Tingwe

Tingwe di Dunia Ghaib

Percaya atau tidak, ada saja benda-benda yang diinginkan oleh mahluk halus sebagai syarat barter saat terjadi kasus kerasukan atau penunggu gaib yang mendiami sebuah tempat yang ingin kita ajak mediasi agar tidak terjadi selisih paham. Kita tinggal di Indonesia, yang memiliki ratusan sebutan nama mahluk halus mulai dari yang jahil sampai yang bisa dikategorikan bersahabat. Bandingkan saja dengan negara seperti Britania Raya misal, yang urban legendnya hanya memunculkan mitos Drakula atau manusia serigala.

Di Indonesia, tidak berlaku aturan penguasa tunggal, mulai dari politik, keseharian bermasyarakat seperti penguasa lahan parkir atau preman wilayah. Mungkin itu yang ditiru mahluk gaib saat sedang beroperasi di wilayah mereka. Bisa saja di sepanjang jalan protokol misal, di ujung jalan dikuasai oleh segerombolan kuntilanak, sementara di ujung jalan lainnya dikuasai oleh genderuwo dan sosok tanpa kepala. 

Dari kisah-kisah yang menjadi pembicaraan  masyarakat di Indonesia pula muncul berbagai pengalaman dan kejadian yang terkadang di luar nalar dan sulit dipahami oleh manusia biasa. Terutama mereka yang tidak percaya hal gaib. Saya coba merangkum beberapa kejadian gaib yang di dalamnya ada cerita yang berhubungan dengan tembakau. 

Dalam tulisannya yang bernas di buku “Kretek Jawa Gaya Hidup Lintas Budaya” yang disusun Rudy Badil, Mohamad Sobary seorang budayawan dan penulis esai menyebutkan rokok mampu mengusir keisengan makhluk gaib saat menggoda seorang anak kecil.

senja dan tingwe

Diceritakan Sobary, hal itu dia temui puluhan tahun silam saat dirinya masih menjadi peneliti di LIPI. Tugasnya sebagai peneliti mengharuskan dirinya pergi ke suatu desa. Nah, di desa itulah dia mendapati ada seorang pria yang memiliki kemampuan supranatural. Oleh orang sekitar, pria itu disapa Orang Tua, meski secara usia baru sekitar 40 tahun.

Sobary muda ketika itu mendapat kesempatan untuk melihat bagaimana si Orang Tua itu melakukan proses gaib. Salah satunya saat menangani permasalahan seorang anak yang terus menerus menangis karena diganggu makhluk halus.

Usai mendengar curahan hati tamu yang tidak lain adalah orang tua dari anak tersebut, menurut Sobary, Orang Tua tadi langsung duduk bersila, sambil menyiapkan selembar kertas rokok, merek Nojorono, yang diambil dari slepen atau dompet anyaman khusus rokok. Di selembar kertas itu dia menaruh sejumput tembakau, kemenyan, dan kelembak. Ketika sudah dilinting sendiri alias tingwe, rokok itu dihisapnya dalam-dalam.

Sobary yang bingung, lantas menanyakan permintaan itu pada Orang Tua. Kenapa harus rokok dan kopi? Kata si Orang Tua itu, makhluk halus itu memang menginginkan rokok dan kopi. ”Kalau kita mampu, mengapa tidak memberi?” kata Orang Tua. ”Apa itu tidak musyrik?” balas Sobary. Dengan santai Orang Tua itu hanya menjawab “Apa aku menyembah dia seperti aku menyembah Tuhan?”

Ya, di kampung itu, selinting rokok memang mampu menjadi medium untuk memancing dan menemukan inti persoalan. Dan, berkat selinting rokok pula, pekerjaan akan selesai dengan lebih cepat.

Kisah lainnya saya alami sendiri saat sedang mengantar teman saya, Roni, pulang ke rumahnya di daerah Kulonprogo, saat dia sibuk mengurus administrasi penjualan tanahnya yang akan dibangun bandara Yogyakarta International Airport. 

Di dalam mobil yang kami kendarai sesaat setelah melewati terminal Wates, teman saya mendadak mencari korek untuk membakar rokok. Saya sebenarnya tidak begitu suka merokok di dalam mobil dan teman saya paham soal itu, tapi saya urung menegurnya, dia lebih dulu berkata; kita harus menyalakan api melewati jalan ini, sebagai tanda kita akan lewat dan tepat di pertigaan arah menuju Parangtritis nanti tolong pelankan mobilnya. Setelah berkata seperti itu, Roni mengambil kaleng rokok Djisamsoe edisi khususnya lalu mengeluarkan tingwe yang sudah disiapkan sebelum berangkat. 

Memang di daerah yang kami lewati sering terjadi kecelakaan, itu mengapa kalau kalian perhatikan di sepanjang jalan Jogja-Wates ada monumen mobil bekas kecelakaan di sebelah kanan jalan kalau dari arah Jogja. Roni lalu mengeluarkan tangan kirinya sambil memutar-mutar tangannya seperti sedang memegang stick lamp tukang parkir. Tepat di belokan yang dia sebut tadi, tingwe yang dibakarnya kemudian dibuang berbarengan dengan sebatang rokok tingwe yang belum dibakar. 

Sepanjang perjalanan Jogja-Kulon Progo saya tidak membahas apa yang dilakukannya tadi. Selang beberapa hari di tempat yang berbeda saya baru memberanikan diri bertanya soal itu. Menurutnya, ada sosok orang tua, yang kadang juga dilihat orang sebagai sosok genderuwo sering menyeberang seenaknya. 

tembakau tingwe terbaik

Apapun alasannya, saat sosok itu menyeberang jalan bisa menjadi hal buruk bagi orang yang melihat. Seringnya sih, kaget, lalu hilang kendali atas kendaraannya. Malam itu, Roni sudah merasakan sesuatu sebelum kami melewati area tempat tinggal sosok tadi, dan dia memutuskan untuk memberikan rokok agar sosok tadi memilih untuk duduk nyebat dan tidak menyeberang jalan malam itu. Saya hanya manggut manggut mendengarkan penjelasannya. 

Di tempat lain lagi, rokok klembak dan kemenyan sangat akrab di mulut para penekun dunia mistis maupun spiritual. Kebanyakan dari mereka adalah perokok dan peminum kopi yang kuat. Rokoknya pekat beraroma kelembak dan kemenyan. Aroma mistisnya membuat diri melayang di lautan gaib

Secara tradisional sering digunakan untuk kegiatan ritual. Baunya sangat menyengat hingga semerbak ke mana-mana. Bagi sebagian orang bau kemenyan mengingatkan pada hal-hal mistis dan bikin merinding.

Entah kalau dibakar bareng tembakau manfaat tersebut berfungsi atau tidak. Namun pengalaman mereka yang menghisap rokok ini katanya badan jadi segar.

Bau rokok kemenyan ini pertama kali saya cium saat usia saya sekitar 8-9 tahun dan diajak ke tempat orang tua angkat dari Ayah dan Ibu saya di daerah Banten. Saya pernah bercerita soal Emak Banten (panggilan saya kepadanya) ini beberapa waktu lalu di bolehmerokok.com. Saat itu Ayah saya sedang mengalami masalah yang diduga akibat santet. Setelah mengobrol beberapa saat, Emak Banten tiba-tiba mengeluarkan kotak khusus berisi tembakau dan beberapa campuran lain lengkap dengan kertas lintingnya yang seperti berbahan kertas HVS. 

Emak lalu mulai mengisi kertas tadi dengan tembakau dan campurannya. Tidak beberapa lama rokok itu sudah terbakar tapi tidak dihisapnya, hanya dibiarkan terbakar di atas asbak. Saya yang memperhatikannya dari jarak yang agak jauh mulai mencium bau kemenyan yang saat itu saya menyebutnya bau kayu hangus.

Hanya beberapa menit setelah rokok itu terbakar, saat Ayah sedang berbicara dengan Emak sementara saya duduk agak jauh bersama Ibu, pelan-pelan saya seperti melihat bayangan dari posisi berdiri lalu duduk sujud di belakang emak, bayangan yang terlihat tipis sekali, sesaat seperti melihat hologram dan sesaat lagi seperti melihat asap hitam. Saya mual, pusing lalu perlahan memeluk Ibu saya. 

Entah bagaimana ceritanya, saya sudah berbaring di atas kasur di dalam kamar Emak Banten. Saya terbangun dengan ditemani Ibu saya dan Emak banten yang duduk menghadap saya sambil mengusap kepala saya perlahan, seperti sedang memegang  kepala anaknya sendiri.

Emak Banten hanya tersenyum melihat saya, dan samar saya dengar obrolannya dengan Ibu saya. Tidak berapa lama Emak berkata kepada saya; “Besok kalau bapak kesini kamu ga usah maksa ikut, ya.”. Sambil sedikit senyum mengejek, Emak lalu melanjutkan perkataannya; “udah Emak marahin, ga boleh lagi muncul di depanmu, nak. Itu tadi teman Emak, sok-sokan mau ikut ngobrol dengan Emak dan Bapak. Besok kalau sampai muncul lagi, Emak jewer kupingnya, ya.”. Namanya anak kecil, saya percaya saja bahwa yang dikatakan emak. Beberapa tahun setelahnya saya tersadar bahwa pengalaman gaib saya bertambah karena kejadian di Banten itu, sekaligus pertama kalinya saya mencium bau rokok paling aneh untuk pertama kalinya.