Dalam tulisannya di buku “Nicotine War”, Wanda Hamilton menjelaskan bahwa sepuluh perusahaan obat terbesar dilaporkan menghasilkan laba rata-rata 30 persen dari pendapatan, margin yang mencengangkan. Selama beberapa tahun belakangan, industri farmasi secara keseluruhan sejauh ini merupakan industri yang paling beruntung di Amerika Serikat untuk memanen dolar.
Angell M, “The Pharmaceutical Industry–To Whom Is It Accountable?” New England Journal of Medicine, June 22, 2000. “Setiap tahun sejak 1992, industri obat adalah industri paling beruntung di Amerika Serikat, menurut pemeringkatan majalah Fortune. Selama tahun-tahun itu, besarnya imbalan pendapatan (laba sebagai persentase penjualan) industri obat rata-rata 30 persen dari pendapatan—margin yang mencengangkan.
Selama beberapa tahun belakangan, industri farmasi secara keseluruhan sejauh ini merupakan industri yang paling beruntung di Amerika Serikat.”
Angell M, “The Pharmaceutical Industry–To Whom Is It Accountable?” New England Journal of Medicine, June 22, 2000. “Setiap tahun sejak 1992, industri obat adalah industri paling beruntung di Amerika Serikat, menurut pemeringkatan majalah Fortune. Selama tahun-tahun itu, besarnya imbalan pendapatan (laba sebagai persentase penjualan) industri obat rata-rata tiga kali laba rata-rata semua industri lain yang tercantum dalam Fortune 500.”
Public Citizen Report, “Rx R&D Myths: The Case Against the Drug Industry’s R&D ‘Scare Card,” July 23, 2001.Farmasi Besar, Gelimang Dollar, Tanggal penerbitan: 24 Agustus 2001 “Jika ditotal, kapitalisasi pasar dari empat perusahaan (farmasi) terbesar itu jumlahnya melebihi perekonomian India.”
David Earnshaw, mantan direktur urusan pemerintah Eropa untuk SmithKline Beecham, kini ketua kampanye Oxfam untuk akses terhadap obat-obatan. Dikutip dalam Roger Dobson, “Drug Company lobbyist joins Oxfam’s cheap drugs campaign,” BMJ, 322, April 28, 2001, p. 1011.
Kartel obat-obatan terlarang internasional jelas menghasilkan banyak uang, namun resikonya amat tinggi, termasuk risiko tewas karena diberondong pelor. Di lain pihak, perusahaan-perusahaan farmasi besar bahkan menghasilkan uang lebih besar lagi, dan risiko terburuk yang mereka hadapi paling-paling adalah gugatan di pengadilan. Selain itu, alih-alih mempersulit bisnis mereka, pemerintah AS justru menggunakan dollar pembayar pajak untuk membantu perusahaan-perusahaan itu mengembangkan produk-produk baru yang amat menguntungkan.
Berapa banyak uang yang berputar dalam penjualan obat legal? Menurut Drug Monitor Report dari IMS Health, penjualan produk farmasi di pasar-pasar utama dunia mencapai $179 miliar untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 1998. Dari jumlah itu, penjualan di AS nilainya $68,7 miliar. Pada Maret 2000, IMS America melaporkan bahwa di AS saja penjualan obat resep menanjak ke tingkat yang mencengangkan, mencapai $145 miliar, dan mereka yang memantau penjualan obat resep di AS memperkirakan tren ini akan berlanjut setidaknya hingga sembilan tahun ke depan. Sejak 1993, belanja nasional untuk obat resep menanjak dengan tingkat rata-rata tahunan sebesar 12%, sedangkan aneka belanja kesehatan jenis lain menanjak dengan tingkat rata-rata tahunan hanya 5%. Biaya belanja obat kini melampaui biaya perawatan dokter di AS dan Kanada.
Secara historis, rumah sakit menyedot biaya terbesar dari keseluruhan belanja kesehatan di Kanada, diikuti gabungan biaya seluruh layanan dokter, serta belanja obat di posisi ketiga. Pada 1997, belanja obat melompat ke posisi kedua, sebesar 14,5% dari total $79 miliar pengeluaran untuk biaya kesehatan publik dan swasta. (Belanja untuk layanan dokter mewakili 14,2% pengeluaran; rumah sakit 32,5%). Pada 2000, biaya belanja obat mencapai 15,5% dari seluruh pengeluaran.” Candis McLean, “The Real Drug Pushers,” Report Newsmagazine.
Pertumbuhan pesat penjualan obat bukan dikarenakan munculnya obat-obat baru yang revolusioner. Menurut laporan baru oleh Public Citizen, hanya sekitar 22 persen dari obat-obatan baru yang dilempar ke pasar dalam 20 tahun belakangan ini yang benar-benar merupakan obat-obatan inovatif yang menunjukkan terjadinya peningkatan terapi yang penting dibandingkan obat-obatan yang sudah ada (Public Citizen report, “Rx R&D Myths: The Case Against The Drug Industry’s R&D ‘Scare Card,’” July 23, 2001). Menurut berbagai ahli, satu-satunya faktor yang menyebabkan meningkatnya penjualan obat dapat disimpulkan hanya dalam satu kata: Pemasaran.
Terobosan merosot, pemasaran meningkat “Tahun lalu, Food and Drug Administration hanya menyetujui seluruhnya 27 obat baru, menurun dari 53 obat pada 1996.” Gardiner Harris, “Pitch to Switch,” Wall St. Journal, May 21, 2001, p.1A. Secara keseluruhan, pengeluaran untuk pemasaran dan administrasi industri pada umumnya lebih dari dua kali lipat dibandingkan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan.
Di Pfizer, umpamanya, biaya pemasaran dan administrasi mewakili 39% pengeluaran, dibandingkan 17% untuk Litbang. Juru bicara Pfizer mengatakan, perusahaan ‘sangat optimistis menghadapi masa depan’ dan tidak hanya mengandalkan diluncurkannya obat-obatan baru namun juga dengan mendongkrak penjualan obat-obatan yang sudah ada. Walaupun upaya itu bisa dilakukan dengan menguji manfaat baru pada obat-obatan lama serta memadukannya dengan obat-obatan lain, cara terbaik adalah dengan meningkatkan anggaran pemasaran.” Gardiner Harris, “Drug Firms, Stymied in the Lab, Become Marketing Machines,” Wall St. Journal, July 6, 2000, p. A1.
Jika harus disebut sebuah perusahaan yang mewakili industri obat-obatan modern, itulah Pfizer. Hanya sepuluh tahun silam, Pfizer dianggap sebagai industri anak bawang. Namun perusahaan AS itu berhasil menerobos daftar peringkat global ke posisi yang tak terbantah, terutama berkat kepiawaiannya dalam pemasaran. Walaupun beberapa hasil penelitian Pfizer masih gemilang, keberhasilannya terutama bersumber dari kemampuannya untuk mengubah obat–seringkali obat-obatan yang ia lisensi dari pesaingnya–menjadi produk miliaran dollar.” David Pilling, “Pharmaceuticals 2001/Sales & Marketing: Relentless rise in role of reps and big launches,” Financial Times, April 26, 2001.
Walaupun tidak kosong-melompong sama sekali, kebanyakan laboratorium industri farmasi bisa dibilang tak memproduksi lagi obat-obatan baru yang penting. Sebagaimana diungkapkan seorang juru bicara industri itu, seluruh tantangan yang mudah sudah dilewati.
Karena laboratorium perusahaan-perusahaan besar tak lagi berperan, mereka semakin tergantung pada upaya melisensi obat-obatan baru dari universitas, pemerintah atau perusahaan-perusahaan kecil yang memegang hak paten obat-obatan itu.
Kadang kesepakatan lisensi ini sangat rumit. Sebagai misal, Advanced Therapeutic Products (ATP) mematenkan teknologi yang menjadi basis bagi obat hirup nikotin Nicorette maupun Nicotrol. Pharmacia mendapatkan hak produksi obat hirup itu dari ATP dengan pembayaran persentase produk. Selanjutnya, Pharmacia memproduksi obat hirup Nicorette untuk SmithKline Beecham dan obat hirup Nicotrol untuk McNeil, anak perusahaan Johnson & Johnson. Dua perusahaan itu lantas memasarkan obat hirup dengan merek mereka masing-masing. Banyak, kalau bukan sebagian besar, obat-obatan yang paling laku sesungguhnya dikembangkan berkat hibah pemerintah kepada sejumlah universitas atau para peneliti perorangan.
Menurut NIH (National Institutes of Health), para ilmuwan yang dibiayai para pembayar pajak melakukan 55 persen proyek penelitian yang menghasilkan penemuan dan pengembangan lima obat-obatan paling laris pada 1995.” “Rx R&D Myths: The Case Against the Drug Industry’s R&D ‘Scare Card,’” Public Citizen report, July 23, 2001. Walaupun belum diuji secara klinis untuk mendapatkan persetujuan FDA, nikotin telan yang baru untuk obat berhenti merokok dikembangkan oleh dua peneliti Duke University dengan dana dari Departemen Urusan Veteran AS.
Para peneliti itu sudah menjual hak produksinya kepada sebuah perusahaan farmasi kecil. Perusahaan ini selanjutnya jelas akan menjual formula nikotin telan itu ke satu perusahaan farmasi besar atau lebih, yang akan mendanai uji coba klinis, mendapatkan persetujuan FDA, dan kemudian memasarkan obat berhenti merokok yang baru ini dengan merek mereka sendiri.
Jadi, para pembayar pajaklah, dan bukan perusahaan-perusahaan farmasi besar, yang sesungguhnya mendanai sebagian besar riset dasar pengembangan obat baru yang kemudian beredar di pasaran. “Pada 1999, National Institutes of Health (NIH) menyediakan $17,8 miliar untuk penelitian, dan sebagian besar dana itu dikeluarkan untuk riset dasar; 10 perusahaan farmasi terbesar mengeluarkan $22,7 miliar, terutama untuk riset klinis.” DeAngelis CD, “Conflict of Interest and the Public Trust,” JAMA 284(17), Nov 1, 2000.
Sebanyak 45 dari 50 obat-obatan paling laku pada 1992-1997 menerima dana pemerintah untuk sekian fase pengembangannya, menurut penyelidikan yang dilakukan The Boston Globe. Secara keseluruhan, para pembayar pajak mengeluarkan setidaknya $175 juta untuk membantu pengembangan 50 obat-obatan itu.” “Rx R&D Myths,” Public Citizen report, July 23, 2001.
Selain melisensi obat-obatan baru untuk dipasarkan, perusahaan-perusahaan farmasi besar juga memusatkan perhatian untuk mengembangkan obat-obatan “aku ikut” (produk-produk yang nyaris identik dengan obat-obatan yang sudah ada di pasaran), menemukan manfaat medis baru dari obat-obatan yang sudah ada, dan memasarkan formula-formula “baru” dari obat-obatan yang telah ada. Namun semua itu membutuhkan investasi kecil untuk riset dasarnya.
Pada kenyataannya, yang mereka lakukan itu lebih mirip pengembangan alat pemasaran baru, di luar uji klinis yang harus dilakukan untuk mendapatkan persetujuan FDA. Lihatlah begitu banyaknya jenis obat penurun kolesterol yang saling mirip. Mengembangkan obat yang sepenuhnya inovatif memang sulit dan penuh risiko. Lebih mudah membuat obat-obatan “aku ikut” atau varian minor dari produk-produk yang sudah ada. Agar beruntung, variasi itu hanya perlu dimodifikasi secukupnya untuk mendapatkan paten baru, dan selanjutnya tergantung upaya pemasaran.” Angell M, “The Pharmaceutical Industry—To Whom Is It Accountable?” New England Journal of Medicine, June 22, 2000.
Koyo Nicotrol Johnson & Johnson pada dasarnya sama saja dengan koyo Nicoderm-nya SmithKline, dan tidak satu pun produk itu yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan yang memasarkannya. Obat berhenti merokok Zyban dari Glaxo Wellcome sama persis dengan Wellbutrin, obat lama Glaxo Wellcome untuk depresi. Koyo transparan dari GlaxoSmithKline juga ibarat barang lama dengan kemasan baru, dan demikian pula permen karet Nicorette “baru” rasa jeruk.