produk tembakau, ternyata bukan cuma terjadi di Indonesia. Di Amerika dan Eropa, perdebatan ini bahkan sudah menghangat sejak dekade 1960-an. Bukan rahasia lagi, perdebatan soal rokok dan produk tembakau sejatinya bukanlah sebatas wacana moral tentang dosa dan bukan dosa, bukan juga sekedar argumentasi teknis medis yang bebas nilai tentang sehat dan tidak sehat, tapi sudah berada pada ranah persaingan memperebutkan pasar bagi produk korporasi: 

“… serangkaian perkembangan teknologi, ekonomi, politik, regulasi dan sosial mengisyaratkan berlangsungnya persaingan, di mana industri tembakau dan farmasi berlaga untuk menguasai pasar pengelolaan nikotin jangka panjang yang bernilai miliaran dollar,” Kenneth Warner, John Slade dan David Sweanor.

Buku ini ditulis oleh Wanda Hamilton, seorang peneliti independen dan pengajar di tiga universitas terkemuka di Amerika. Dalam buku ini, Wanda Hamilton mengungkapkan dengan gamblang dan sangat rinci tentang motif-motif yang mendasari larangan dan pembatasan produk tembakau ini. 

Oleh INSISTPress dan Spasi Media, temuan Wanda Hamilton ini diterbitkan dalam bentuk buku yang saat ini berada di tangan pembaca. Melalui buku “Nicotine War: Perang Nikotin dan Para Pedagang Obat” ini, INSISTPress dan Spasi Media ingin menyajikan informasi kritis dibalik kampanye anti rokok yang saat ini marak digelar di negeri ini. INSISPress dan Spasi Media berharap, buku ini berguna bagi masyarakat untuk bisa melihat secara jernih pesan utama di balik perdebatan dan pro / kontra tentang rokok dan produk tembakau.


Baca buku Nicotine War


Membunuh Indonesia

buku membunuh indonesia

Jangan salah paham, ini sama sekali bukan buku propaganda ajakan merokok. Buku dengan judul lengkap ‘Membunuh Indonesia: Konspirasi Global Penghancuran Kretek’ ini, hanyalah semacam jendela kecil untuk mengintip kondisi riil Indonesia.

Negeri ini ajang makan gratis kepentingan-kepentingan ekonomi global. Puluhan korporasi asing berpesta pora di sini. Dua di antara senjatanya adalah regulasi yang mereka titipkan pada pemerintah yang lemah, dan gempuran propaganda berkedok isu-isu mulia.

Gambaran kondisi Indonesia sebagaimana dipaparkan dalam buku ini, jelas merupakan gambaran makro. Dari kasus per kasus, buku Membunuh Indonesia menyajikan beberapa contoh. Misalnya bagaimana pertanian dan industri kopra di Indonesia hancur lebur karena kampanye Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, yang menyebut bahwa minyak tropis sangat berbahaya dan menimbulkan penyumbatan pembuluh darah. Padahal ujungnya ketahuan, bahwa ternyata Amerika melemparkan produk minyak nabati ke pasar yang sebelumnya dikuasai ‘minyak tropis’, dimana salah satu penguasa pasarnya adalah Indonesia.

Saat riset terbaru menemukan VCO (virgin coconut oil) dan membuktikan minyak tropis justru memiliki efek penyembuh, pertanian dan industri kopra Indonesia sudah telanjur remuk, tak mampu bangun lagi. Contoh lain juga ditampilkan, yakni industri garam dan gula. Nah, industri kretek kini yang ketiban gilirannya.

Dalam buku Membunuh Indonesia, lebih lanjut dipaparkan tentang sejarah kretek, peran kretek dalam kehidupan berbudaya di Nusantara, juga betapa signifikannya andil industri kretek dalam struktur ekonomi Indonesia.


Baca Buku Membunuh Indonesia


Perempuan Berbicara Kretek

buku perempuan berbicara kretek

Di negeri dengan sistem patriarkhal yang melekat dalam keseharian masyarakatnya, tidak mudah bagi perempuan untuk mengekpsresikan diri. Ada banyak hal yang kemudian menjadi tidak pantas dilakukan perempuan. Mereka seakan-akan berada dalam satu ruang yang memiliki garis demarkasi antara yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Sayangnya, yang tidak pantas dilakukan perempuan itu bisa dengan leluasa dilaksanakan lelaki tanpa ada pandangan miring terhadapnya. 

Pandangan masyarakat terhadap kretek (rokok) merupakan salah satunya. Tindakan mengkretek apabila dilakukan oleh lelaki, akan dinilai masyarakat sebagai hal yang biasa. Namun, apabila seorang perempuan terlihat sedang mengkretek, maka akan dilabeli sebagai seorang yang entah itu “tidak baik”, “nakal”, atau bahkan “jalang”. 

Terlebih dalam realitasnya, begitu stigma diberikan, selesailah sudah. Mereka tidak pernah diberikan kesempatan menjawab, atau setidaknya memberikan alasan. Buku ini mencoba mengajak para perempuan untuk memberi penjelasan terkait penilain yang serta-merta pada kaumnya. Buku ini semacam jawaban dari perempuan atas penilain dari masyarakat itu. Memang di antara penulisnya ada yang mempunyai pengalaman langsung dari penilaian masyarakat itu, karena mereka kebetulan seorang pengkretek. 

Di samping itu, buku berjudul “Perempuan Berbicara Kretek” ini juga menyoroti perkembangan gerakan anti kretek yang meresahkan. Meskipun, para penulis dalam buku ini tidak semuanya pengkretek, tapi kebutuhan untuk mempertahankan identitas dan penyangga ekonomi nasional memanggil mereka turut berbicara mengenai kretek. 

Terlebih industri kretek tanah air banyak membantu dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi kaum perempuan. Bilamana gerakan yang didanai pihak asing itu benar-benar berhasil memusnahkan satu-satunya industri nasional ini, yang dari hulu hingga hilir bisa dikelola bangsa sendiri, maka akan banyak perempuan kehilangan pekerjaan. Banyak perempuan yang tidak akan bisa lagi mencari penghasilan tambahan dari keterlibatannya dengan indutri kretek. Buku ini berawal dari inisiatif aktifis perempuan Komunitas Kretek dari berbagai daerah yang memiliki kepedulian terhadap kretek. 

Para perempuan ini, dari berbagai kalangan dan pekerjaan, berkumpul dan bahu-membahu menjaga warisan bangsa ini supaya dapat bertahan dari gelombang serangan, baik dari dalam negeri maupun pihak luar, yang mengkehendaki industri nasional ini hancur. Secara umum buku ini dibagi dalam empat bagian. Pertama, Ritus Keseharian, di sini mereka bercerita tentang kehadiran kretek dalam keseharian mereka. Kedua, Perempuan di Simpang Stigma. Dalam bagian ini mereka berkisah bagaimana stigma “buruk” terhadap perempuan pengkretek hadir di tengah-tengah kehidupan bermasayarakat kita. 

Ketiga, Dalam Pusaran Arus Zaman. Setidaknya, di bagian ini dikisahkan bahwa kretek sedang menghadapi tantangan tersendiri. Tantangan ini berkaitan dengan gerakan anti rokok, munculnya fatwa haram dari organisasi keagamaan, dan regulasi pemerintah yang justru menyudutkan industri kretek. Di bagian keempat, Kretek, Budaya, dan Keindonesiaan, membahas kehadiran kretek sebagai warisan budaya bangsa. Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Kang Sobary, Salamuddin Daeng, dr Saraswati yang telah meluangkan waktunya menemani berdiskusi dan memperdalam pemahaman dalam sengkarut persoalan kemandirian dan kedaulatan bangsa.


Baca buku Perempuan Berbicara Kretek