Kejahatan di bidang Bea dan Cukai berbahaya dan mengancam hajat kehidupan banyak orang. Pelaku kejahatannya layak dirajam.
Terungkapnya sejumlah oknum di Kementerian Keuangan yang memiliki kekayaan tak wajar membuat kita patut mewaspadai bahwa fakta itu hanya membuka kotak pandora yang tersembunyi di lembaga bendahara negara.
Terlebih, semalam 29 Maret 2023, Ketua komite Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta Menko Polhukam Mahfud MD, kembali membeberkan fakta secara lebih gamblang di rapat bersama Komisi III DPR RI. Data yang disampaikan Mahfud MD setidaknya terdapat 491 entitas di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang terlibat dalam skandal Rp349 triliun.
Di Kemenkeu selain Direktorat Jenderal Pajak, terdapat pula Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Keduanya adalah lembaga penting yang menjalankan kewenangan negara agar mendapatkan biaya untuk program-program pembangunan.
Kita akan lebih mencermati terkait Dirjen Bea dan Cukai yang dekat dengan kita. Kehadiran fakta-fakta yang diungkapkan oleh Mahfud MD ini seperti memberikan titik terang bagi peredaran rokok ilegal, yang seolah tidak serius untuk diberantas sampai akar-akarnya oleh aparatur negara di Dirjen Bea dan Cukai.
Sehingga, menimbulkan kecurigaan di mata orang awam seperti kita, jangan-jangan peredaran rokok ilegal sengaja dirawat dan menjadi pemasukan sampingan yang diterima oleh oknum-oknum di Dirjen Bea dan Cukai.
Kecurigaan ini muncul bukan tanpa sebab. Kita sama-sama tahu bahwa peredaran rokok ilegal sangat gamblang terjadi di depan mata. Peredarannya pun tidak lagi sembunyi-sembunyi. Ditawarkan di warung yang sama dengan rokok legal. Serta beredar luas di marketplace dan media sosial. Para penikmatnya pun kerap kali membagikan rokok-rokok ilegal yang dikonsumsi di media sosial.
Tetapi, kenapa bea dan cukai seolah membiarkan hal ini terjadi? Dan meskipun ada penindakan tak sanggup melacak sampai ke hulunya. Siapa yang memproduksi?
‘Pembiaran’ peredaran rokok ilegal oleh Dirjen Bea dan Cukai menimbulkan dampak yang merugikan, diantaranya:
1 Negara Kehilangan Pendapatan Karena Peredaran Rokok Ilegal

Merokoklah yang legal, meski duit cukai dan pajaknya disalahgunakan.
Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau merupakan komponen yang penting bagi keuangan negara karena memberikan porsi besar di samping pajak dan sektor migas. Angka penerimaan cukai hasil tembakau tahun 2022 mencapai Rp 218,62 triliun.
Harapan penindakan rokok ilegal sampai ke hulu ini berpotensi menambah penerimaan negara dari cukai hasil tembakau. Terlebih hasil kajian riset Indodata 2021 peredaran rokok ilegal di Indonesia mencapai angka 26,30% dari keseluruhan pangsa pasar rokok di Indonesia. Nilai tersebut membuat negara kehilangan pendapatan Rp53,18 triliun.
Kerugian negara itu hanya satu tahun saja pada 2021. Kerugian itu diperkirakan lebih besar lagi terjadi pada 2022 serta 2023 mengingat terjadi kenaikan tarif cukai hasil tembakau.
2 Hajat Hidup Orang Banyak yang Terlibat dalam Industri Rokok Terancam
Dirjen Bea dan Cukai memiliki peran vital dalam perekonomian nasional. Tanggung jawab yang diemban lembaga ini menyangkut hajat hidup orang banyak, terutama industri nasional yang memiliki kerentanan sehingga perlu perlindungan.
Kelonggaran pengawasan, terlebih ditengarai ada oknum-oknum yang ‘bermain’, membuat dampak yang besar bagi industri di dalam negeri.
Hal ini tidak hanya menyangkut industri rokok saja, di industri yang lain misalnya garment, pertanian dll justru kerapkali menghadapi masalah dengan masuknya produk dari luar negeri secara ilegal sehingga mengakibatkan terjadinya PHK atau kerugian yang besar bagi pengusaha di dalam negeri.
Dalam industri rokok dengan tekanan tarif cukai yang tinggi membuat peredaran rokok ilegal menjadi bisnis yang terbuka. Juga sangat menguntungkan. Hal ini tidak hanya bagi pengusaha ‘nakal’ di dalam negeri saja. Karena kenaikan tarif cukai yang tinggi dan mengalami kenaikkan setiap tahunnya membuat harga rokok di Indonesia jauh lebih tinggi sehingga membuka peluang bagi peredaran rokok ilegal dari luar negeri.
Pangsa pasar yang besar di tanah air menambah daya tarik di bisnis rokok ilegal.
Rokok Luffman dan teman-temannya, yang menjadi trend di kalangan anak muda karena harganya yang murah ditengarai berasal dari Vietnam.
Keadaan ini bila dilanjutkan dikhawatirkan industri rokok tanah air yang bergerak secara legal justru akan mengalami problem yang lebih besar sehingga menimbulkan banyak efek turunan. Sebelumnya, mereka telah terkena penurunan daya beli konsumen akibat pandemi. Juga terkena kenaikan tarif cukai lagi. Masih harus berurusan dengan peredaran rokok ilegal yang dijual dengan harga jauh lebih murah karena tanpa komponen biaya pajak dan cukai.
Dampak yang lebih besar kini makin terbuka yakni terjadi PHK besar-besaran karena pabrikan rokok legal merugi. Para petani tembakau dan cengkeh di hulu juga mengalami imbas yakni tidak terserapnya hasil pertanian mereka.