papir tingwe
Tingwe

Berkat Tren Tingwe, Stigma Buruk Papir Rokok Perlahan Memudar

Saya punya teman, Togar namanya. Kami sering berkendara vespa bersama-sama saat masih berproses di pendidikan tinggi di kampus yang sama. Sejak saat itu juga saya mengenal tingwe (linting dhewe). Togar memperkenalkannya kepada saya. Tembakau dan papir rokok selalu ada dalam tasnya dan dibawanya kemana-mana. Tapi beberapa kali juga, Togar mendapatkan tudingan yang tidak enak terhadap dirinya.

Di era 2009an, tingwe bukanlah hal yang familiar bagi anak muda Jakarta. Jika anda ingin melinting sendiri maka anda harus membeli tembakau serta papirnya di kolong pasar Kebayoran Lama atau di peron stasiun Depok. Tidak banyak yang melirik tradisi ini imbasnya juga tidak banyak juga pedagang yang menjualnya di Kawasan ibukota.

Barangkali, Togar juga tidak banyak menemui teman setingwe di era itu. Beberapa teman-teman kampus menganggapnya unik dan bahkan aneh. Aktivitas ini punya pandangan tersendiri bagi orang-orang yang asing melihatnya. Masalahnya bukan sekadar itu, stigma negatif juga didapatkan oleh penikmat tingwe. Mengapa? Papir yang mereka bawa kemana-mana itu mendapatkan tuduhan miring yang tidak seharusnya mereka dapatkan.

Jadi begini, papir rokok sebenarnya adalah barang yang legal untuk diperjualbelikan, Masalahnya adalah banyak orang-orang yang tidak bertanggung jawab membelinya sebagai pembungkus ganja dan barang ilegal terlarang lainnya untuk mereka hisap. Stigma ini hadir karena aktifitas Panjang yang dilakukan oleh mereka yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya, papir rokok mengalami pergeseran makna menjadi peyoratif. Seolah-olah orang yang membawa papir rokok diidentikkan dengan pengguna barang-barang terlarang.

papier rokok

Togar, mengalami perlakuan dan tuduhan tersebut. Saya rasa bukan hanya Togar yang mengalaminya, beberapa penikmat dan pecinta tingwe pun merasakan hal yang sama. Bisa jadi pedagang tembakau juga mendapatkan perlakuan serupa. Mungkin bayangan saya terlampau jauh, tapi bisa jadi ada pihak berwajib yang sampai memantau toko mereka untuk memastikan hal yang tidak diinginkan terjadi.

Bertahun-tahun Togar, para penikmat tingwe, dan kertas papir rokok mendapatkan tudingan buruk itu akhirnya menjadi sirna perlahan-lahan di tahun-tahun belakangan ini. Apa faktornya? Tentu karena tren tingwe yang menjadi kian naik di masyarakat. Ya barangkali kenaikan tarif cukai rokok memberikan berkah tersendiri bagi segolongan masyarakat yang selama ini merupakan orang-orang yang melestarikan tradisi tingwe sejak lama. Tudingan buruk itu perlahan-lahan juga menghilang.

Ketika kebutuhan pasar mendapatkan papir rokok untuk tingwe meningkat drastis, stigma buruk yang melekat perlahan-lahan pudar. Masyarakat jadi semakin mengerti dan paham bahwa barang tersebut memang sejatinya digunakan untuk membungkus tembakau dan dihisap. Bukan dipergunakan untuk aktifitas terlarang. Merek-merek papir juga marak bermunculan dengan model yang ragam dan unik. 

Stigma buruk perlahan-lahan hilang karena masyarakat mulai dihadapkan pada aktivitas tingwe yang semakin sering mereka jumpai. Togar, penikmat tingwe, dan kertas papir itu sendiri pasti tak mudah. Mengingat hari-hari di mana mereka menikmati tingwe tentu penuh dengan kekhawatiran, diperhatikan orang banyak, dianggap sinis, dan hal-hal yang tidak menyenangkan lainnya.

Inilah salah satu hal positif yang didapatkan sejak tren tingwe menjadi mengemuka. Membeli papir rokok kini tak lagi sulit dan tidak lagi mendapatkan tudingan yang aneh-aneh. Membawa papir rokok kemana-mana pun menjadi nyaman dan ketika anda melinting di tempat umum pun tidak lagi dituding macam-macam. Bahkan, melinting tembakau pun kini tak lagi sendiri, ada banyak teman-teman yang juga bisa ikut untuk menikmatinya.