industri kretek tembakau
OPINI

Industri Kretek Tetap Harus Bertahan Sebab Ia Dibutuhkan Indonesia

Industri kretek (IHT) menjadi bagian penting bagi nafas negara Indonesia. Ia tidak hanya membantu negara mendapatkan pemasukan pasti, tetapi juga membantu masyarakat menaikkan taraf ekonomi.


Posisi industri kretek di Indonesia sangat strategis karena sangat memberikan kontribusi.  Kalau IHT mati, maka 2 juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh, 600 ribu pekerja, 2 juta pedagang ritel totalnya 6.1 juta manusia dari hulu hingga hilir akan bernasib sengsara. Karena hidup mereka sangat tergantung keberadaan industri kretek.

Nyatanya memang pemerintah Indonesia perlahan akan membunuh IHT melalui regulasi dan kebijakan yang tidak memihak terhadap industri kretek. Terlebih kebijakan cukai selalu naik tiap tahun.  Regulasi ini selalu dibayang-bayangi kepentingan asing dan rezim kesehatan. 

Pemerintah menafikan keberadaan 6.1 juta orang yang rezekinya diperoleh dari hasil rokok kretek. Juga menafikan IHT satu-satunya industri tahan akan goncangan krisis. Buktinya sudah ratusan tahun industri kretek masih berdiri. Bayangkan mulai di jaman penjajahan hingga sekarang industri ini tetap ada. Walaupun jalannya pasti terseyok-seyok. Karena pemerintah sendiri ternyata tidak melindungi. 

Kalau ditelisik lebih mendalam, keberadaan IHT di Indonesia selama perjalanannya sangat mencerminkan kemandirian, ketangguhan dan keuletan.  Industri kretek harus berhadap-hadapan dengan pesaingnya (industri rokok putih produk asing), kebijakan pemerintah yang selalu menyudutkan, dan sekarang harus juga berhadapan dengan vape dan rokok herbal. 

Kontribusi IHT terhadap petani lokal sangat jelas. Bahan baku yang dipakai mayoritas dari petani lokal, baik petani tembakau maupun petani cengkeh. Bahan baku keduanya bagi IHT tidak bisa dipisahkan. Kretek satu-satunya industri yang menyerap terbesar dua bahan baku tersebut.

menikmati sebatang kretek

Lain itu, dalam lingkaran industri kretek menyerap tenaga kerja begitu besar. Apalagi industri sigaret kretek tangan. Karena mayoritas pengerjaan pembuatan rokok masih membutuhkan kreativitas dan keahlian tangan. Hingga saat ini belum tergantikan. 

Tenaga kerja di industri sigaret kretek tangan (SKT) biasa disebut ” buruh linting/giling dan buruh mbatil”.  Mayoritas mereka adalah kaum perempuan dengan tidak begitu ketat pembatasan dan status. Hanya saja, jika memang sudah umur 60 ke atas (usia tidak produktif) memang disarankan untuk berhenti.  Kemudian juga tidak menerima anak-anak usia sekolah. 

Industri kretek menerima perempuan yang berijazah maupun tidak pernah sekolah (orang-orang dahulu). Tidak jarang yang hanya lulusan sekolah dasar. Selama ia bisa, terampil, dan tekun bisa bekerja di industri kretek. 

Memang linting /giling rokok bukan perkara mudah, harus melalui proses transfer ilmu (belajar) dengan durasi waktu agak lumayan. Tercepat 4 hari baru bisa melinting atau menggiling rokok dengan hasil bagus. Itupun orangnya harus benar-benar fokus dan giat berlatih. Akan tetapi rata-rata 1 minggu hingga 1 bulan baru bisa dengan hasil bagus. Akhirnya industri kretek sering memberikan fasilitas pembelajaran untuk pemula. 

Hasil kreatifitas melinting dan menggiling rokok itu juga sebagai salah satu penentu kenikmatan rokok dan kelayakan penjualan. Misal begini, hasil gilingan rokok terlalu padat bikin hisapan berat, atau sebaliknya hasil gilingan terlalu empuk atau kendor, maka hisapannya enteng dan hambar. Nah, harus pas tidak terlalu padat tidak kendor. 

Padat dan kendornya sebatang rokok sebetulnya ditentukan oleh banyak dan sedikitnya konten rokok, dan itu sebetulnya dibantu alat ukur yang namanya “plong”. Alat ini sangat sederhana, hanya berupa lobangan. Saat rokok selesai digiling kemudian harus melalui dimasukkan ke lubang plong tersebut. Jika lingkaran rokok terlalu besar, maka tidak lolos sensor dan harus diulangi lagi. Begitu juga jika kekecilan terlalu longgar masuk dalam plong maka tidak lolos juga sebagai rokok layak jual. 

Industri kretek berkontribusi pada Negara tidak usah diragukan lagi. Ada pungutan cukai, ada juga retribusi daerah. Di Masa Presiden Jokowi untuk membiayai defisit BPJS. Satu terobos yang agak lumayan baik, daripada alokasi yang tidak jelas sama sekali masa sebelumnya. 

kretek dan kopi

Memang hasil pungutan cukai ada sebagian kecil diberikan ke daerah yaitu 2%, sisanya (98%) dikelola pemerintah pusat. Bagi hasil yang hanya 2% ternyata besar juga, tiap pemerintah daerah sangat terbantu untuk membangun wilayahnya. Akan tetapi alokasi dana bagi hasil tersebut di tiap-tiap pemerintah daerah masih banyak yang kacau dan banyak yang tidak tetap sasaran. ini yang hanya 2%, kalau yang 98% dikemanakan dan untuk apa saja. 

Tidak berhenti disitu, ternyata di tiap IHT berkontribusi terhadap hak jaminan sosial atau corporate social responsibility (CSR). Besarannya berbeda setiap industri, karena dana ini sifatnya bantuan kepada masyarakat.  

Informasi yang terpenting, kalau sebenarnya IHT adalah cermin kemandirian dan kedaulatan bangsa dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok dan pemberantasan kemiskinan di daerah. Artinya, sistem ekonomi dalam industri kretek itu betul-betul dari kekuatan rakyat. Pencipta kretek putra bangsa, dikembangkan anak bangsa, membutuhkan banyak bantuan putra putri bangsa, diproduksi dalam negeri, industrinya tersebar di beberapa daerah kota kecil, bertumpu pada pengembangan sumber daya alam sendiri.