Apa yang paling enak setelah perkelahian? Ya, merokok!
Sadar atau tidak, ada saja kebiasaan manusia yang selalu membuat kita terheran-heran. Ada manusia yang BAB sambil ngopi dan nyebat karena alasan menghemat waktu. Saya pernah mencobanya di kamar mandi sebuah hotel dan sensasinya tidak buruk. Namanya kepepet.
Saya pernah menyaksikan duel antar sekolah di tahun 90-an di kota Palu. Kala Itu, perkelahian antar sekolah tidak berujung tawuran seperti sekolah-sekolah di kota lain. Biasanya, pentolan sekolah akan mengkoordinir para jagoannya yang akan beradu fisik di tempat yang sudah ditentukan, dan ini terjadi berulang kali di sekolah saya.
Saya ingat saat itu SMP saya bermusuhan dengan salah satu SMK di kota Palu. Perselisihan itu sudah cukup lama, sampai akhirnya sekolah kami sepakat untuk mengirimkan utusannya berduel dengan wakil SMK itu. Tempat ditentukan dan sepulang sekolah, saya yang saat itu masih duduk di kelas 1 SMP ikut menonton duel antar sekolah tadi.
Di sebuah tanah kosong dekat sekolah saya, duel berlangsung dan ada 10 peserta yang bergantian duel, ada wasit dan keamanan lain yang mengatur agar peserta tidak berbuat curang. Dari kejauhan saya hanya melihat satu persatu ada yang menang dan ada yang kalah. Uniknya, sehabis duel, mereka langsung duduk selonjoran memperhatikan duel berikutnya sambil menghisap rokok. Baru setelahnya mereka minum air putih lalu melap keringat akibat duel tadi.
Rokok seperti menjadi syarat utama relaksasi mereka setelah emosi dan kemarahan dilampiaskan selama duel. Bungkus rokok Marlboro, Garpit, Kansas, A Mild sampai L.A banyak sekali saya lihat di sekitar peserta duel. Perlahan terlihat mereka menghabiskan rokok dan wajah marah mereka serta kelelahan berangsur-angsur “membaik” pasca perkelahian, sembari menunggu teman yang lain menyelesaikan duel di partai yang lain. Ada 1-2 kejadian juga yang memperlihatkan antara musuh saling berbagi rokok setelah berkelahi. Seakan-akan tidak terjadi apa-apa 5 menit sebelumnya.
Ada drama lain yang kadang jadi tontonan, bagi peserta duel yang punya pacar, sang pacar akan mendampingi mereka selama berada di lokasi, bahkan ada yang membawakan mereka air mineral dingin. Segitunya, pikir saya. Ada juga pacar yang datang menangis karena tidak ingin melihat kekasih mereka berkelahi. Mirip betul dengan sinetron.
Setelah rangkaian adu fisik tadi berakhir, pentolan sekolah akan saling berbicara dan sepertinya menjanjikan sesuatu agar tidak terjadi keributan lain dan semuanya selesai hari itu. Para peserta adu fisik akan saling bersalaman bahkan ada yang pulang naik angkot bareng karena mungkin rumah mereka searah. Selama saya sekolah di Palu, nyaris tidak ada pengeroyokan yang dilakukan antar sesama siswa, paling sering ya seperti itu, akan ada agenda duel antar sekolah untuk menyelesaikan perselisihan.
Entah siapa yang menciptakan ide merokok setelah berkelahi adalah salah satu cara bersantai sambil mendinginkan fisik dan pikiran pasca berkelahi. Ini diperlihatkan di film Fight Club yang aktor utamanya adalah 2 aktor kawakan; Brad Pitt dan Edward Norton. Awalnya saya tidak peduli dengan adegan merokok pasca perkelahian di film itu, tapi lama kelamaan saya tersadar apa yang saya alami di kota Palu. Saya melihat langsung “scene” merokok setelah duel di Fight Club terjadi di kota Palu.
Pun di beberapa film lain seperti Green Street Hooligans, atau film-film genre “action” lain. Di film perang apalagi, hampir di setiap scene pasca tembak-tembakan, maka para pemeran di film itu pasti nyebat sambil duduk-duduk menunggu bantuan atau menunggu digempur lagi oleh musuh.
Lama setelah pengalaman yang saya dapat di kota Palu, jarang saya temui lagi perkelahian di kota tempat saya menetap saat ini; Jogja. Di sini hampir tidak ada saya temui duel-duel seperti yang terjadi di kota Palu, saat SMA pun saya jarang menyaksikan orang berkelahi, sudah tidak seantusias seperti saat di Palu. 1-2 kejadian mungkin pernah, tapi bukannya pelaku perkelahian nyebats setelah berkelahi, tapi malah diangkut pihak keamanan atau disuruh pergi sama warga.
Malahan, saya pernah menyaksikan langsung keributan antara sopir bis yang saya tumpangi menuju Jawa Timur dengan pengendara lain, biasa, bis Jawa Timur-an. Bis iba-tiba diberhentikan oleh sebuah mobil karena dianggap menyalip sembarangan. Sopir bis dan 2 orang kondektur turun menemui pengendara mobil itu, sang supir mobil marah-marah dan sempat terjadi baku hantam singkat sesama supir, sementara semua penumpang bis menyaksikan dari dalam bis.
Perkelahian dilerai oleh warga sekitar dan akhirnya pemilik mobil memilih untuk pergi. Sebelum naik kembali ke dalam bis, sang supir sempat menghidupkan rokok yang diberikan oleh orang yang melerai tadi, entah itu siapa, tapi dia juga menyalakan korek untuk si supir bis tadi. Entah apa tujuannya, tapi dari yang saya pelajari di Palu, rokok setelah perkelahian itu bisa dianggap sebagai pereda amarah agar pelaku maupun orang di sekitarnya bisa sama-sama tenang. Mungkin tujuan orang tadi baik, dia berharap amarah supir mereda dan sang supir bisa mengendarai bis-nya dengan tenang agar semua penumpang bis bisa selamat sampai tujuan masing-masing.
Kadang hal positif yang sepele soal rokok juga bisa berdampak baik bagi banyak orang, seperti yang terjadi di kasus perkelahian yang saya ceritakan tadi. Kalimat “berdamai hanya dengan sebatang rokok” rasanya terlalu dibesar-besarkan, tapi dari pengalaman saya, itu cara yang cukup efektif.
Selamat menikmati akhir pekan, sehat selalu dan dijauhkan dari penyebaran Omicron yang semakin menggila. Jaga kondisi badan dan taat prokes. Oiya, ada sedikit pertanyaan yang menggantung, saat kasus Omicron mendadak naik, apakah di sekitar kalian ada yang terkena dan mereka bukan perokok?
Tidak, saya sedang tidak mencari pembenaran, tapi ada 2 sahabat saya yang positif dan keduanya tidak merokok, sementara beberapa sahabat saya yang lain dan berada di sekitar mereka sudah tes dengan hasil negatif. Secara kebetulan, sahabat saya dengan hasil tes negatif itu adalah perokok. Saya hanya penasaran, masak karena alasan tidak merokok mereka akhirnya positif? Ah. Sudahlah. Nanti dikatain yang bukan-bukan lagi sama anti-rokok.