logo boleh merokok putih 2

NICOTINE WAR: Membongkar Siasat Korporasi Farmasi Jualan Nikotin

nicotine war wanda hamilton

Nicotine War adalah hasil riset dan kajian Wanda Hamilton yang menyajikan fakta-fakta (bukan fiksi atau prediksi) bahwa di balik agenda global pengontrolan tembakau terdapat kepentingan besar dari bisnis perdagangan obat-obat yang dikenal sebagai Nicotine Replacement Therapy (NRT). 

Kepentingan kesehatan publik dengan segala tetek bengek kampanye bahaya tembakau hanya menjadi strategi marketing produk NRT. Perang nikotin sebagaimana digambarkan Wanda Hamilton sudah nyaris dimenangkan oleh korporasi-korporasi farmasi internasional dengan kesuksesannya kampanye global anti tembakau dan dukungan penuh dari WHO, lembaga kesehatan publik, pemerintahan dan NGO anti tembakau.

Gencarnya perang global melawan tembakau itu diawali dengan peluncuran Free Tobacco Initiative, yang merupakan salah satu dari tiga WHO Cabinet Project. Program ini merupakan pelaksanaan kebijakan WHO “Health for All in the 21st Century” di bawah rejim Direktur Jenderal WHO, Dr. Gro Harlem Brundtland, mantan Perdana Menteri Norwegia. Dokter dan politisi kawakan ini terpilih jadi pimpinan WHO pada bulan Mei 1998. Proyek Prakarsa Bebas Tembakau ini langsung dapat dukungan dana dari tiga korporasi farmasi besar, yakni Pharmacia & Upjohn, Novartis dan Glaxo Wellcome. Dalam pidato Brundtland di acara World Economic Forum di Davos, Switzerland, tanggal 30 Januari 1999, Brundtland umumkan kemitraan proyek (Partnership Project) ini. 

Sejak saat itu, korporasi farmasi bergerilya melancarkan siasat untuk menguasai pasar nikotin, yang menurut Wanda Hamilton, adalah emas tertimbun. Siasat bermitra dengan pemerintah, otoritas kesehatan publik dan membuat propaganda kesehatan melalui jaringan media, termasuk secara sistematis mengintervensi para dokter adalah semata untuk mematikan industri tembakau. Tujuannya jelas, nikotin tidak lagi dikonsumsi melalui rokok, melainkan melalui racikan farmasi.

Sederhananya, Nicotine War berisikan informasi yang sangat kontekstual atas berkembangnya isu antirokok secara global. Terdapat fakta-fakta ilmiah yang diungkap oleh Wanda Hamilton yakni, tentang seluk-beluk peperangan memperebutkan nikotin antara “zat nikotin alami dalam tembakau” yang diwakili oleh industri rokok versus “senyawa mirip nikotin” dan “sarana pengantar nikotin” yang diwakili oleh industri kesehatan.

Sejak awal 2000-an, Indonesia menjadi arena lapang pertarungan nikotin. Dengan membaca Nicotine War kita akan mudah memahami, bahwa apa yang terjadi di Indonesia saat ini tidak jauh berbeda apa yang diceritakan Wanda Hamilton dalam bukunya. Cara-cara bagaimana antirokok menepikan industri rokok tidak ada beda.

Sebagaimana kita ketahui, Indonesia adalah negara yang memiliki kepentingan langsung dengan komoditas tembakau. Puluhan juta masyarakat bergantung hidup dari komoditas tembakau. Tembakau adalah komoditas strategis yang menjadi sumber devisa andalan negara, ratusan triliun rupiah masuk kas negara dari industri rokok dalam negeri setiap tahunnya.

Perlu dicatat lagi, Indonesia memiliki beragam varietas tembakau yang berasal dari daerah tanam yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagian besar, tembakau dalam negeri ini terserap untuk memenuhi kebutuhan industri rokok dalam negeri.

rak rokok besar

Seiring perkembangan, agenda kepentingan pengendalian tembakau global memainkan agenda politiknya dalam upaya merebut pasar perokok di Indonesia. Di antaranya melalui regulasi cukai, menaikkan tarif cukai di atas 10 persen di tiap tahun, termasuk menerapkan simplifikasi cukai (penyederhanaan tarif) yang berpotensi membuat pabrikan level kecil menengah tidak akan kuat menanggung beban cukai yang disamakan dengan perusahaan besar. 

Nalar perokok dilumpuhkan melalui kampanye isu kesehatan, produk inovasi berbasis nikotin cair dan varian lainnya memainkan narasi kesehatan dengan menyebut-nyebut sebagai produk yang lebih aman dari rokok. 

Dapat kita tengarai lagi, bahwa penetrasi dari gerakan antitembakau global melalui surat terbuka yang disusun dan ditandatangani oleh 100 ahli kesehatan dari 30 negara untuk mengintervensi agenda Ninth Session of Conference of Parties (COP9) pada 8-13 November 2021.

Surat terbuka ini berisi enam rekomendasi untuk FCTC, yang intinya menggugat sikap WHO yang dinilai tidak acuh terhadap potensi transformasi pasar tembakau untuk beralih dari produk tinggi risiko ke rendah risiko, meski sudah banyak inovasi dalam industri.

Artinya, narasi dagang demi melariskan produk NRT, di antaranya adalah rokok elektrik, yang dicitrakan sebagai produk yang lebih aman dibanding rokok konvensional akan terus didorong untuk menggerser keberadaan rokok dalam negeri. Produk pengganti kebiasaan merokok diklaim sebagai produk pengentas yang efektif mengatasi ketergantungan pada rokok. Meski, faktanya itu semua tidak selalu benar. 

Dalam konteks ini, saya tidak sedang mengajak atau mendoktrin masyarakat untuk merokok. Kami hanya ingin mengirim pesan kepada seluruh rakyat Indonesia, bahwa menjaga martabat negara dari obok-obok asing adalah fardhu ain hukumnya.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Ibil S Widodo

Ibil S Widodo

Manusia bodoh yang tak kunjung pandai