Banyak hal sederhana atau bahkan bisa disebut sepele yang kadang kita lakukan sambil merokok. Namanya habituatif, semua orang punya cara sendiri-sendiri menikmati sebatang rokok. Selain hal-hal utama seperti BAB atau sehabis makan, ya. Kalau kalian jalan ke gang-gang kecil di perkampungan, melewati area pasar tradisional atau jalan ke lokasi-lokasi wisata, ada saja orang yang menikmati rokok dengan nikmatnya sembari beraktifitas. Berikut beberapa aktifitas unik sambil nyebats yang saya temui selama hidup dan saya anggap cukup sulit dilakukan oleh perokok pada umumnya.
Nyebats Bersama Ayam Aduan
Bukan, ayamnya ga ikutan nyebat. Cuma pemiliknya aja. Kalau kalian datang ke pasar hewan di pagi hari di hari-hari tertentu, ada saja botoh atau penjual hewan yang sibuk mempersiapkan barang dagangannya sedemikian rupa supaya siap dijual dalam kondisi baik. Salah satunya penjual ayam aduan jenis ayam bangkok. Saya pernah menjadi penyuka ayam bangkok di sekitar tahun 2000an awal. Selama beberapa tahun saya belajar bagaimana memilih ayam yang baik, merawat ayam di usia tertentu, memberi pakan yang baik, hingga siap “pindahan”. Pindahan di sini maksudnya ayam yang usianya siap dijual dan turun gelanggang.
Dari hobi itu pula saya sering berkunjung ke beberapa tempat di sekitar Jogja. Mulai dari Kalasan, Bantul sampai Menoreh. Di 3 tempat itu tadi terkenal banyak botoh-botoh yang memiliki ayam dengan kualitas bagus dan harga yang relatif terjangkau bagi anak sekolah seperti saya, pada saat itu.
Tiap kali datang ke tempat-tempat itu, saya seringkali melihat para pemilik kandang memandikan ayam sambil merokok. Dengan rokok menyala yang menempel di mulut, mereka sibuk memandikan ayam menggunakan spon busa yang lazim digunakan sebagai spon cuci piring. Persiapan memandikan ayam pun lengkap, dari batangan bulu sayap yang akan digunakan untuk membersihkan tenggorokan ayam dari lendir, spon busa, ember berisi air hangat bersih, sikat gigi bekas untuk membersihkan kuku dan paruh hingga obat seperti salap seandainya ayam yang dimandikan baru saja selesai bertarung dan penuh luka di sekitar wajahnya.
Sang pemilik, sambil merokok memulai ritual mandi dengan runtut, mulai membasuh kepala lebih dulu, memberikan beberapa tetes air untuk minum, mengusap leher ayam hingga dada, berhenti sebentar, menghisap rokom yang ada di mulut, kadang menaruh rokok di lantai, pinggiran tembok atau balik mengapit batang rokok tadi di mulutnya sambil melanjutkan membasuh ayam ke bagian sayap, perut hingga dubur dan selesai di kaki.
Selesai memandikan seluruh peliharaannya, giliran memasukkan ayam yang sudah dimandikan ke dalam kurungan untuk dijemur. Sebatang rokok baru dibakar lagi sembari memperhatikan ayam peliharaannya di dalam kurungan yang biasanya sudah diberi alas agar ayam tidak langsung menyentuh tanah dan kotor. Di fase ini biasanya sang pemilik akan lebih enak diajak ngobrol. Sambil menikmati minuman hangat dan sajian lain seperti gorengan, pemilik akan berbagi ilmu sesuai pengalamannya memelihara ayam. Obrolan ini bisa panjang, wajar, soal hobi itu kadang ga ada habisnya kalau dibicarakan. Di momen ini juga biasanya berlangsung tawar menawar bagi yang berniat belajar sekaligus ingin menambah koleksi di kandang.
Uniknya, dari beberapa kandang yang pernah saya kunjungi atau datang ke kios pasar, para pemilik ini rata-rata merokok Diplomat atau Surya 16. Tapi ini berlaku di sekitar Jogja saja, ya. Mungkin di kota lain berbeda pula kebiasaan menghisap rokoknya. Selama saya keliling kandang, jarang sekali saya temui ada pemilik kandang yang merokok jenis Mild. Mungkin karena rasanya kurang mantap dan vibesnya terasa tidak pas apabila harus menghisap rokok ringan seperti kelas Mild atau bahkan rokok putih. Mungkin aroma kotoran ayam hanya bisa ditutupi dengan aroma kretek yang khas.
Tukang Bangunan
Profesi satu ini salah satu yang menarik perhatian juga sejak dulu. Mulai dari saya masih belum mengenal rokok, sampai saat ini. Rata-rata tukang bangunan tradisional selalu bekerja sambil menghisap rokok sambil bekerja.
Saya sudah memperhatikan kebiasaan itu sedari kecil. Saat itu saya belum mengerti apa faedahnya merokok sambil bekerja seperti tukang bangunan. Kadang saya mikir, apa ga takut abunya jatuh ke dalam cat, atau adonan semen seandainya mereka membuat adonan semen atau menuang cat ke dalam ember sambil mengapit rokok di mulutnya? Kalau cat berwarna hitam atau adonan semen, mungkin tidak masalah, tapi bagaimana kalau cat berwarna cerah?
Sependek ingatan saya, nyaris semua tukang yang saya temui selalu sibuk bekerja sambil nyebat. Mulai dari mengecat sudut sempit bangunan menggunakan kuas, plester semen ke tembok rumah, memasang rangka dan mengecat plafon rumah sampai memasang tegel, semuanya sambil nyebats. Memang ada beberapa tukang yang memilih untuk bekerja tidak sambil merokok, tapi rasanya jarang saya temui, baik tukang yang saya sewa atau secara kebetulan datang ke sebuah proyek pembangunan rumah.
Walaupun dengan rokok menempel, pekerjaan mereka tetap maksimal dengan hasil yang memuaskan juga. Saya nyaris tidak pernah berurusan dengan tukang atau mandor yang mengecewakan. Walaupun di kiri-kanan saya sering mendengar kalau ada saja tukang bangunan yang kerjanya tidak bagus atau bahkan sampai menipu kliennya soal biaya pembangunan yang diselewengkan.
Sedari kecil, sampai saat ini, saya selalu melihat para tukang bangunan ini merokok Surya 16, itu sebabnya di beberapa kota, seperti kota Palu, Surya 16 sering disebut rokok tukang di era tahun 90an awal. Ya, karena hampir semua tukang yang saya tahu sejak dulu selalu merokok Surya 16, Gurame atau Garpit. Baru di era 2000an saja saya mengenal beberapa dari mereka mulai merokok kretek jenis Mild atau rokok putih. Padahal kalau dipikir, merokok Mild dan rokok putih di sela kerja seperti mereka bisa memghabiskan berbatang-batang rokok kalau dihitung dari durasi kerja mereka.
Tapi salah satu momen yang paling menyenangkan saat melihat mereka kerja adalah saat jam makan siang. Kalau di Jawa mungkin populer disebut “rolasan”. Di waktu makan siang itu tadi saya detail melihat mereka melakukan persiapan makan siang, mulai dari cuci tangan, bersih-bersih wajah atau kaki, mengambil nasi bungkus atau makan prasmanan, makan menggunakan tangan sambil bercerita ngalor-ngidul tentang kejadian-kejadian hari itu saat mereka kerja atau isu hangat di sekitar mereka. Tentu penutup makan siang mereka setelah selesai cuci tangan adalah menyalakan rokok lalu nyebat beberapa menit sebelum lanjut bekerja. Momen sederhana tapi menyenangkan untuk dilihat.
Kalau saya pribadi sih lebih suka nyebat sambil mreteli motor atau sambil memasak. Apa ga takut bara rokok terkena bensin atau jatuh ke dalam masakan? Semua orang punya cara mensiasati kebiasaan tadi supaya tidak mengganggu atau bahkan merugikan sekelilingnya. Siapkan semua kebutuhan nyebats seperti asbak, korek, rokok dan posisikan itu di area yang tidak akan mengganggu dan mengotori area kerja kita. Jangan juga taruh asbak di bawah mesin motor, atau menaruh asbak dekat dengan mangkok berisi irisan bawang dan cabai untuk masakan. Semua bisa kita atur dengan baik supaya aktifitas nyebats bisa tetap dilakukan.