harga rokok 2022
CUKAI

Rumus Menghitung Harga Rokok Pasca Kenaikan Cukai 2022, Benarkah Pabrik Rokok Untung?

Rumus menghitung harga rokok pasca kenaikan cukai 2022 tidaklah sulit. Dari hasil hitung-hitungan ini, kita akan tahu bahwa negara atau pabrik rokok yang untung.

Setiap kali tarif cukai rokok diumumkan, saya kerap mendapat pertanyaan dari teman-teman dekat maupun wartawan mengenai harga rokok dengan bandrol cukai terbaru. Selama menekuni dunia pertembakauan, saya banyak mempelajari soal cukai, termasuk rumus hitung-hitungannya. 

Saya bisa menghitung harga rokok berdasarkan HJE (Harga Jual Eceran), tetapi tentu tidak semua brand rokok membandrol harga produknya sesuai dengan HJE, karena ada juga yg namanya HTP (Harga Transaksi Pasar), sementara setiap brand memiliki HTP yg berbeda-beda. 

Saya akan coba jelaskan rumusan tersebut untuk membantu teman-teman memprediksi berapa harga rokok yang biasa dihisap agar bisa menghitung berapa cost yg mesti dikeluarkan untuk konsumsi rokok di tahun depan.


Baca: Rumus Menghitung Harga Rokok Pasca Kenaikan Tarif Cukai 2021


rumus menghitung harga rokok

Harga rokok melambung tinggi, negaranya kaya sendiri….

Sebagai konsumen, penting untuk mengetahui bahwa di dalam sebatang rokok terdapat 3 komponen pajak yg dibebankan kepada konsumen. Ada cukai, PPN (Pajak Pertambahan Nilai), serta PDRD (Pajak Daerah Retribusi Daerah). 

Untuk cukai, pemerintah setiap tahunnya akan mengumumkan besaran tarifnya melalui PMK (peraturan menteri keuangan), biasanya diumumkan di bulan Oktober-Desember. Tahun depan pemerintah mengumumkan tarif cukai rokok mengalami kenaikan rata-rata sebesar 12%. 

  • Lihat ketetapan tarif cukai di 2022 pada masing-masing golongan (gambar di bawah). Kita ambil contoh misalnya SKM 1, di golongan ini ada Djarum Super, GG Filter, A Mild, dll. Bandrol HJE SKM 1 sebesar Rp 1.905/batang. Oh iya, sebelumnya saya jelaskan dulu apa itu HJE. 
  • HJE adalah harga penyerahan pedagang eceran kepada konsumen terakhir yang di dalamnya sudah termasuk cukai, PPN, PDRD, dan Margin untuk pabrik. HJE tertera pada pita cukai.

Di dalam HJE sebatang rokok itu ada cukai sebesar Rp 985, ada PPN sebesar 11% dari HJE (Rp 1.905) atau sekitar Rp 210, lalu ada PDRD sebesar 10% dari cukai atau sebesar Rp 98. Total dari 3 komponen pajak (Cukai, PPN, PDRD) di dalam HJE tersebut sejumlah Rp. 1.293. Jadi jika HJE SKM 1 sebesar Rp 1.905 – Rp 1.293 (Cukai, PPN, PDRD) sisanya sebesar Rp 612 adalah margin yang bisa diambil pabrik untuk cost produksi, margin keuntungan retail dan keuntungan bersih pabrikan.

Bayangkan dari sebatang rokok itu kurang lebih 70% diambil oleh negara (Rp 1.293) dan hanya margin pabrik hanya 30% (Rp 612). Yang untung dari penjualan rokok itu jelas negara, maka kita sebut saja industri ini adalah swasta rasa BUMN.

Nah sekarang coba kita hitung bandrol harga sebungkus Djarum Super isi 12 berdasarkan HJE di tahun depan. 

HJE SKM 1 = Rp 1.905 x 12 (isi batang dalam sebungkus Super) = Rp 22.860. Jadi bandrol harga Djarum Super isi 12 di tahun depan berdasarkan HJE adalah Rp 22.860.

Rumusan ini berlaku untuk semua jenis dan golongan rokok, tinggal disesuaikan dengan besaran HJE di setiap jenis dan golongan rokok. Adapun brand rokok tersebut masuk di jenis dan golongan apa, tinggal dilihat saja pita cukainya, disitu tertera jenisnya (SKM, SPM atau SKT) dan besaran cukai berdasar golongannya.

Tapi tentunya setiap brand punya hitung-hitungannya sendiri, dan yang bisa diutak-atik hanya margin untuk pabrik saja yang sebesar Rp 612/ batang tersebut. 

Ke depan saya akan bahas soal HTP (Harga Transaksi Pasar) untuk menjawab pertanyaan “Kalau HJE nya Rp 22.860 terus kenapa harganya cuma Rp 21.000 ya di warung-warung?”. Untuk ini kaitannya dengan HTP yang memunculkan istilah “rokok subsidi”.