Djarum oasis kudus
Pabrikan

Surat Terbuka kepada Sri Mulyani: Lihatlah Djarum OASIS

Apa kabar, Ibu Sri Mulyani? 2 tahun terakhir ini saya sempat beberapa kali menulis surat kepada Ibu, biasanya itu saya lakukan di akhir tahun seperti sekarang, atau di awal tahun. Ada 2 hal yang biasanya saya tuliskan di dalam surat itu, yang pertama, saya meminta Ibu memikirkan lagi rencana kenaikan cukai. Lalu yang kedua, di awal tahun, saya mengungkapkan kekecewaan kepada Ibu, apabila Ibu menaikkan cukai rokok seperti yang dilakukan di tahun 2020 dan 2021.

Saya sampai bingung mau mengutarakan apa lagi setiap kali ketukan palu kenaikan cukai rokok berbunyi, akibat persetujuan Ibu beberapa tahun lalu. Ibu tahu kalau orang-orang yang hidup karena Industri Hasil Tembakau tidak akan bisa berbuat apa-apa dengan keputusan Ibu. Dan itu menjadi celah besar bagi pemerintah.

Tapi kali ini, saya mau bercerita saja, tentang sebuah komplek perkantoran dan pabrik di kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Yang usia pembangunannya baru saja menginjak angka 10. Lagi lucu-lucunya dan menjadi kesayangan serta perhatian banyak orang. Itu kalau diibaratkan sebagai manusia yang sedang memasuki usia pertumbuhan awal.

Tempat ini adalah saksi saat pertama kali sebuah perusahaan berhasil mewujudkan sebuah komplek perkantoran yang memiliki fasilitas sangat lengkap, tentu ini hasil dari penjualan produk mereka selama puluhan tahun dan berhasil mendapatkan keuntungan.

Tempat ini dibangun setelah perusahaan mengatur keuangannya agar bisa memiliki aset-aset penting sebelum bangunan pertama dibuat, menyelesaikan kewajiban kepada karyawan, sudah memiliki tabungan yang akan digunakan untuk kebutuhan riset, menjalankan strategi penjualan dan pengembangan usaha, serta hal lain yang dianggap perlu sebagai pendukung perusahaan. Baru setelah semua kewajiban dan keperluan tercukupi, bangunan ini pun berdiri.

Lalu tempat ini rasanya cocok disebut sebuah pencapaian luar biasa dari hasil berkembangnya perusahaan selama puluhan tahun, di tempat ini pula perusahaan berharap terjadi sebuah sentralisasi “pemerintahan” di luar Jakarta sekaligus menjadi lingkungan yang bagus untuk digunakan sebagai kawasan perkantoran, dan sebagian dari area ini bisa dinikmati oleh masyarakat umum di kota tempat bangunan ini berdiri.

Tempat ini juga menjadi salah satu destinasi yang oleh sebagian orang adalah tempat yang ingin didatangi, karena area di dalamnya mungkin sudah bisa disetarakan dengan kantor Googleplex yang unik dan megah di Amerika itu. Tatamulia Nusantara Indah membangun tempat ini pada tahun 2012, dan memang diperuntukkan untuk kawasan perkantoran, pabrik serta kantor departemen lain untuk mendukung gerak dari perusahaan ini.

Dari tempat ini pula, ribuan orang, terutama karyawan serta mantan karyawan akan mengenang bagaimana perjalanan karir mereka, loyalitas serta sumbangsih mereka kepada perusahaan selama ini, bagaimana karyawan yang sudah bekerja selama belasan atau puluhan tahun bisa menyaksikan sebuah bangunan yang membuat mereka ikut bangga dengan pencapaian perusahaan.

Dari tempat ini pula, ada ratusan pekerja yang merasa sangat beruntung bisa pindah kesini karena mungkin memasuki jenjang karir yang lebih tinggi dan menikmati ruangan baru dan bersih, tempat yang luas, serta fasilitas perkantoran yang tidak ditemui di tempat sebelumnya. Sementara ada ratusan orang lagi yang di karir pertamanya beruntung bisa langsung ditempatkan di sini.

Sementara saya, dan ribuan orang yang pernah berkunjung kesini adalah orang-orang yang beruntung memiliki kesempatan berkunjung dan melihat tempat ini. Dalam hati kami mungkin berkata; “begini seharusnya sebuah area perkantoran, tidak harus meniru luasnya, tapi paling tidak lingkungan dan fasilitas penunjang bagi karyawannya”, atau; “seandainya bisa, mungkin saya senang sekali bisa bekerja di sini, meskipun sebagai karyawan yang levelnya hanya tukang bersih kebun, atau sekadar tukang siram tanaman 3 kali seminggu”.

Tempat ini mungkin pernah melakukan pemecatan kepada beberapa karyawan, yang menyebabkan kesedihan, melihatnya harus meninggalkan salah satu tempat bersejarah bagi perusahaan ini. Tempat ini mungkin pernah melakukan kesalahan ke beberapa orang, atau hal kurang baik lainnya sebagai bagian dari dinamika sebuah perusahaan, dan tempat ini mungkin juga terus melakukan perbaikan demi perbaikan di lingkungan kerja agar semakin hari ini menjadi tempat yang ideal untuk bekerja.

Sementara di luar sana, tempat ini menjadi ukuran kekayaan pemilik perusahaan dan malah menjadi perdebatan. Masyarakat luas menilai megahnya sebuah bangunan adalah kenikmatan bagi sang pemilik perusahaan, yang pada kenyataannya tidak semuanya seperti itu, ada bangunan yang memang dipikirkan untuk dibangun dengan tujuan untuk peningkatan kualitas SDM, dengan bekerja di tempat yang lebih bersih dan bagus maka sang pekerja akan merasakan kenyamanan lebih dan mempengaruhi cara kerja yang tentu akan semakin membaik dari sekedar bekerja di ruangan sempit, kotor dan padat pemukiman.

Kekayaan yang dimiliki oleh pemilik perusahaan rasanya hal yang biasa dan lumrah di negara manapun. Permen yang kita kunyah, minuman kemasan yang sering kita beli, ban mobil atau motor yang kita ganti 1-2 tahun sekali, celana dalam yang kita pakai hingga obat-obatan penghilang nyeri dan pusing yang kadang kita konsumsi, semua pemilik perusahaannya adalah orang yang sudah pasti menjadi kaya.

Semua pemilik perusahaan memang punya tujuan sama; menambah pundi-pundi uang dengan memperbanyak produksi. Mereka membangun tim yang kemudian bertugas merancang strategi penjualan, membuka bidang usaha baru, merawat ribuan karyawan yang mereka punya, menambah pekerja dan menampung mereka yang mungkin kurang beruntung, kesulitan mendapat pekerjaan karena pendidikan yang terbatas dan hanya mampu menjadi buruh, tukang rumput, petugas kebersihan atau supir seperti saya.

Tapi belum tentu pemilik perusahaan memiliki visi yang sama; meningkatkan kualitas SDM dan memberikan lingkungan kerja yang layak, mungkin sebagian dari mereka hanya berpikir bagaimana bisa punya rumah dan fasilitas hidup yang mewah. Juga tidak semua pengusaha memikirkan bagaimana sebagian kekayaan mereka bisa bermanfaat bagi orang lain yang benar-benar membutuhkan.

Tempat ini mungkin juga telah melahirkan banyak orang yang sekarang bekerja untuk perusahaan lain dan merasa tempat bekerjanya sekarang lebih buruk di beberapa hal dibandingkan saat dia bekerja di tempat ini. 

Kota Kudus bisa saja menjadi saksi kalau tempat yang bernama Oasis ini, adalah area yang mungkin 10-20 tahun lagi akan menjadi tempat angker, dipenuhi rumput liar yang tidak akan pernah diingat atau dikenal oleh generasi yang lahir di tahun pandemi, generasi yang lahir di tahun-tahun anda, Ibu Sri Mulyani, yang ingin terus meraup keuntungan dengan mencari celah sekecil mungkin dari berbagai sektor, salah satunya Industri Hasil Tembakau. 

djarum oasis

Hilangnya Oasis di Kudus kelak mungkin akan tergantikan oleh “Oasis” ilegal di beberapa kota akibat ketidakmampuan pemerintah di era Ibu yang gagal mengatur keuangan negara, tutup mata dengan kejadian di lapangan, salah strategi selama bertahun-tahun dalam menanggulangi masalah penjualan rokok yang semakin masif sejak tahun 2018 hingga hari ini. Penyergapan truk pinggir jalan yang muncul di banyak stasiun televisi tidak akan ada gunanya sama sekali. 

Oasis lahir di Kudus bukan karena peredaran rokok ilegal, bangunan itu terbuat dari hasil strategi penjualan produk yang legal, halal, paham dan patuh peraturan, sekaligus sebagai tempat yang bisa diperas dan diinjak oleh pemerintah atau bahkan tokoh politik. Bangunan megah itu dibuat untuk kenyamanan dan kemewahan karyawan mereka, bukan untuk membahagiakan pemerintah dan negara yang seperti ini.

Ibu Sri yang masih saja saya kagumi, Oasis mungkin rela menyerahkan sebagian infrastruktur dan fasilitasnya untuk Ibu kalau Kemenkeu mau berkantor di sana, andaikata Ibu tidak tutup mata seperti ini, seakan-akan lapangan pekerjaan di sektor IHT ini bukan apa-apa dibandingkan BUMN, salah satunya adalah hasil tani para pekerja ladang yang akhirnya mampu diolah sehingga menghasilkan kepulan asap bagi banyak rumah tangga di negara ini.

Dari hasil pertanian mereka yang diserap pabrik dan diolah berdiri kokoh sebuah jembatan, rumah sakit, beasiswa bagi siswa kurang mampu, pembinaan atlet, sarana pendidikan, bantuan kemanusiaan dan hal positif lain di negara ini. Itu tidak terhitung yang datang minta “sumbangan” kampanye ya, Bu. Mustahil kalau tidak ada oknum yang melakukan itu.

Belum lagi pertanian cengkeh yang mungkin sekitar 60-70% hasil panennya tidak akan terserap karena tidak ada pabrik minyak, bumbu dapur atau obat-obatan dan parfum yang akan mengambil komoditi cengkeh sebanyak pabrikan kretek. Ini tidak mengada-ada, karena ada catatan yang dimiliki stakeholder dan pemerintah mengenai ini.

Kelak, kalau mereka tidak menghasilkan tumpukan tembakau, atau cengkeh, yang dimasukkan keranjang kemudian diolah, tidak akan ada yang mau dan rela membantu banyak orang di negara ini. Bukan beasiswa dari permen, bukan biaya pengobatan yang disediakan oleh snack kentang, bukan fasilitas umum yang diberikan oleh minuman botol berpemanis atau pembinaan atlet oleh perusahaan farmasi internasional.

Oasis akan hilang, Bu. Cepat atau lambat. Petani tembakau atau cengkeh  akan menangis, terharu, saat mereka mengingat hasil ladang mereka yang sudah memberikan kontribusi secara tidak langsung. Supir truk akan memandang gudang-gudang tembakau yang tidak terurus dan lapuk, menunggu dirubuhkan. Semuanya akan terjadi, saat Ibu masih hidup atau saat Ibu sudah meninggalkan kami semua di dunia ini. Dan penyebab dari kepedihan itu adalah pemerintah yang diwakili oleh Ibu Sri, dengan jabatan dan kekuasaan yang Ibu miliki saat ini.

Oasis akan dilupakan, oleh orang-orang yang lahir 2-3 generasi setelah cucu Ibu dewasa. Tidak ada lagi sejarah yang mengingat dan menghargai Kudus, Kediri, Temanggung, Munduk, Malang atau Lombok dan Madura. Semua akan gelap, menikmati yang katanya rokok elektrik berinovasi, atau mereka yang bermain di pasar rokok ilegal dan berjualan di sudut-sudut gelap perkotaan, seperti sedang jualan narkotika.

Berdoa saja, Ibu. Saat saya atau Ibu sudah tidak ada di dunia ini, pemerintah kita tidak sebrengsek sekarang. Tokoh-tokoh politik memeras pemilik perusahaan untuk menambah amunisi  kampanye politik, pemerintah sibuk bekerja sama dengan pihak luar yang sudah sangat jelas sekali terlihat oleh warga negara sedang masuk dengan cara yang dianggap sopan dan mencoba mengatur negara ini, mending kalau itu berguna untuk bangsa.

Oasis akan hilang dari Kudus, saat pemerintah sudah berhasil menghisap segala keuntungan yang ada di dalam Oasis dengan berbagai alasan demi kemajuan bangsa negara yang bisa saya sebut sebagai alasan sampah! Dan Ibu adalah salah seorang yang mengeluarkan pernyataan-pernyataan sampah itu, dengan terus mencari celah dan cara meraup pendapatan dari Industri Hasil Tembakau.

Oasis akan berhenti melakukan pembinaan olahraga, lingkungan, seni dan budaya serta hal penting lain yang tidak bisa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang katanya milik Indonesia dan ingin berbakti kepada negeri dengan membanjiri iklan CSR di  televisi dan hasilnya tidak seberapa itu.

Saat Oasis sudah tidak ada, dan kita berdua masih hidup, Bu. Saya akan membuatkan sebuah surat lagi, surat terakhir saya untuk Ibu, sebagai puncak kekesalan saya. Walaupun saya yakin, di hari itu, saya masih tetap akan mengingat bahwa saya pernah mengagumi Ibu selama bertahun-tahun. Dan kalau kita punya kesempatan bertemu, saya bisa saja luluh, tidak semudah ini marah kepada Ibu. Tapi itu nanti, bukan sekarang, saat Industri Hasil Tembakau sedang ingin dimatikan oleh Ibu.

Sehat selalu, Ibu. Kalau kita berdua berumur panjang, mungkin kita berkesempatan melihat Industri Hasil Tembakau di 5-10 tahun ke depan yang hanya tinggal kenangan berupa audio visual atau tulisan di Museum Kretek Kudus. Dan semoga negara ini sudah tidak ditumpangi oleh asing dan orang-orang busuk. Dan semoga itu bukan karena tidak ada lagi uang yang bisa dikeruk di sini.