Rancangan Peraturan Pemerintah Kesehatan
OPINI

Dari DPR RI, Kadin, hingga PBNU Tolak Pasal Tembakau dalam RUU Omnibus Law Kesehatan

RUU Omnibus Law Kesehatan menjadi sorotan publik karena yang tertuang di Pasal 154, tembakau dikelompokkan sebagai kategori narkoba. 

Pasal kontroversial di RUU tersebut menyejajarkan tembakau dengan berbagai zat adiktif lainnya, yaitu narkotika, psikotropika, minuman beralkohol, hasil tembakau dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya. 

Adanya usulan pasal ini justru dinilai menyempitkan pengaturan tentang tembakau yang sudah ada memuat banyak aspek dari periklanan, cara distribusi dan menjual, gambar peringatan, dan lain sebagainya. 

Karenanya, berbagai pihak menyatakan keberatan atas adanya pasal tembakau dalam RUU Omnibus Law Kesehatan. 

Firman Soebagyo: Tembakau adalah Barang Legal

anggota-komisi-iv-dpr-ri-firman-soebagyo-_170316172141-441

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo menyatakan keberatan atas adanya pasal tembakau dalam RUU Omnibus Law Kesehatan. 

Menurutnya, produk tembakau adalah komoditas dan produk legal yang telah memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional. Sedangkan usulan dari Kementerian Kesehatan tersebut belum ada hasil kajian yang bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga tembakau tidak bisa digeneralisir masuk kategori narkoba. 

Risiko adanya pasal tembakau dalam RUU Omnibus Law Kesehatan akan menghilangkan hak hidup para petani dan karyawan yang selama ini bekerja di industri hasil tembakau. 

“Kita harus jujur bahwa penerimaan negara mencapai Rp178 triliun rupiah. Tembakau juga mensubsidi BPJS Kesehatan. Kondisi ini yang harus dipikirkan oleh negara,” katanya, seperti dikutip Parlementaria, Selasa (9/5/2023)

Lucy Kurniasari: Sangat Tidak Logis Menyetarakan Tembakau dengan Narkoba

Lucy Kurniasari

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Lucy Kurniasari berpendapat bahwa pasal yang menyatakan tembakau dengan narkoba seharusnya dihapus. 

Konyol bila tembakau yang legal disetarakan dengan narkoba yang ilegal. “Jadi, pasal 154 hingga 158 dalam RUU Kesehatan harusnya dicabut. Pasal itu akan bertentangan dengan pasal lain pada UU lain yang melegalkan tembakau,” kata Lucy yang juga Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Partai Demokrat Kota Surabaya. 

Kadin Jatim Nilai Pasal 154 – 158 RUU Omnibus Law Kesehatan Matikan Industri Tembakau

rokok bukan narkotika

Adik Dwi Putranto, Ketua Umum Kadin Jatim menilai adanya 5 pasal dalam RUU Kesehatan sengaja dilakukan secara tidak transparan untuk kepentingan pihak tertentu, yang tujuannya menekan eksistensi industri hasil tembakau. 

Keberadaan pasal tembakau dalam RUU Kesehatan justru sangat kontraproduktif dengan keberlangsungan IHT dalam memberikan pendapatan cukai bagi negara, serta tidak sejalan dengan peraturan lain yang ada sebelumnya. 

Seperti Putusan Mahkamah Konstitusi No.6/PUU-VII/2009 yang sebelumnya menegaskan bahwa zat adiktif pada produk tembakau tidak sama dengan zat adiktif pada narkotika. 

PBNU Tolak Pasal RUU Kesehatan yang Samakan Tembakau dengan Narkoba

rokok klobot

Sebelumnya, Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) menolak pasal dalam RUU Kesehatan yang menyamakan pengelompokkan hasil tembakau dengan narkotika sebagai zat adiktif. 

Ketua LBM PBNU Mahbub Ma’afi mengatakan para tokoh NU telah membahas RUU tersebut dalam forum bahtsul masail bersama para kiai se-Indonesia di Pondok Pesantren Al-Muhajirin, Purwakarta Sabtu (6/5) lalu. Hasilnya, mereka sepakat pasal ini memunculkan perdebatan di tengah masyarakat. 

Mahbub menilai pasal 154 ayat (3) dalam RUU Kesehatan tersebut akan berpotensi mengancam perekonomian para petani tembakau di sejumlah daerah, termasuk dari kalangan Nahdliyin. 

“Jadi kalau mereka menanam tembakau, itu seperti dikategorikan sebagai menanam narkotika atau mariyuana,” katanya.