Memangnya Kenapa Jika Angka Perokok Indonesia Tertinggi di Dunia?
OPINI

Memangnya Kenapa Jika Angka Perokok Indonesia Tertinggi di Dunia?

Di jagat maya, Twitter, terdapat sebuah akun yang memberikan informasi mengenai jumlah perokok setiap negara di seluruh dunia. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari akun tersebut yang mengambil data OECD, Indonesia menempati urutan pertama dari ratusan negara di dunia dengan persentase 71%. Data yang menampilkan jumlah pria merokok itu membuat banyak pro dan kontra di kolom komentar. 

Ada yang menganggapnya biasa saja karena Indonesia adalah penghasil tembakau terbesar keempat di dunia. Maka dari itu, menjadi wajar apabila hasil olahan tembakau yang kemudian hari disebut rokok menjadi konsumsi bagi sebagian besar pria di Indonesia. 

Namun, ada yang menganggapnya tidak biasa karena ini menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia sangat dekat dengan penyakit-penyakit ganas seperti kanker, penyakit jantung, obesitas, dan lainnya. 

Uniknya, meskipun Indonesia menempati urutan pertama untuk urusan merokok, Indonesia tidak menempati urutan serupa untuk penyakit kanker. Bahkan, Indonesia di luar 70 besar. Justru lebih tinggi negara-negara Eropa seperti Denmark. 

Tekanan Asing kepada Indonesia

tekanan asing terhadap industri rokok

Berulangkali Indonesia disorot karena menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum meratifikasi Framework Convention Tobacco Control (FCTC). Oleh karena Indonesia dianggap “bebal”, Indonesia selalu dianggap kawasan berbahaya oleh dunia, khususnya kesehatan, karena di situlah surganya perokok. 

Ini belum lagi ditambah lembaga sejenis Bloomberg yang berupaya intervensi, dengan program hibah dana, untuk memasukkan kepentingannya ke dalam kebijakan Indonesia khususnya bidang kesehatan. 

Tidak hanya Bloomberg melainkan juga Bank Dunia juga ikut intervensi kebijakan dalam negeri Indonesia. Baru-baru ini saja, Bank Dunia mengatakan bahwa Indonesia perlu menaikkan cukai rokok setinggi-tingginya untuk mengendalikan jumlah perokok

Pertanyaannya, mampukah pemerintah Indonesia menanggulangi bermacam-macam intervensi tersebut? Sadarkah pemerintah Indonesia bahwa menanam tembakau sama melestarikan kehidupan? 

Jumlah Perokok di Indonesia Tertinggi Itu Biasa saja

jumlah perokok di indonesia tertinggi

Sebenarnya tidak perlu menjadi sesuatu yang heboh apabila jumlah perokok di Indonesia sangat banyak. Toh, seperti yang telah dijelaskan di atas, Indonesia merupakan penghasil tembakau keempat di dunia. Lalu, hasil olahan tembakau kemudian disebut rokok, dan jika dicampur cengkeh, menjadi kretek. 

Dari kretek inilah, Indonesia berdaulat, berdikari, dan mandiri. Kretek juga yang menjadikan hajat hidup masyarakat Indonesia. Ada banyak tangan yang terlibat di dalamnya, dan secara turun-temurun mereka sudah menanam tembakau. Jadi, biasa saja. 

Sejujurnya, jika perokok di Indonesia termasuk tertinggi, sama saja perokok adalah orang yang taat membayar pajak dan cukai. Ingat, perokok mulai membayarnya bahkan bukan dari sebungkus saja melainkan dari sebatang. Dan terbukti, cukai hasil tembakau dalam kurun lima tahun terakhir selalu melampaui target. 

Semakin sering orang merokok maka pajak rokok yang digunakan untuk membangun rumah sakit akan semakin banyak. Bahkan, akan membantu mengurangi defisit yang dialami BPJS. Jadi, merokok, jika melihat penjelasan di atas, memiliki visi dan misi yang mulia. 

Sayangnya, fakta-fakta tersebut dikesampingkan. Orang lebih fokus pada merokok menyebabkan kanker. Tapi, yang perlu diketahui bahwa merokok bukan faktor risiko tunggal penyebab kanker. Ada banyak faktor risiko lain seperti jarang berolahraga, kurang minum air putih, ataupun terlalu banyak makan makanan manis. 

Barangkali faktor-faktor tersebut tidak begitu seksi di media sehingga jarang diangkat. Lebih baik memilih rokok yang dianggap mudah untuk mendapatkan perhatian orang untuk membaca atau mendengar. 

Jadi, tidak perlu sibuk untuk membicarakan berapa jumlah perokok di Indonesia, namun alangkah lebih baiknya memikirkan bagaimana kretek tetap bisa lestari di tanah Nusantara.