haul mbah hadi
REVIEW

Haul Mbah Hadi: Melihat Isyarat “Langit”

Di Demak terdapat satu kelompok thariqah yang mengadakan kegiatan setiap kamis malam. Jamaah thariqah ini bernama Thariqah Khalidiyah Naqsabandiyah, dipimpin tokoh kharismatik Kyai Munif Zuhri. Kyai Munif, menurut penuturan warga setempat, sering didatangi Abdurrahman Wahid dan juga tidak ketinggalan para politisi lainnya, termasuk Megawati dan Jusuf Kalla.

Pusat kegiatannya terletak di Dusun Girikusumo, desa Banyumeneng. Pada setiap malam jumat, pesantren Giri Kusumo dipadati oleh para jamaah thariqah ini. Menurut informasi, mereka terdiri dari para petani di sekitarnya, termasuk para petani yang masih tetap menanam tembakau.

Dengan sendirinya, keberadaan thariqah tersebut memberi bentuk bagi kultur para petani setempat, yang merupakan para santri yang mengakrabi sufisme dengan aktif dalam kegiatan spiritual mereka. Bisa kita lihat, menjelang musim tanam biasanya para petani tembakau melangsungkan doa dan makan bersama yang dikenal dengan sebutan mayoran. Tembakau dan dunia santri menjadi dua hal yang tak bisa dilepaskan di wilayah ini.

Pondok pesantren Giri Kusumo yang biasa dipadati thariqah ini terbilang cukup tua. Menurut sumber sejarah lisan, pesantren ini didirikan pada 1288 H atau bertepatan dengan 1868 M, oleh sosok bernama Mbah Hadi. Setiap tahun pada bulan Rajab selalu diperingati haul Mbah Hadi.

Pada masyarakat di sekitarnya, termasuk Banyumeneng dan Sumberejo, muncul keyakinan bahwa cuaca pada musim panen tembakau. Jika acara haul dilanda hujan, para petani percaya akan terjadi juga hujan pada musim panen tembakau yang tentu saja berakibat pada turunnya kualitas daun tembakau dan memburuknya harga jual.

Entah sejak kapan kepercayaan seperti ini muncul di wilayah ini. Uniknya, para petani terutama dari Sumberejo sangat berpegang pada cuaca sewaktu haul Mbah Hadi, dan warga kebanyakan mempercayai hal itu. Dengan keyakinan itu, biasanya jumlah lahan untuk tanam tembakau dipersempit.

Terkadang pada waktu harga tembakau jatuh, tausyiah dari Kyai Munif menyinggung soal pentingnya menjaga kesabaran dan keimanan, sekalipun tengah dilanda jatuhnya harga tembakau. Warga petani juga mempercayai siklus tahunan dengan membedakan angka tahun ganjil dan genap. Mereka mempercayai hitungan ini akan berpengaruh pada hasil tanaman tembakaunya.

Di sini ada kepercayaan, kalau tahun ini umpamanya ganjil, maka orang percaya akan membawa keberuntungan. Harga tembakau akan tinggi. Mungkin ini mengacu pada tahun 1999 ketika harga tembakau bagus, hingga harga tertinggi bisa mencapai Rp. 60.000, (per kg).

Tahun itu kan ganjil, jadi masyarakat di sini lantas mempercayai kalau tahun ganjil, harga akan bagus.

Tahun 1990-an, pada saat harga tembakau berjaya, pertunjukan wayang kulit besar-besaran pernah dipanggung-kan di wilayah Sumberejo. Pada tahun-tahun yang sama, acara-acara perkawinan di daerah ini juga diselenggerakan dengan amat meriah. Namun, acara-acara kesenian massal yang berbiaya tinggi ini tidak pernah lagi dipentaskan, hilang seiring dengan rendahnya harga jual tembakau.