asbak rokok bali
REVIEW

Asbak Rokok Bali, Filosofi di Balik Bentuk Penis

Asbak rokok Bali tidak hanya menjadi oleh-oleh para pelancong, lebih dari itu, bagi masyarakat Bali sendiri, asbak ini ternyata mengandung filosofi.

Ketika plesir ke Bali, banyak sekali teman yang mengirimkan pesan. Pesan yang cukup menggelitik bagi saya. “Lur, titip asbak titit ya”. Begitulah kira-kira pesan yang saya dapat dari banyak teman dekat.

Asbak bentuk penis ini memang seperti menjadi oleh-oleh wajib bagi siapa saja yang bertandang ke Bali. Ibaratnya, jika plesir ke Bali tetapi pulang tidak bawa asbak penis, maka rasanya kurang sempurna.

Asbak penis sendiri memang banyak dijajakan di toko-toko di setiap kaki saya menapaki destinasi wisata. Tidak hanya asbak yang berbentuk penis, tetapi juga souvenir lain seperti gantungan kunci dan lain sebagainya. Ada yang menjual polosan ada yang memberi sentuhan lukis yang amat menawan, tentu saja dengan ukuran yang beragam.

Apakah asbak bentuk titit ini tabu? Ya tergantung siapa yang melihatnya. Kalau saya sendiri, tentu saja tidak masalah. Saya menganggap ini adalah ekspresi seni yang perlu seharusnya mendapat apresiasi, dengan membelinya. Unik dan berbeda.

Jujur, saya pernah menemukan asbak titit ini nangkring di meja salah satu kiai. Saking penasarannya, saya sempat bertanya kepada kiai yang juga saya anggap sebagai guru. Beliau menjawab dengan sangat menakjubkan.

Menurut beliau, asbak ya asbak. Kalau ada orang mikrinya aneh-aneh ya isi kepala dan hatinya yang perlu dibetulkan.

Asbak rokok Bali ini, menurut teman saya orang Bali sarat akan nilai-nilai filosofi.

 

Asbak Rokok Bali Sarat Filosofi

Bali Crafts

Tidak banyak orang yang tahu, jika asbak rokok Bali berbentuk penis ini bernama “lolok”. Lolok sendiri berasal dari benda bersejarah yang bernama  “lingga”. Lingga, dalam ajaran Hindu adalah atribut terkuat Dewa Siwa.

Situs Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyebut lingga sebagai pilar cahaya atau simbol benih dari segala sesuatu yang ada. Banyak orang juga memaknai lingga ini sebagai simbol maskulinitas.

Tidak hanya itu, penggambaran lingga juga terdapat di beberapa candi-candi Hindu, khususnya pada periode Jawa Tengah kuno. Gambaran lingga pada candi-candi itu ada yang vulgar dan halus.

Banyaknya asbak rokok Bali berbentuk penis tersebut tidak semata karena Bali kental dengan agama Hindu. Menurut Dosen Antropologi Universitas Gadjah Mada, Pak Pande Made Kutanegara, kemunculan souvenir tersebut juga bisa diterima masyarakat.

Baginya, Lolok tersebut adalah kreasi bebas dari para seniman. Asbak rokok Bali berbentuk penis tersebut masih eksis lantaran kultur masyarakat sekitar memberikan ruang. Hal ini terjadi dari dulu hingga sekarang.