logo boleh merokok putih 2

Kekejian Sri Mulyani Terhadap Petani Tembakau

sri mulyani

Sri Mulyani berperan besar bagi hancurnya industri hasil tembakau di tanah air, sebuah industri lokal yang berdaya selama lebih dari seabad di negeri sendiri.

Industri hasil tembakau dengan rokok kreteknya, bisa disebut sebagai contoh nyata dari sokoguru perekonomian nasional. Industri ini mampu menggerakkan perekonomian secara luas melalui pembudidayaan bahan baku tembakau dan cengkeh, serta membuka lapangan pekerjaan dalam proses pembuatannya, serta konsumen terbesarnya juga orang Indonesia sehingga membuat industri ini tahan terhadap krisis. 

Keunikannya, proses pembuatan rokok kretek yang mengandalkan cengkeh sebagai bahan baku utama membuat produk ini tidak bisa dibuat di negara lain. Cengkeh merupakan tanaman endemik Indonesia yang sebagian besar dibudidayakan negara sendiri. 

Namun, apa yang baik bagi ketahanan perekonomian nasional ini justru dihancurkan oleh orang sendiri. Salah satu diantaranya adalah Sri Mulyani, yang mempunyai peran penting untuk membuat penghancuran itu mungkin dan terjadi melalui instrumen jitu tarif cukai yang tinggi. 

Punggutan cukai rokok ini diadopsi oleh Sri Mulyani dari cara kolonial untuk keluar dari krisis ekonomi yang terjadi tahun 1930-an. Dari sana diketahui bahwa industri rokok dalam negeri punya ketahanan yang handal, cepat pulih dari krisis, dan tetap diminati konsumen meski perekonomian sedang kacau.  

Bedanya, pemerintah kolonial Belanda meskipun mengenakan tarif cukai tetapi melihat industri hasil tembakau memiliki peranan penting bagi tumbuhnya perekonomian di daerah. 

Sedangkan, Sri Mulyani menggunakan instrumen ini menutupi ketidakbecusannya untuk mengoptimalkan pendapatan negara dari sektor lain. Juga ketidakberdayaannya melawan garong-garong bagi keuangan negara yang justru banyak berkeliaran di lembaga yang dia pimpin. 

Maka, tarif cukai terus dia dinaikkan agar negara mendapat pemasukan yang besar. Momentum dorongan dari lembaga kesehatan bisa juga dijadikan alasan untuk peningkatan tarif cukai terus terjadi tiap tahun. Kecenderungannya pun target penerimaan dari cukai rokok selalu tercapai nominalnya. 

Yang menjadi catatan, ketercapaian target cukai yang terjadi tiap tahun itu telah menggerogoti industri hasil tembakau di tanah air. 

Ketercapaian target cukai rokok tidak lagi disebabkan oleh pertumbuhan industri ini melainkan dikarenakan tambahan pungutan cukai yang dibebankan pada setiap batang rokok makin besar. 

Ketika beban tarif cukai dan pajak sudah terlampau tinggi sehingga berat bagi industri hasil tembakau bertahan. Agar bisa bertahan perusahaan rokok harus mengurangi biaya bahan baku, baik itu dari segi kuantitas maupun kualitas. Hal ini yang membuat kebijakan ekonomi yang ditetapkan oleh Sri Mulyani justru membuat petani tembakau sengsara. 

Secara lebih rinci berikut dampak-dampak kebijakan yang ditetapkan Sri Mulyani bagi petani tembakau di tanah air.

Tembakau dengan Mutu Terbaik Tidak Ada yang Beli

Dengan beban yang tinggi yang dipikul oleh perusahaan rokok melalui tarif cukai dan pajak membuat porsi pendapatan bagi pencipta nilai tambah, di sini pabrik rokok, berkurang drastis. Dengan porsi kecil berkisar 16,4% sampai 23,7% persen pendapatan yang diterima pabrik mereka harus menanggung biaya distribusi, iklan, peracikan dan pengemasan, bahan baku, tenaga kerja, dan lain sebagainya. Hal itu masih ditambah harga diskon kepada konsumen karena daya beli menurun. 

Keadaan ini yang membuat pabrik rokok melakukan segala cara untuk melakukan penghematan biaya. Salah satu diantaranya ialah mengurangi standar bahan baku dengan menghilangkan atau mengurangi penggunaan tembakau bermutu tinggi karena justru memberi tambahan biaya. 

Sejak beberapa tahun terakhir tidak ada lagi kebiasaan dari pabrik-pabrik yang berlomba untuk mendapatkan tembakau dengan kualitas baik. Tentu perlombaan itu menyenangkan bagi petani karena membuat tembakau terbaik mereka diburu dengan harga tertinggi.

Kesepakatan 3 Pihak Tidak Jalan

Sebelumnya, dengan industri rokok yang relatif stabil akan mudah menentukan kebutuhan bahan baku tembakau. Tetapi, dengan beban tarif cukai yang tinggi membuat rokok-rokok legal sulit bersaing di pasaran. Digerogoti oleh rokok ilegal yang jauh lebih murah. 

Keadaan ini membuat pabrik-pabrik rokok sulit memprediksi serapan pasar atas produk bikinan meraka serta kesulitan menentukan membutuhan bahan baku. 

Padahal, prediksi kebutuhan bahan baku sangat dibutuhkan petani agar luasan tanam tidak melebihi kuota sehingga mengakibatkan tembakau mereka tidak terserap.

Tembakau Dijual Murah, yang Penting Terjual

Setelah tidak terbeli oleh pabrikan. Petani tidak punya pilihan selain menyerahkan ke pabrik rokok ilegal. 

Ketidakterserapan tembakau petani karena kuota tanam tidak bisa diprediksi mengakibatkan petani tembakau asal tanam saja. Kemudian, di saat panen karena melimpahnya hasil panen membuat tembakau tidak terserap. 

Maka, petani tidak punya pilihan lain kecuali menyerahkan tembakau dengan harga murah. Asal terjual. Tembakau-tembakau inilah yang kemudian jatuh ke pabrik rokok ilegal.

Nahas juga nasib petani, yang dinanti-nantikan Dewi Sri yang senantiasa memberikan rahmat dan berpihak kepada petani. Tetapi, yang dipunya hanya Sri Mulyani, yang hanya berpikir tentang apa yang dia dapat dari cukai dan pajak. Sama sekali tidak memikirkan nasib petani.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis