REVIEW

Koleksi Museum Kretek di Kudus

Di sudut selatan Kota Kudus, tak begitu jauh dari pusat kota, tegaklah ‘Museum Kretek’, saksi sejarah perjalanan industri kretek di Indonesia. Museum ini dibangun tahun 1985, oleh para pengusaha kretek yang tergabung dalam Persatuan Pengusaha Rokok Kudus (PPRK). 

Digagas oleh Supardjo Rustam pada tahun 1980, Gubernur Jawa Tengah kala itu, dan diresmikan pada 3 Oktober 1986 pada saat ia telah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. Tapak museum menempati lahan ‘bondo deso’ (ulayat) seluas 2,5 hektar di Desa Getaspejaten, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus. Di lokasi itu, juga ada bangunan Rumah Adat Kudus ukuran 8 x 10 meter buatan abad-17. 

Sebagian koleksi museum ini adalah berbagai artefak peralatan pembuatan kretek, lukisan diorama, patungpatung replika, foto-foto, dan dokumen-dokumen. Berbagai contoh kretek yang pernah diproduksi terpajang menurut jenis dan tahunnya, mulai dari klobot dan kretek bikinan tangan sampai kretek yang dibuat dengan mesin modern. Semua ditata menjadi dua bagian terpisah: koleksi peralatan tradisional ditata di sisi kiri ruangan, sedangkan peralatan modern tertata di sisi kanan ruangan. Tidak main-main, museum ini menyimpan alatalat tradisional yang langka dan benar-benar ‘antik’.

pengunjung museum kretek kudus

Alat penggulung kretek, misalnya, ada yang berangka tahun 10-10-1938. Koleksi lainnya adalah berbagai barang merchandizing seperti asbak, gantungan kunci, korek api, payung, topi, jam, tas, gelas, cangkir, termos, kaos dan lain-lain. Logo-logo perusahaan kretek yang pernah ada di Kudus juga terpajang di sana. Salah satu yang paling menarik adalah koleksi bahan baku kretek. Ternyata, ada 17 jenis tembakau dan 10 jenis cengkeh yang paling banyak digunakan dalam pembuatan kretek selama ini. 

Sumber ilham pendirian museum ini tak lain adalah Haji Nitisemito, sang perintis industri ini pada awal abad-20. Tukang kopi inilah yang, pada tahun 1906, mendirikan pabrik kretek pertama di Indonesia dengan cap-dagang ’Bal Tiga’. Foto-foto yang menggambarkan jejaklangkah Nitisemito bisa disaksikan di bagian kiri bangunan, berdampingan dengan koleksi alat produksi kretek tradisional. Foto-foto para ’penerus’ Nitisemito juga terpampang di sana, di dinding bagian tengah museum. Mereka adalah: Kho Djie Siong (pendiri Nojorono pada tahun 1935), H.A. Ma’roef (pendiri Djambu Bol pada tahun 1937), M.C. Wartono (pendiri Sukun pada tahun 1949), dan Oei Wie Gwan (pendiri Djarum pada tahun 1950).

Untuk menikmati semua koleksi museum ini, anda tak perlu pusing menyiapkan kocek. Pengunjung hanya dikenakan sumbangan sukarela. Besarnya tak ditentukan. Sumbangan sukarela ini lalu dikumpulkan dan ditambahi alokasi dari PPRK untuk merawat museum. Tahun lalu (2009), ketika Kudus dapat kucuran dana bagi hasil cukai Rp 70,8 miliar, sebagiannya (Rp 4,6 miliar) dikucurkan ke museum. 

bungkus rokok museum kretek kudus

Dana itu digunakan untuk menambah bangunan mushola, taman lalu lintas, taman parkir, kolam renang, waterboom, dan mini teater. ”Ini untuk mendekatkan masyarakat cinta kepada museum,” ujar Nawanto, Kepala Museum Kretek Kudus. Tahun 2010 misalnya, dengan alokasi anggaran sebesar Rp 10 miliar, Museum Kretek Kudus akan menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang akan dikelola dengan manajemen tersendiri, terpisah tetapi tetap dibawah penyeliaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus.

Dana sebesar itu akan sangat bermanfaat jika digunakan untuk melengkapi koleksi kepustakaan (buku, laporan riset, monografi, jurnal, dan sebagainya) tentang industri khas nusantara ini, jenis koleksi yang memang masih terasa sangat kurang di museum ini.


Buku: KRETEK: Kajian Ekonomi & Budaya 4 Kota