OPINI

Isu Larangan Jokowi Jual Rokok Ketengan, Buat Perokok Biasa Saja

Isu larangan menjual rokok batangan (ketengan) dari Presiden Jokowi bisa jadi merupakan hal yang biasa buat para perokok. Sebab, ada peraturan yang lebih kejam di Indonesia buat perokok, dan seolah tak pernah berlaku.

Padahal pasal 199 UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan orang yang merokok di tempat umum akan dikenai sanksi pidana penjara enam bulan serta denda sebesar Rp50 juta.

Tapi faktanya, kita masih bisa menikmati kretek hingga tuntas di ruang publik yang sejuk. 

Lantas kini muncul rencana larangan menjual rokok ketengan, yakin akan berdampak?

Sejatinya, merokok tidak berhubungan dengan urusan ekonomi. Sebaliknya, banyak orang yang sulit bekerja saat tak memiliki rokok.

Apalagi, Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek, Badruddin menilai larangan menjual rokok ketengan merupakan isu yang menjerumuskan Presiden Joko Widodo.

Badruddin menyebut, ada sejumlah pihak yang bermain dalam isu kesehatan penjualan rokok ketengan, dengan alasan menekan jumlah konsumsi rokok mengatasnamakan Jokowi.

Dikutip dari sejumlah media massa yang sudah populer,  Jokowi menyampaikan telah  menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2022 tentang program penyusunan peraturan pemerintah tahun 2023. 

Salah satunya akan mengatur larangan penjualan rokok batangan.

Dalam Keppres tersebut bagian 6 ada Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

rokok eceran

Disebutkan dasar pembentukan dari Pasal 116 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 

Dalam rencana ini bahkan ada penambahan luas persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau.

Tidak berhenti di situ, muncul kabar rancangan pelarangan iklan produk tembakau di media teknologi informasi

Badruddin secara terang-terangan menyebut, media massa harusnya melakukan disiplin verifikasi. 

Apalagi, isu ini muncul menjelang tahun politik. Menurutnya, ada pihak yang ingin menjerumuskan Jokowi lewat isu pelarangan rokok ketengan

Jokowi bahkan menyebut ada sejumlah negara yang telah melarang penduduknya merokok.

Faktanya, sejumlah negara yang terkenal ketat seperti Selandia Baru, California masih memperbolehkan penduduknya merokok dengan sejumlah aturan khusus. Peraturan di Indonesia tak kalah ketat, namun juga tak pernah berjalan efektif. 

Sebab, rokok merupakan kenikmatan yang juga dinikmati para penegak hukum dan pembuat kebijakan.

Kalau pun penjualan rokok ketengan dilarang, siapa yang akan menjadi aparat penegak hukum? Polisi? banyak dari mereka yang merokok.

Satpol PP? sama saja.

Apalagi, menikmati rokok tidak hanya diakses lewat membeli sebatang dua batang. Banyak pemuda yang sudah tak gengsi meracik tembakau lintingan. Bahkan, sejumlah petani juga menanam tembakau untuk dirokok sendiri. 

Lantas siapa yang bilang rokok membuat orang semakin jatuh miskin? 

Isu kemiskinan merokok sejatinya, bisa jadi dari para anti rokok lewat otoritas negara lewat kenaikan cukai. Setelah rokok semakin mahal, tentu logika memiskinkan ini semakin menguat.

Sementara negara memasang cukai mahal dan ikut menikmati pajak dari penjualan rokok?