buku hitam putih tembakau
PERTANIAN

Kisah Singkat Tentang Temanggung dari Buku Hitam-Putih Tembakau

Di antara petani di Temanggung, bisa dibedakan antara petani lahan kecil dengan buruh tani. Petani lahan kecil adalah orang setempat, sementara buruh tani adalah mereka yang berada di desa tetangga sekitar maupun dari luar Kabupaten Temanggung.

Pada masa mulai tanam dan panen tembakau penyerapan tenaga kerja sangat besar, sehingga tidak mampu dicukupi pasar tenaga kerja dari dalam Temanggung saja. Pada musim labuh mencangkul (musim saat mulai mencangkul) cukup sulit mencari tenaga lokal saja, karena berbarengan.

Pada masa panen, jam kerja pemrosesan juga tinggi, mulai dari petik, dibawa ke rumah untuk digulung dan diperam agar daun menjadi layu, kemudian dirajang dan dijemur. Proses pengerjaan pengolahan tembakau ini bisa berlangsung dari pagi sampai dini hari, dengan jeda waktu istirahat yang terbatas. Tenaga kerja yang diserap bisa meliputi sejumlah wilayah dari luar Temanggung, seperti Magelang, Wonosari, Banjarnegara, Wonosobo, dan Sukorejo.

Biasanya, tenaga kerja yang didatangkan dari luar daerah ini menginap di tempat petani yang mempekerjakannya sekaligus yang menanggung biaya makan dan kebutuhan sehari-hari mereka.

Selain itu, petani kecil atau biasa disebut gaok merupakan aktor penting dalam perniagaan tembakau Temanggung. Gaok menjembatani petani dengan pedagang besar dengan mengumpulkan tembakau dari petani ke gudang pedagang besar.

Dahulu, pembelian dilakukan dengan menggunakan girik, semacam nota kesepakatan harga, dan tidak ada pembayaran langsung. Tembakau petani dibawa oleh gaok ke gudang pedagang besar. Biaya transportasi dan kuli ditanggung oleh petani. Apabila sudah terjadi kesepakatan harga antara gaok dan pedagang besar, gaok akan menginformasikan kesepakatan harga kepada petani.

Gaok “nakal” tidak akan menginformasikan kepada petani harga kesepakatan yang sebenarnya, sehingga ia bisa mengambil untung dari selisih harga. Pola perdagangan ini lambat laun mengalami penurunan karena semakin banyaknya pedagang yang berebut barang. Selain itu, petani lebih memilih memberikan barang kepada pedagang yang mau membeli barangnya dengan uang tunai.

tembakau gunung

Posisi tawar petani di hadapan pedagang (tengkulak, pengepul) relatif lemah. Pedagang sudah mengikat petani dengan hutang modal, sehingga petani harus menyetor tembakaunya kepada pedagang yang memberi hutang. Petani tidak memiliki posisi untuk menentukan harga karena pembelinya terbatas.

Hal tersebut memaksa petani untuk menjual tembakaunya kepada pedagang pemberi hutang. Selain itu, apabila transaksi jual beli antara pedagang dan petani tidak dilakukan dalam bentuk tunai (berdasarkan girik) atau tunai namun belum lunas, pembayaran atau sisa pembayaran yang menjadi hak petani seringkali tidak dipenuhi oleh pedagang. Petani tidak bisa berbuat apa-apa, apabila tembakau milik petani dibeli pedagang di sawah (sistem ijon) dan tidak dibayar dengan cash, kalau harganya ternyata jatuh, maka jangan berharap akan dibayar. Paling hanya akan dijanjikan terus dan tidak akan dibayar.

Pedagang besar yang memiliki KTA (Kartu Tanda Anggota), sebagai tanda untuk memiliki akses setor ke gudang pabrik, merupakan saluran resmi petani untuk menjual barangnya kepada pabrik. Petani tidak bisa menjual barangnya secara langsung ke pabrik. Petani tidak bisa menjual barangnya secara langsung le pabrik, melainkan hanya melalui pedagang yang memiliki KTA. Hanya petani yang memiliki tembakau srintil yang kadang didatangi pihak pabrik.

Pedagang besar yang ber-KTA inilah yang biasanya juga memberikan pinjaman kepada petani dengan sistem nglimolasi atau pinjaman yang memiliki bunga sebesar 50%. Pedagang besar yang menjalin hubungan dengan petani langsung memberikan pinjaman sebagai pengikat agar menjual tembakaunya kepada mereka. Jadi, selain mendapatkan keuntungan dari bunga yang dibayar petani, pedagang besar juga mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan tembakau yang disetor petani.


Download Buku Hitam Putih Tembakau