Salah satu program yang didanai oleh DBHCHT adalah program pembinaan lingkungan sosial untuk mendukung bidang kesejahteraan rakyat salah satunya pemberian BLT kepada buruh tani tembakau, dan atau buruh pabrik rokok oleh Pemerintah Daerah.
BLT di Beberapa Daerah
BLT DBHCHT diberikan dalam bentuk uang yang disalurkan secara tunai agar dapat digunakan oleh penerima bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, atau digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa dalam rangka peningkatan kesejahteraannya.
Sebagai contoh, di kota Banjar pada Tahun 2022, BLT DBHCHT diberikan dalam satu kali penyaluran kepada 90 orang buruh pabrik rokok, serta anggota masyarakat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Wali Kota yang terdiri dari; lansia 1567 orang, penyandang disabilitas 380 orang, serta 153 orang penderita penyakit kronis.
Besaran bantuan untuk lansia dan buruh pabrik rokok masing-masing sebesar Rp. 500.000,-, serta untuk penyandang disabilitas dan penderita penyakit kronis sebesar Rp1.200.000,-, dengan total BLT DBHCHT sebesar Rp. 1.468.100.000.
Bantuan Langsung Tunai dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) ini, diberikan setelah persetujuan Pemerintah Pusat untuk semua daerah penghasil tembakau di Indonesia.
Contoh lain di tahun 2022 dilakukan di Blora, penyaluran perdana BLT untuk para petani dan buruh tani tembakau ini dimulai di Desa Genjahan, Kecamatan Jiken.
Dalam laporannya, Kepala Dinas Sosial PPPA Blora, Dra. Indah Purwaningsih, M.Si., menyampaikan bahwa BLT DBHCHT ini disalurkan khusus untuk para petani dan buruh tani tanaman tembakau yang ada di Kabupaten Blora. Termasuk para buruh pabrik rokok.
Menurut penjelasan Indah Purwaningsih, di Blora, setelah dilakukan pencocokan data dari Dinas Pertanian dengan data Kemiskinan, telah tervalidasi sebanyak 4.405 penerima. Terdiri dari 4.345 petani dan buruh tani tembakau, dan 60 buruh pabrik rokok. Semuanya tersebar di 57 Desa, 12 Kecamatan se Kabupaten Blora.
Untuk besaran BLT DBHCHT per bulan satu keluarga mendapatkan bantuan sebesar 300 ribu rupiah, selama empat bulan berturut-turut di tahun yang sama.
Harapannya, BLT DBHCHT dari pemerintah pusat ini bermanfaat untuk para petani dan buruh tani tembakau, serta buruh pabrik rokok. Dalam rangka pemulihan ekonomi pasca pandemi dan kenaikan BBM. Dan dipastikan tidak ada potongan dari pemangku kebijakan di masing-masing daerah.
Asal Muasal BLT dari DBHCHT
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) adalah bagian dari dana yang diberikan Pemerintah Pusat kepada Provinsi lalu diserahkan ke Daerah penghasil cukai dan/atau tembakau, seperti yang dilakukan di kedua daerah yang disebut di atas.
Di masa pandemi Covid-19 penerimaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) bagian provinsi dan kabupaten/kota keduanya dialokasikan untuk mendanai program yang telah tercantum dan diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai
cukai.
Program-program ini lebih diprioritaskan pada bidang kesehatan dengan tujuan untuk mendukung program jaminan kesehatan nasional terutama peningkatan kuantitas dan kualitas layanan kesehatan serta pemulihan perekonomian di daerah. Dalam Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 206/Pmk.07/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
Alokasi Anggaran
DBHCHT dialokasikan dengan prioritas pada bidang kesehatan sebesar 25%, pemulihan perekonomian di daerah yang diprioritaskan pada bidang kesejahteraan masyarakat sebesar 50%, serta 25% untuk dukungan optimalisasi penerimaan CHT pada bidang penegakan hukum.
Melalui rincian penggunaan DBH CHT itu diharapkan dapat menjadi salah satu sumber pendanaan dalam mendukung bidang kesehatan meningkatkan kesejahteraan buruh tani tembakau, buruh pabrik rokok dan atau petani tembakau yang mana telah memberikan kontribusi terkait penerimaan Cukai dan mengoptimalkan penerimaan Cukai hasil tembakau antara lain; dengan cara mengurangi peredaran Barang Kena Cukai (BKC) dan mendorong pembentukan Kawasan Industri hasil tembakau.
Kendala di Lapangan
Walaupun sempat ada penelitian yang dilakukan di tahun 2008, yang menyebutkan pelaksanaan program/kegiatan alokasi dana CHT banyak menemukan kendala, daerah-daerah sebagian besar belum memiliki program khusus atau perencanaan matang atas alokasi dana DBHCHT.
Basjir, dkk. (2010) melakukan kajian ekonomi dalam hal DBHCHT di Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kudus, dan Kabupaten Kediri menunjukkan ketidak tepatan pengalokasian DBH CHT pada sektor pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum sebesar minimal 50%. Idealnya pengalokasian dana DBHCHT digunakan untuk pelayanan kesehatan masyarakat dan peningkatan kualitas pelayanan umum.
Penelitian lain oleh Rolisa, dkk (2014) menyebutkan pelaksanaan pemanfaatan DBHCHT di Jember masih belum sesuai sasaran, serta selama ini pengukuran keberhasilan dari program-program tersebut hanya berdasarkan pada capaian kinerja menurut penyerapan anggaran dan tidak berdasarkan pada perubahan positif dan manfaat yang diterima oleh masyarakat.
Ini sejalan dengan pendapat Suteki & Nastiti (2020) mengenai tingkat kesejahteraan para buruh tembakau. Menurut pandangannya tingkat kesejahteraan para buruh tembakau masih belum seluruhnya dalam kondisi layak, sehingga pemerintah daerah perlu memperjuangkan konsep regulasi teknis untuk memikirkan nasib buruh/karyawan.
Pemerintah daerah kabupaten juga perlu untuk memprioritaskan nasib para buruh/karyawan dalam regulasi di tingkat teknis dalam pengelolaan DBHCHT.
BLT, DBHCHT dan COVID19
Intervensi pemerintah dalam DBHCHT pada masa pandemi Covid-19 dapat
dilihat dari Kemenkeu yang mengeluarkan PMK Nomor 206/PMK.07/2020. Tujuan dari kebijakan tersebut untuk memperbesar porsi kesejahteraan masyarakat dan melakukan refocusing alokasi anggaran.
DBHCHT setiap tahunnya mengalami kenaikan, maka dalam pemanfaatannya harus dibarengi dengan semakin transparan, akuntabel dan tertib. Intervensi lainnya yaitu dengan rencana pembentukan kawasan industri hasil tembakau dengan tujuan adanya kawasan industri tersebut akan mengcluster tembakau dalam penataan yang lebih baik.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia No. 206/PMK.07/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi DBHCHT membahas mengenai salah satunya DBHCHT dimanfaatkan untuk mendanai kegiatan apa saja.
Alokasi dana DBH CHT terbagi menjadi 3 bagian yaitu; bidang kesejahteraan masyarakat 50%, bidang penegakan hukum 25%, dan bidang kesehatan 25% yang tentunya sudah disebutkan dalam peraturan.
Bidang kesejahteraan masyarakat mendapat alokasi anggaran paling besar didasarkan pada kondisi masyarakat yang terdampak Covid-19. Banyak petani yang mengalami gagal panen dan alokasi dana kesejahteraan dapat digunakan untuk pelatihan, sarana prasarana, penanganan panen/pasca panen.
Mekanisme penyaluran DBH CHT dari pemerintah pusat kepada daerah yaitu; Pada awal tahun pemerintah memberikan DBH CHT kepada Pemerintah daerah, yang selanjutnya pemerintah
daerah akan mengelola dana tersebut untuk berbagai kegiatan yang telah ditetapkan pada Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No. 206/PMK.07/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi DBHCHT yang menyebutkan bahwa DBHCHT digunakan untuk mendanai program pemberantasan barang kena
cukai illegal, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, pembinaan lingkungan sosial, pembinaan lingkungan dan peningkatan kualitas bahan baku.
Lalu pada akhir tahun, setiap daerah diharuskan memberikan laporan alokasi DBHCHT telah digunakan untuk apa saja yang kemudian diperiksa dan dinilai oleh Direktorat Bea dan Cukai. Penilaian
mengenai apakah pemerintah daerah menerapkan kewajibannya dengan benar ini akan berpengaruh dalam besaran dana yang akan diberikan pada tahun berikutnya.
DBHCHT, BLT Rokok dan Pelaksanaan di Lapangan
Tapi, pada tahun 2021, alokasi penggunaan DBHCHT dalam bidang kesejahteraan masyarakat cukup menimbulkan banyak pertanyaan diantaranya mengenai bagaimanakah kejelasan dalam pelaksanaan program-programnya.
Sempat disinggung di atas bahwa alokasi DBH CHT dimanfaatkan untuk memberi bantuan langsung tunai (BLT) kepada buruh pabrik rokok dan buruh tani tembakau, hal ini menimbulkan banyak respon mengenai kriteria apa yang memenuhi buruh pabrik rokok dan buruh tani tembakau agar dapat menerima BLT.
Dalam Buku Saku Ringkasan Pertanyaan
Penggunaan DBHCHT 2021 (2021), diberikan jawaban mengenai kriteria tersebut yaitu BLT hanya berlaku untuk satu individu dalam satu kartu keluarga (KK), memiliki anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis, kehilangan mata pencaharian (tidak memiliki cadangan ekonomi yang cukup untuk bertahan hidup selama 3 bulan ke depan, dan tidak mendapatkan bantuan PKH/BPNT/Pemilik Kartu Pekerja.
Peran DBHCHT dalam bidang kesejahteraan masyarakat di masa covid memiliki porsi yang besar. Banyak buruh tani tembakau dan buruh rokok pabrik yang ekonominya serba kekurangan.
Dengan adanya DBH CHT dapat sedikit membantu perekonomian mereka. Meskipun sebelum adanya Covid-19, banyak pabrik rokok dan buruh tani tembakau yang ekonominya rendah. Setidaknya dengan adanya bantuan di bidang kesejahteraan dapat membantu mereka.
DBHCHT pada bidang kesehatan di masa covid memiliki sedikit andil dalam membantu pembelian alat-alat kesehatan di daerah dan membantu penanganan maupun pemulihan Covid-19. Dengan adanya dana tersebut daerah dapat memperbanyak fasilitas kesehatan yang sangat diperlukan apabila terjadi lonjakan kasus positif Covid-19.DBHCHT pada bidang kesejahteraan masyarakat belum efektif. Karena kurang adanya informasi dalam penyaluran, siapa saja yang menerima bantuan, berapa besar uang yang diberikan per KK dan lainnya.