logo boleh merokok putih 2

Rokok dan Event Organizer (bagian 1)

rokok event organizer

Tidak jarang orang bertanya-tanya bagaimana sebuah acara atau kegiatan yang akrab disebut “Event” berhasil dilaksanakan, bagaimana awal mula konsep atau ide itu muncul hingga lahir kegiatan seperti seremoni peletakan batu pertama, grand opening sebuah pusat perbelanjaan, pisah sambut seorang pimpinan, atau sekedar acara malam wisuda sekolah dasar. 

Dulu ketika saya belum paham, saya bertanya siapa orang-orang yang bekerja di belakang layar dibalik kesuksesan atau kegagalan sebuah acara. Walaupun kegagalan bisa memiliki banyak parameter penilaian dari orang yang berbeda. Seperti saat pertama menonton konser Dewa19 di Jogja beberapa tahun lalu yang kebetulan disponsori oleh brand rokok Sampoerna, atau menyaksikan konser besar dan megah untuk pertama kali saat God Bless melahirkan album baru di sekitar tahun 1997, dan saat itu disponsori oleh merek rokok yang di kemudian hari menjadi rokok andalan saya; Djarum Super.

Selain Dewa, God Bless atau Slank, ada juga konser besar Padi yang sempat saya datangi, kali itu untuk pertama kalinya saya melihat merek rokok Class Mild menjadi sponsor tunggal dalam pagelaran itu. Yang konyolnya saya beranggapan Class Mild itu tidak sekaya merek-merek yang saya sebutkan di atas. Namanya orang awam, saya belum tahu bagaimana bisa rokok yang tidak begitu laku di pasaran Jogja mampu mensponsori sebuah konser dengan ribuan penonton, bagaimana mereka mendapatkan keuntungan, apa benefit bagi mereka dan seperti apa cara kerja sponsor dalam mendanai sebuah kegiatan.

Pertanyaan yang lahir di tiap konser yang saya datangi di era 1997-2005 itu akhirnya terjawab saat bekerja di sebuah Event Organizer terkenal di Banjarmasin. Itu terjadi sepanjang 2009-2011, yang awalnya berniat menyeberang ke Banjarmasin untuk melamar pekerjaan berbekal keahlian desain grafis. Saya menumpang sementara di kantor Event Organizer tadi dan berjanji akan pindah setelah mendapatkan pekerjaan di tempat lain.

Hampir 2 minggu saya luntang-lantung menunggu panggilan pekerjaan setelah menyelesaikan proses administrasi di beberapa kantor tempat saya melamar pekerjaan. Di fase “gabut” itu, sang direktur mengajak saya berbicara empat mata dan menanyakan apa pengalaman saya bekerja selama di Jogja, mulai dari pengoperasian Microsoft Excel, menghitung anggaran, membuat konsep, lalu pekerjaan lapangan apa yang pernah saya ikuti.

Singkat cerita, setelah menghabiskan berbatang-batang rokok, 2 gelas kopi susu dan heningnya malam itu di teras kantor, dia menawarkan posisi sebagai Floor Manager kepada saya di Event selanjutnya yang akan digarap oleh kantor itu, sembari menunggu panggilan pekerjaan atau wawancara. Tanpa pikir panjang dan karena uang rokok di kantong, sangu saya dari pulau Jawa mulai menipis, saya jawab saja; ya. saya bersedia.

merokok di tengah acara

Keterlibatan saya di Event kali itu memberikan Insight baru yang belum pernah saya temui selama di Jogja. Saya banyak bertanya kepada seorang teman yang ditugaskan sebagai Project Manager Event saat itu, bagaimana proses persiapan, pelaksanaan di hari H sampai laporan tertulis pasca acara.

Kita ambil contoh salah satu brand seperti Djarum, setiap tahun mereka punya anggaran promosi atau kegiatan lain yang sering juga kita dengar sebagai program CSR (Corporate Social Responsibility). Kedua kegiatan tadi bisa menggunakan vendor, dan Event Organizer menjadi partner penyelenggara atau sekedar menyediakan jasa di sub pekerjaan tertentu.

Misal brand Djarum tadi mau melakukan promosi dengan konsep berbeda dari sekedar memasang banner di pinggir jalan, baliho di perempatan atau poster-poster di papan pengumuman dan iklan di media televisi. Kala itu salah satu kegiatan yang disponsori oleh Djarum adalah program L.A Lights Indiefest dan berlangsung di beberapa kota di Indonesia.

Loh, bukannya itu program mencari bakat? Lalu apa hubungannya dengan promo merek rokok produksi Djarum?. Jangan salah, yang namanya strategi akan selalu digunakan dalam banyak hal. Kita mendekati lawan jenis pun butuh strategi. L.A Lights Indiefest saat itu disebut-sebut oleh kami para pelaku Event adalah acara yang diperuntukkan untuk “melawan” konsep acara yang sama dan disponsori oleh merek rokok dari brand Sampoerna, namanya A Mild Live Wanted yang juga diselenggarakan di beberapa kota di tahun yang sama dengan L.A Lights Indiefest.

Contoh kegiatan seperti L.A Lights Indiefest tadi adalah Event yang sudah dikonsep dan menjadi program tahunan oleh promotor pusat, kami pelaku Event Organizer daerah hanya mengikuti konsep yang sudah ada, tidak jarang juga kami hanya diminta hanya untuk menyediakan sound system, tenda, kru pendaftaran, mobil sewaan dan supir untuk artis, makanan dan minuman serta hal lain yang kebutuhannya sudah mengikuti instruksi dan catatan dalam draf yang dikirimkan oleh penyelenggara dari pusat.

Selain contoh tadi, ada juga Event yang dikonsep oleh EO daerah atas instruksi dari klien, seperti; kami diminta membuat sebuah kegiatan yang akan meningkatkan  brand awareness atau penjualan dan dengan anggaran yang dibatasi atau diberi keleluasaan anggaran tetapi masuk akal. Direktur EO tempat saya bekerja sering bercanda kalau hanya ada 2 model acara dalam dunia EO; konsep acara yang menentukan anggaran atau anggaran yang menentukan konsep acara. Dan 2 model acara itu yang  memang benar dilakukan hingga saat ini.

Lalu bagaimana proses penyelenggaraan acara oleh Event Organizer setiap kali melangsukan kegiatan? Saya ambil contoh lagi dari model acara kedua; anggaran yang menentukan konsep acara. Ini model acara yang akan menguji semua Project Manager (PM) dalam mengelola acaranya. Sang PM harus menghitung secara detail berapa kebutuhan acara seperti berapa banyak harus menyewa tenaga atau kru, biaya  produksi seperti membuat booth atau gerbang dari plywood, menyewa lampu panggung, harus menggunakan genset atau tidak, estimasi persiapan pra acara butuh berapa lama agar tidak terlalu banyak dan lama dalam menyewa tenaga kerja Event, hingga harus memikirkan perlukan menyediakan alat pemadam kecil dan berapakah keuntungan paling masuk akal yang akan diserahkan kepada kantor.

Ini belum lagi harus menghitung anggaran operasional atau sering kami sebut dana entertainment apabila ada klien yang datang berkunjung ke acara di hari H, apakah mereka senang karaoke, ke tempat-tempat hiburan malam atau cukup diajak kulineran di daerah. Setelah semuanya selesai dibuat dan diperhitungkan, maka konsep yang dibuat akan dilaporkan lebih dulu kepada pimpinan, dalam hal ini sang Direktur. Setelah mendapat persetujuan, maka proposal yang dibuat akan diserahkan ke klien. Sama seperti skripsi, klien akan memberikan revisi konsep dan anggaran. Ini bisa berlangsung cukup lama hingga mereka menyetujui dan memberikan kita kontrak kerjasama.

(bersambung)

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Khoirul Siregar

Khoirul Siregar

Lelaki yang Mencintai Banyak Hal