logo boleh merokok putih 2

Membedah Kendala Pengembangan Tembakau di Jember Selatan

kendala pengembangan tembakau

Daerah Jember Selatan berpotensi menghasilkan tembakau dengan mutu tinggi, yaitu mutu omblad (pembalut cerutu) dan dekblad (pembungkus cerutu). Mutu-mutu tinggi tembakau cerutu dari Indonesia tersebut sangat disukai di pasar Internasional, sehingga pangsa ekspornya masih terbuka (PTPN X, 2007).

Namun demikian potensi daerah Jember Selatan untuk menghasilkan mutu-mutu tinggi tersebut masih rendah, yaitu hanya sekitar 15-20% dari total produksi (Badan Pengawas dan Pemasaran Tembakau Indonesia di Luar Negeri, 1996; Lembaga Tembakau, 1999). 

Secara teknis, rendahnya potensi tembakau besuki NO di daerah Jember Selatan untuk menghasilkan mutu tinggi, disebabkan antara lain oleh kondisi tanah dan bergesernya waktu tanam (Rachman et al., 2000). 

Kondisi 

Tembakau jember catatan

Tanah Karakteristik tanah sebagai media tumbuh sangat menentukan pertumbuhan tanaman tembakau (Hawks dan Collins, 1983). Kualitas tanah yang baik untuk mendukung keberlanjutan tanaman berproduksi dan bermutu tinggi diindikasikan dengan sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang optimal dalam mendukung pertumbuhan tanaman (Abbott dan Murphy, 2003).

Namun demikian, observasi tentang karakteristik tanah pada umumnya hanya dilakukan pada satu sifat tanah dan pada satu musim tanam, sehingga korelasi antara sifat-sifat tanah dengan produksi dan mutu tembakau tidak dapat disimpulkan secara jelas. Informasi tentang dinamika karakteristik tanah sangat diperlukan, baik untuk mengetahui potensi laju perubahan daya dukungnya maupun untuk mengetahui korelasi antara sifat-sifat tanah dengan produksi dan mutu tembakau. 

Sifat Fisik Tanah

kondisi tanah tembakau

Di Jember Selatan, observasi karakteristik tanah telah dilakukan pada musim tanam tahun 1999, yaitu pengamatan terhadap sifat fisik dan kimia tanah (Rachman et al., 2000). Sifat-sifat fisik tanah yang mungkin sangat menentukan produksi dan mutu tembakau adalah distribusi partikel tanah atau tekstur tanah dan sifat permeabilitasnya. Tekstur tanah antara lain akan mengindikasikan mudah tidaknya penetrasi akar untuk tumbuh (Alexander dan Miller, 1991) dan pengolahan tanah (Mullins et al., 1990). 

Parameter permeabilitas tanah akan menentukan mudah tidaknya air tergenang di daerah perakaran. Hal ini terkait dengan sifat tanaman tembakau yang perakarannya dangkal dan menyebar, dan tidak tahan terhadap kelembaban tanah tinggi atau terhadap genangan air. Sifat fisik tanah dari lima desa sentra produksi tembakau di Jember Selatan diketahui mempunyai kandungan liat tinggi (sampai 76%), yaitu bertekstur liat sampai liat berpasir. Kondisi tanah dengan tekstur tersebut dikategorikan sebagai tanah berat (Rachman et al., 2000).

Tanah dengan kandungan liat yang tinggi akan semakin sulit diolah (Mullins et al., 1990). Apabila saluran drainase tidak baik dan agregat tanah tidak mantap, maka air akan mudah tergenang dan menghambat pertumbuhan akar tanaman tembakau, yang akhirnya akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman atau meningkatkan kematian tanaman.

Sifat Kimia Tanah 

tembakau jember

Sifat kimia tanah sampai kedalaman 15 cm dari lima desa sentra produksi tembakau besuki NO di Jember Selatan disajikan pada Tabel 2. Kandungan ketersediaan unsur hara tanah yang sangat dibutuhkan untuk mendukung kesuburan lahan (C organik), dan unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman tembakau (N dan P) adalah rendah sampai sangat rendah. 

Bahan organik tanah berperan sangat penting dalam mempertahankan kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah. Dalam kesuburan fisik tanah, C organik merupakan salah satu komponen terpenting sebagai penyusun makro-agregat tanah (Bronick dan Lal, 2005). 

Bila ketersediaannya terdapat dalam konsentrasi rendah maka menyebabkan agregat tanah mudah terurai, sehingga partikel-partikel tanah penyusun agregat menyumbat pori-pori tanah, yang akhirnya dapat menyebabkan pengerasan terhadap tanah pada saat kering (Djajadi, 2006). 

Oleh karena itu, pada lahan tembakau di Jember yang berkadar liat tinggi dan kadar C organik tanah sangat rendah sampai rendah akan menyebabkan lahan sulit diolah, dan berpotensi menghambat pertumbuhan akar tanaman pada saat tanah kering. Selain itu C organik merupakan sumber energi untuk berkembangnya mikro-organisme tanah yang sangat bermanfaat untuk merombak unsur hara menjadi lebih tersedia dan mudah diserap oleh tanaman. Penambahan bahan organik sebesar 0,8% berupa jerami tanaman Lucerne sp pada tanah pasir (46% pasir) dapat meningkatkan aktivitas dan populasi mikro-organisme tanah, masing-masing sebesar 300% dan 90% (Djajadi, 2006) Daerah Jember Selatan berpotensi menghasilkan tembakau dengan mutu dek-omblad, yaitu kelas mutu yang lebih tinggi dan harganya lebih mahal daripada mutu filler. 

Pada saat ini potensi mutu dek-omblad yang dihasilkan hanya 20-30%. Untuk menghasilkan mutu yang tinggi, dibutuhkan ketersediaan unsur hara N, P dan K yang tinggi (Hawks dan Collins, 1989). Namun demikian dari kebutuhan unsur-unsur tersebut, hanya terpenuhi oleh ketersediaan unsur K yang tinggi, sedangkan ketersediaan unsur N dan P masih sangat rendah sampai rendah. 

Unsur N diperlukan tanaman tembakau, selain untuk mendukung pertumbuhannya, juga diperlukan untuk membuat warna krosok mutu dek-blad (daun tembakau kering prosesing) menjadi lebih cerah (Akehurst, 1981). Oleh karena untuk menghasilkan 1500 kg/ha krosok, diperlukan unsur N sebanyak 200 kg N/ha (Wehlburg, 1999). Tentunya banyaknya dosis N yang diperlukan tersebut juga tergantung pada kadar hara N dalam tanah. 

Bergesernya Waktu Tanam

Berdasarkan waktu tanamnya, tembakau bahan cerutu besuki dikelompokkan sebagai tembakau Na-Ogst, yaitu tembakau yang dipanen musim hujan. Sejak tahun 1885, penanamannya dilakukan pada bulan Agustus di daerah Jember Utara, yang mempunyai topografi lereng, sehingga pertanaman tembakau tidak terkena gangguan genangan air pada saat hujan. Namun demikian, oleh karena produktivitas tanaman tembakau selalu menurun dari tahun ke tahun, maka areal pertanaman pindah ke daerah Jember Selatan. Daerah ini mempunyai topografi lebih datar dengan curah hujan yang lebih tinggi daripada daerah Jember Utara, serta lahannya mengandung liat yang tinggi dan permeabilitas yang rendah. Dengan kondisi yang demikian, peluang resiko kegagalan tanam adalah semakin tinggi, antara lain akibat lahan yang sering tergenang. 

Salah satu strategi yang dilakukan untuk menghindari tergenangnya lahan akibat berlebihnya curah hujan, waktu tanam di daerah Jember Selatan yang semula dilakukan pada bulan Agustus dimajukan menjadi bulan Mei, sehingga tembakau cerutu besuki yang semula dikelompokkan sebagai tembakau Na-Ogst berubah menjadi tembakau Voor-Ogst (Rachman et al., 2005). Akibat bergesernya waktu tanaman, akhirnya tembakau dipanen pada saat musim kemarau. Hal ini akan berakibat pada tidak tersedianya air hujan yang dibutuhkan untuk mencuci hasil sekresi daun yang melekat pada permukaan daun menjelang panen. Kendala ini berakibat pada tanaman tembakau tidak dapat secara optimal untuk menghasilkan mutu tinggi (mutu krosok pembalut cerutu). 

Perubahan waktu tanam tentunya juga berakibat pada penyesuaian teknik budidaya dan prosesing tembakau. Misalnya, teknologi pemupukan dan pengairan yang harus disesuaikan pada kondisi ketersediaan air berlebihan, dan teknologi prosesing yang harus disesuaikan pada kondisi kelembaban yang relatif lebih tinggi. Namun demikian, pada umumnya teknologi-teknologi budidaya yang diterapkan petani masih mengacu pada teknologi untuk memproduksi tembakau Na-Ogst, yaitu teknologi yang sesuai dengan daerah Jember Utara untuk menghasilkan mutu pengisi cerutu (filler). Keterbatasan teknologi budidaya tembakau cerutu di daerah Jember Selatan tersebut berakibat pada rendahnya mutu tembakau pembalut dan pembungkus (dek-om blad) yang masih rendah, yaitu masih sekitar 20- 30%.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis