Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) menolak rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 Tahun 2012. Rencana revisi tersebut dianggap sebagai rentetan agenda pembunuhan massal Industri Hasil Tembakau (IHT) dengan alasan yang dibuat-buat dan dipaksakan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Koordinator KNPK, Badruddin dalam keterangan persnya (8/8). Menurutnya, revisi peraturan ini sebenarnya sudah lama didorong oleh organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan perusahaan asing, yang memiliki kepentingan besar terhadap monopoli IHT.
“Saya kira pemerintah yang memangku kebijakan ini tidak bodoh-bodoh amat. Mereka seharusnya sudah tahu ada kepentingan apa di balik revisi PP 109 ini. Kecuali, ya, pemerintah mau main sendiri,” tegas Badruddin.
PP 109, lanjut Badruddin, sampai saat ini masih bisa diterima IHT, walaupun sebetulnya kalau mau jujur giroh munculnya PP 109 untuk pengendalian IHT bahkan mematikan secara perlahan.PP 109 telah mengatur secara menyeluruh cara main IHT di Indonesia. Bahkan menurutnya, PP 109 ini telah melampaui kerangka pengendalian global alias Framework Convention of Tobacco Control (FCTC). PP 109 inilah dikemknpudian hari menjadi senjata pembunuh pertumbuhan IHT dan sektor pertembakauan di Indonesia dari hulu hingga hilir.
“Adanya dorongan revisi PP 109 ini seperti dipaksakan. Jika pemerintah mau melihat data, prevalensi anak merokok sebenarnya sudah turun dari tahun ke tahun. Tetapi isu ini selalu dijadikan bahan, tidak hanya kepada revisi PP 109 tetapi juga untuk isu lainnya seperti simplifikasi cukai, harga rokok murah, dan sebagainya,” lanjut Badruddin.
Badruddin menilai, antusias pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, dalam menjemput dorongan revisi PP adalah satu bentuk ketidakmampuan institusi menjalankan mandat peraturan yang telah dibuat sendiri.
“Misalnya ya, pemerintah seperti tidak tau fungsi mereka adalah mengawasi dan menegakkan peraturan. Semua aturan main sudah ada di PP 109 dan tinggal dijalankan sesuai mandatnya. Tapi pemerintah seperti tidak tau, apa yang kudu mereka lakukan agar peraturan ini berjalan dengan sebaik-baiknya. Bukan alih-alih malah serampangan ingin merevisi peraturannya,” terang Badruddin.
Revisi PP 109 dan Potensi Negara Kehilangan Pemasukan
Badruddin menilai, selama ini telah banyak sekali peraturan yang secara eksesif menekan ruang hidup IHT. Meski demikian, IHT tetap tegak berdiri dan berdedikasi memberikan sumbangan ekonomi yang besar kepada negara melalui pungutan pajak dan cukai rokok.
PP 109 sejatinya telah mempersempit ruang bergerak IHT. Bagi Badruddin, IHT cakupannya tidak hanya semata pabrik rokok, lebih dari itu IHT juga mencakup banyak lini yang lain. Mulai dari bahan baku, pengolahan, pertanian, kebudayaan, kesejahteraan masyarakat, dll.
“Revisi PP 109 ini sangat berpotensi melumpuhkan salah satu bagian ekosistem tersebut. Jika salah satu bagian tersebut, maka akan menciptakan ekosistem yang pincang. Sehingga yang dipertaruhkan tidak hanya nasib jutaan orang, tetapi juga pendapatan negara,” tegas Badruddin.
Seharusnya, lanjut Badruddin, pemerintah kembali mengingat hal-hal penting yang sudah diberikan oleh IHT kepada negeri ini. Seperti, IHT berhasil berkali-kali membantu negara selamat dari krisis, baik 98 maupun krisis sebab covid-19.
“Peraturan seputar tembakau dan produk olahannya sebenarnya sudah sangat banyak dan bahkan saling tumpang tindih. Rencana revisi PP 109 ini adalah bentuk penghinaan terhadap IHT yang telah mennyumbang pemasukan negara. Maka tidak ada cara lain untuk mengapresiasi kebodohan pemerintah itu, kecuali dengan menolaknya,” pungkas Badruddin.