mercu kretek
Review Rokok

Mercu Kretek: Mercusuar di Tengah Kegelapan

Mercu Kretek adalah rokok produksi PT. Sinar Muria Agung. Rokok murah meriah namun memiliki cita rasa yang sangat istimewa.

Sabtu kemarin, saat sedang di Temanggung untuk menemani salah seorang kawan Komunitas Kretek, saya dihubungi seorang teman dari Jogja yang sedang mengadakan acara di Taman Posong. Namanya Yuke. Dia mengajak saya bertemu malam harinya dan menawarkan saya dan teman-teman untuk menginap di Posong, tapi supaya lebih seru, dia menawarkan untuk menginap menggunakan tenda yang sudah disediakan.

Setelah menyelesaikan urusan di Temanggung, saya bersama 3 orang teman naik ke Posong memenuhi undangan Yuke dan Pak Herman, rekan kerja Yuke. Karena lama tidak bertemu, kami lumayan lama mengobrol di tengah dinginnya cuaca Posong, yang tembus 15 derajat malam itu. Yuke dan Pak Herman menyambut kami dengan suguhan kuliner yang tidak bisa ditolak; kambing guling.

Selepas makan malam, Yuke memamerkan merek rokok Mercu Kretek, hasil produksi PT. Sinar Muria Agung. Dari tulisan nama pabrikan saja saya sudah membayangkan rasa rokok ini akan cocok dengan indera perasa saya yang mengagumi produk-produk buatan Kudus. Dan benar saja, bakaran perdana sudah membuat saya lumayan suka dengan merek ini.

Saat gambar rokok ini saya post di Twitter, ada yang menyebut harga jualnya Rp 6,500 sampai 7,500 di daerahnya, sama seperti kemunculan Rider Kretek pertama kali, harganya bikin kalang kabut merek 169, Patra sampai Gurame, kalau kita kategorikan SKT “manis” adalah pasar yang ingin diserbu Rider dan Mercu.

Dulu, Kota Palu dan mayoritas daerah di Sulawesi Tengah pernah memiliki koran yang mampu membuat koran seperti Kompas terganggu penjualannya, karena berani tampil berbeda dalam bahan baku, isi berita dan harga yang lebih murah. Saya pun mengenal koran kedua setelah Kompas di masa kecil adalah koran Mercusuar, bukan Jawa Pos atau yang lain.

Memang tidak ada hubungannya koran Mercusuar dan Mercu Kretek ini, tapi kalau soal memasuki pasar SKT dengan cara yang berbeda (citarasa dan harga) langkah yang diambil Mercu terbilang bagus. Koran Mercusuar sudah lahir sejak tahun 60-70an, dan merajai penjualan di kabupaten-kabupaten Sulawesi tengah, baru pelan-pelan dia masuk ke Kota palu di sekitar tahun 80-90.

Begitu juga dengan Mercu Kretek, dia masuk dan menyebar di Kota Solo beberapa bulan ini, hampir semua daerah Solo Raya sekarang sudah mengenal Mercu Kretek sebagai rokok alternatif pilihan yang menurut saya semakin menenggelamkan Patra atau bahkan Mustang.

mercu kretek 12

Penyuka rokok manis seperti saya memang tidak akan sering menghisap Mercu, kalau dibandingkan dengan intensitas saya membeli Rider Kretek, tapi sebagai orang yang sudah memiliki penghasilan cukup, merek Mercu ini akan mengisi daftar kesekian untuk pilihan rokok kretek “manis” dan tentu murah.

Saat mencoba ini pertama kali di Posong, embun malam dan dinginnya Posong sudah mengganggu uji coba citarasa rokok ini. Lembab, aroma hisap yang yang tajam terhalang indera penciuman yang sedikit meler. Dan tentu akan tidak adil rasanya menyimpulkan penilaian di kondisi yang kurang tepat.

Tapi dari persoalan cuaca Posong, kendala lembab akibat cuaca dingin yang akan mempengaruhi cita rasa rokok kretek pasti dialami semua merek rokok, bahkan sekelas Dji Sam Soe Magnum atau Djarum Super. Jadi pasti akan ada degradasi rasa kalau kalian mencoba rokok di kondisi cuaca dingin seperti saat berada di Posong malam itu.

Malam ini saya mencoba lagi sebatang Mercu Kretek sambil menulis review ini, di kondisi cuaca yang relatif normal dan hasilnya pun berbeda seperti yang saya alami di Posong.

Hal pertama yang perlu kalian ingat adalah, rokok SKT apapun kalau ujung hisapnya tidak basah karena ludah kalian, akan tetap mengirim citarasa yang stabil ke tenggorokan dan hidung. Memang sulit membuat batang hisap SKT tidak basah sepintar-pintarnya kalian menghisap rokok, apalagi kalau sambil ngobrol.

Maka dari itu pastikan batangan rokok tidak basah atau lembab sebelum kalian memberi penilaian. Nah, biar ini ga sepanjang review saya seperti di L.A Ice Purpleboost, saya coba persingkat dengan tidak menulis langkah-langkah awal mereview rokok seperti yang biasa saya lakukan.

Kalau diempot-empot sebelum terbakar, aroma manisnya unik sedikit mirip seperti Sukun King Size Merah. Jarang sekali saya temui pabrikan yang memiliki ketebalan citarasa seperti Djarum atau Sukun, berani mengambil keputusan beda dan tetap yakin ada konsumen akan menyukainya.

Ada aroma manis, pekat khas rokok kelas dua. Bukan menyepelekan resep racikan Mercu Kretek, tapi bagi kalian yang sudah sering mencoba-coba rokok, pasti sudah bisa atau dengan mudah mengatakan bahwa rokok merek A adalah kelas 2, rokok merek C adalah kelas premium dan seterusnya.

Semudah kita membedakan Nescafe kaleng edisi murah dan edisi mahal, sudah bisa dinilai dari kualitas rasanya. Pernah mencoba Nescafe kaleng versi mahal dan Nescafe kaleng versi murah dengan 3 macam rasa itu kan? manisnya berbeda, rasa kopi dan varian lainnya pun berbeda dari yang versi mahal. Wajar saat pertama kali muncul di pasaran harganya di bawah 10 ribu.

Selain aroma manis yang mirip dengan Sukun King Size Merah, rokok ini juga ada sensasi “legit mampet”, nah ini, ini bagian yang cukup sulit saya jelaskan. Kalau kalian merokok beberapa merek SKT kelas 2 atau 3, maka kalian akan menemui sensasi “legit mampet” di sekitar mulut dan ujung awal tenggorokan, kepulan asap seperti menggumpal dan menyisakan aftertaste yang sedikit lebih lama dari rokok lain.

Mungkin mirip saat kita mengkonsumsi gula merah dan gula pasir, gula pasir akan segera hilang after tastenya setelah kita menenggak air putih, sementara gula merah akan menyisakan rasa lebih menggumpal di bagian belakang mulut dan tenggorokan. Kira-kira itu hal yang paling mudah dan bisa kalian bayangkan soal istilah “legit mampet” yang saya sebut tadi.

Mercu Kretek sudah menegaskan siapa lawannya dan akan bermain di layer ke berapa di pasaran nantinya, itu bisa kalian temukan sejak pertama kali melihat kemasan produk ini yang “outfitnya” memang tidak semenarik 76 atau Samtek, berbekal font warna putih khas orang dewasa, untuk tidak menyebutnya orang tua, dengan warna dasar merah gelap gradasi ke hitam yang menurut saya masih kalah keren dengan Rider Kretek.

Kemasan luar sederhana dan kemasan dalam yang hanya dilapisi plastik itu salah satu alasannya untuk menegaskan rokok-rokok model begini harus terjaga kelembabannya agar tidak merusak cita rasa dan aromanya.

batangan mercu kretek

Wangi bukaan awal kemasan mirip seperti sensasi membuka Djarum 76 SKT, dibandingkan sensasi membuka Rider Kretek yang mirip dengan sensasi aroma dari Djarum Coklat SKT. Ada sensasi wangi tipis dari kertas kemasan luarnya yang tercium dan akan menimbulkan mispersepsi penciuman tentang aroma original dari rokok ini.

Lalu aroma bakaran yang muncul saat pertama kali diisap hingga 30% batang terbakar terbilang mantap, wangi, gurih dan kepulan asapnya tidak membuat konsumen yang terbiasa menghisap rokok kretek menjadi batuk. Hanya saja saya menemui rasa samar antara Rider Kretek dan Sukun King Size Merah di kepulan asap yang saya hembuskan.

Sayang diisapan-isapan akhir mulai dari 60 persen batang terbakar, sensasi asap basah mulai terasa, padahal ujung hisap masih saya usahakan tidak basah terkena ludah. Rasa pelan-pelan mulai ke arah sepet dan pahit tapi masih memunculkan aroma wangi dan rasa manis tipis yang tidak sekuat di bakaran awal.

Tapi bukan rokok murah namanya, kalau tidak memiliki kekurangan atau bahkan kekecewaan, kalau mau yang membahagiakan dan membanggakan ya jangan hisap rokok semodel ini, sana beli cerutu Cigarillos atau mengisap Samsu Refill.

Mercu Kretek calon penguasa jalur selatan

Tembakau rokok mercu

Mercu Kretek, seperti yang saya jelaskan sedari awal, adalah rokok yang berusaha menembus pasaran dengan caranya sendiri dan tentu dengan kekurangan yang dimilikinya. Modal kuat yang dimiliki Mercu yang pertama adalah harga, dengan harga di bawah 10,000 siapapun akan tergoda untuk membeli, tanpa harus terpikir membeli rokok ilegal.

Lalu di kualitas rasa, Mercu Kretek sudah membayar kekurangan pada kemasannya yang kurang menarik perhatian dengan citarasa yang bisa diacungi 1 jempol, orang akan kaget menghisap ini dan mengetahui harganya yang bagi saya terbilang sangat murah di kelasnya.

Yang mengejutkan menurut Yuke, Mercu Kretek cocok dengan mayoritas “lidah” para ahli hisap Solo Raya, ibarat kuliner, Mercu mendapatkan momentum dan menyatu dengan selera nyebat masyarakat di sana dan secara kebetulan juga muncul di tengah mahalnya harga-harga rokok saat ini.

Kondisi Solo Raya ini mungkin akan jadi patokan Mercu Kretek untuk mempelajari langkah penyebaran selanjutnya akan mengambil strategi apa dan akan mengincar kota mana. Karena tidak mudah memaksa orang untuk mengamini cita rasa rokok murah seperti ini tidak kalah saing dengan kelas Gurame, Samtek, 76 atau Djarum Coklat.

rokok mercu

Tapi menurut saya, untuk selera di daerah Jawa Tengah, rokok kretek ini bisa mendapatkan tempat yang nyaman, apalagi dengan rasa yang tidak kalah dengan SKT di lapis kedua. Hanya tinggal kita tunggu, apakah dalam waktu setahun ke depan akan terjadi penurunan rasa seperti yang dialami oleh beberapa merek, atau tetap stabil seperti ini. Hal-hal seperti ini wajar terjadi kalau sebuah merek rokok harus menyesuaikan selera pasar.

Tidak ada kesimpulan yang istimewa soal rokok ini, intinya kalau berharap akan mudah menerima cita rasa sebuah merek rokok murah, ada baiknya kalian menurunkan ekspektasi, jangan pernah membandingkan rokok harga 15 ribu dengan harga 5 ribu. Walaupun ada saja rokok mahal yang rasanya serampangan, dijual di bawah harga 20,000, menumpang ketenaran saudaranya tapi ekspektasi pasarnya di bawah rata-rata.

Saya sederhanakan lagi, kalau dalam seminggu saya disuruh menghisap rokok murah di tengah-tengah kenikmatan rokok premium, maka saya akan memiliki jadwal seperti ini; Senin; Djarum Super & Forte Breeze Menthol, Selasa; Djarum Super & Dji Sam Soe Refill, Rabu; Sukun Executive & L.A Purpleboost, Kamis; Rider Kretek & Esse Honey Pop, Jumat; Djarum Super & 76 Madu Hitam/Djarum Coklat Extra, Sabtu; L.A Purpleboost & Sukun Executive, Minggu; MLD Putih & Mercu Kretek.

Soal seberapa sering kalian akan menikmati Mercu Kretek itu persoalan selera masing-masing. Saya sudah mencoba merek ini dengan segelas kopi Arabika Posong, seusai menyantap kambing guling dan sarapan gudeg, atau segelas kopi susu setibanya di Jogja. Rasanya masih nikmat, masih memiliki kekuatan dan ciri khas SKT walaupun harganya murah, tapi tetap tidak akan menggeser rasa suka saya kepada Rider Kretek.

Salam sebat dan selamat menikmati.