serapan tembakau lokal untuk rokok alternatif
OPINI

Hanya 20% Serapan Tembakau Lokal untuk Produk Tembakau Alternatif

Sejak tembakau alternatif hadir dan meramaikan pasar tembakau Indonesia maka pertanyaannya adalah seberapa banyak serapan tembakau lokal untuk produk tembakau alternatif? 

Dilansir dari data Kementerian Keuangan tahun 2022, serapan tembakau lokal meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir walaupun produksi rokok menurun. Pada tahun 2022, serapan tembakau lokal mencapai 265,5 ribu ton. Naik sedikit daripada tahun 2021 yang hanya mencapai 237,1 ribu ton. 

Sedangkan kebutuhan pabrik rokok konvensional terkait serapan tembakau mencapai 322 ribu ton per tahun. Sedangkan untuk tembakau lokal mencapai 212 ribu ton per tahun. Artinya, kebutuhan pabrik rokok konvensional akan serapan tembakau lokal sebanyak 65%. 

Dari data di atas, serapan tembakau lokal untuk kebutuhan lainnya, yang mana di dalamnya untuk kebutuhan tembakau alternatif, hanya sebesar 53 ribu ton atau sekitar 20%. Artinya, serapan tembakau lokal tidak diperuntukkan begitu besar dan banyak bagi rokok elektrik atau tembakau alternatif lainnya. 

Tembakau Lokal untuk Produk Tembakau Alternatif, Mungkinkah?

panen tembakau

Kemunculan industri Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) atau produk tembakau alternatif sempat menjadi buah bibir bagi industri hasil tembakau. Sebab, kehadirannya menghadirkan oase bagi petani tembakau yang mana mengalami kekhawatiran dalam hal serapan tembakaunya. 

Apalagi, dengan kenaikan cukai rokok yang semakin mencekik, sempat membuat was-was bagi petani tembakau untuk menyerahkan ke mana lagi hasil panennya selain ke pabrik rokok konvensional.

Saran agar industri HPTL untuk menyerap tembakau lokal tidak sepenuhnya keliru. Terlebih itu harapan baik yang merekah bagi petani tembakau untuk menyerahkan hasil panennya. Namun, jika menilik data yang dikeluarkan Kementerian Keuangan pada akhir tahun 2022, tampaknya potensi tersebut tidak cukup manis. Sebab, mau bagaimanapun, kebutuhan pabrik rokok konvensional akan serapan tembakau lokal masih sangat tinggi. 

Tentu saja masih tidak menutup kemungkinan bagi industri HPTL atau produk tembakau alternatif menyerap tembakau lokal lebih banyak. Akan tetapi, jika menilik produksi rokok khususnya golongan II dan III yang semakin melimpah, tampaknya petani tembakau akan lebih memilih untuk menyerahkan hasil panennya kepada pabrik rokok konvensional. 

Terlebih, khususnya di daerah Pantura, dan apabila melihat perhitungan kondisi cuaca pada pertengahan tahun ini, setidaknya ada harapan cerah bagi petani tembakau untuk memperoleh harga yang lebih baik daripada tahun sebelumnya.

Tembakau Lokal Masih untuk Pabrik Rokok Konvensional

Kita harus mengakui bahwa produksi rokok cenderung menurun, khususnya golongan I. Namun, bagi pabrik rokok dengan golongan II dan III justru sedang ketiban berkah. Sebab, mulai banyak perokok yang beralih dari rokok golongan I ke golongan II atau III. Ini justru menimbulkan hal positif bagi petani tembakau seperti daerah Pati dan Rembang. Sebab, harga tembakau di sana akan terkerek naik. 

Dengan demikian harapan bagi petani tembakau untuk serapan kepada pabrik rokok konvensional tidak perlu khawatir. Sebab, kebutuhannya masih cukup banyak. Lalu, bagaimana dengan kebutuhan tembakau alternatif?

Sepertinya, untuk saat ini, serapan tembakau lokal akan lebih diarahkan kepada pabrik rokok konvensional. Apalagi melihat perhitungan kondisi cuaca dan sebagainya, harga tembakaunya akan lebih baik dan bagus apabila ke pabrik rokok konvensional. 

Pemerintah harus sadar, sampai saat ini, dan bahkan seterusnya, tembakau lokal memang cocok dan sesuai untuk kebutuhan pabrik rokok konvensional. Terlebih, identitas kretek yaitu perpaduan tembakau dan cengkeh, yang mana keseluruhannya lokal, masih kuat dan mengakar di masyarakat Indonesia.