Mungkinkah tumpang sari tembakau dengan cabe?
Tembakau merupakan komoditas penting bagi Indonesia. Dari segi ekonomis, tembakau telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi pendapatan negara. Perekonomian tembakau juga telah menciptakan lapangan pekerjaan, tembakau telah mampu menyerap ratusan ribu tenaga kerja baik dalam kegiatan produksi, pengolahan, perdagangan, industri sigaret kretek tangan maupun usaha pengangkutan.
Namun, dari segi pembudidayaan, aktivitas tanam tembakau seringkali cukup spekulatif bagi petani. Keberhasilan pembudidayaan tembakau sangat dipengaruhi faktor iklim. Dimana kualitas tembakau sangat ditentukan oleh curah hujan yang minim. Semakin tinggi curah hujan maka kecil kemungkinan petani mampu menghasilkan kualitas tembakau terbaiknya. Oleh karena itu, perhitungan waktu tanam untuk menghindari datangnya musim penghujan di akhir panen menjadi penentu yang tidak bisa disepelekan.
Di samping itu, upaya preventif dari petani untuk menghindari boncos saat tanam tembakau mereka melakukan praktik tumpangsari dengan tanaman lainnya. Hal ini yang dilakukan oleh petani tembakau rakyat di sejumlah daerah, salah satunya di daerah Jember.
Keberadaan dua tanaman atau lebih dalam satu musim tanam mempunyai fungsi untuk cadangan apabila harga tembakau tidak terlalu bagus di akhir musim.
Petani membuat pola tanam dengan sistem tumpangsari dengan cabe. Meskipun secara teoritis, tembakau tidak dapat dilakukan tumpangsari dengan cabai karena keduanya membutuhkan komposisi hara yang sama sehingga kedua tanaman akan melakukan kompetisi untuk merebutkan unsur hara.
Tetapi, dalam praktiknya dari hasil pengamatan Bahtiar Efendi mahasiswa pertanian Universitas Jember pada tahun 2015 dalam tugas akhirnya, dengan pengaturan jarak tanam tepat keberadaan tumpang sari tembakau dan cabe tidak memberikan penurunan produksi yang signifikan pada hasil tembakau. Penggunaan pupuk pun menjadi semakin efisien sehingga hasil akhir panen pendapatan yang dihasilkan petani mampu meningkat.
Temuan yang sama juga terlihat nyata di Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, sebagaimana ditunjukkan oleh penelitian Nurul Aini, Abdullah Usman, I Gusti Lanang Parta Tanaya, dari Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Unram.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan tumpang sari tembakau rakyat dengan cabe lebih besar dibanding monokultur tembakau rakyat dengan perbandingan 13,34 kali lebih besar.
Tetapi yang menjadi catatan untuk memilih tumpang sari tembakau dengan cabe sebagai pilihan karena ada faktor-faktor yang menjadi penentu keberhasilan yakni jenis tanah, topografi, harga pasaran tembakau dan cabe, juga musim tanamnya tepat. Selain itu petani juga perlu lebih siap karena tanam sistem tumpang sari membutuhkan pekerjaan dan biaya yang lebih besar daripada tanam monokultur.