kenaikan cukai rokok 2024
CUKAI

Menanti Pemimpin yang Berani Membatalkan Kenaikan Cukai Rokok 2024

Stabilitas negara adalah aspek yang dipikirkan oleh Jusuf Kalla. Kala itu, kakek yang lahir di Watampone, Sulawesi Selatan, masih mengemban jabatan wakil presiden Indonesia. Beliau, dan jajaran pemerintah terkait, memutuskan untuk tidak menaikkan cukai rokok pada 2019 (besarannya sama seperti 2018, yaitu 10,4%).

Kebijakan ini menuai banyak apresiasi dari para stakeholder industri tembakau. Mulai dari pabrikan, buruh pabrik, konsumen, hingga petani. Kala itu, Jusuf Kalla menegaskan bahwa pemerintah memang tidak pernah menaikkan “harga” sebelum pemilu. Misalnya harga BBM, tarif listrik, hingga pajak. Cukai rokok sendiri juga tidak baik pada 2014, “tahun politik”, seperti 2019.

Selain itu, kebijakan ini mendapat apresiasi karena pada 2019, Industri Hasil Tembakau sedang benar-benar dihantam. Jika memaksa menaikkan cukai rokok, pemerintah justru berpotensi kehilangan pendapatan karena produk industri tembakau tidak terserap seperti biasanya.  

Cukai rokok di tahun politik

cukai rokok naik 2024

Tahukah pembaca bahwa yang disebut sebagai tahun politik itu tidak merujuk kepada tahun di mana pemilu dilaksanakan saja. Tahun politik, misalnya 2024, sudah dimulai sejak 2023 ketika partai sibuk melakukan lobi-lobi tingkat tinggi. Mereka harus bergerak cepat untuk menentukan nama sebagai calon presiden dan wakilnya. Selain itu, koalisi yang tangguh akan menjamin “masa depan” partai selepas pemilu terkait.

Oleh sebab itu, saat ini, 2023, justru meja negosiasi sedang panas-panasnya. Ketika nama calon dan koalisi partai sudah terbentuk, sisanya hanya parade dan lomba ketebalan make-up saja di depan publik. Saya lantas membayangkan. Apakah di tengah negosiasi yang alot dan panas itu ada pembahasan soal cukai rokok? 

Jangan salah, kebijakan untuk tidak menaikkan cukai rokok bisa menjadi strategi manis menggaet calon pemilih dari teman-teman perokok. Dan, pembaca yang baik pasti tahu bahwa perokok di Indonesia jumlah sangat banyak. Hampir semuanya pasti sudah di usia dewasa, di mana mereka sudah bisa memberikan suara di pemilu nanti. Pertanyaannya, apakah ada calon pemimpin yang berani mengambil jalan terjal dan penuh onak duri itu?

Cukai rokok sudah resmi naik untuk tahun 2023 dan 2024

Saya kira pembaca pasti sudah mendapatkan informasi bahwa pada 2023 dan 2024 cukai rokok naik. Untuk 2023 dan sudah sama-sama kita merasakannya, cukai rokok naik sebesar 10%. Untuk 2024 nanti, kenaikannya juga sama, 10%. Kenaikan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2022, yaitu sebesar 12%.

Nah, sampai di sini, izinkan saya mengulangi pertanyaan saya di atas: Apakah ada calon pemimpin yang berani mengambil jalan terjal dan penuh onak duri itu?

Iya, apakah ada calon pemimpin yang berani membatalkan kenaikan cukai rokok untuk 2024? Apakah ada calon pemimpin yang berani mempopulerkan dan mengambil kebijakan yang tidak populer ini? Jangan salah, bagi calon pemimpin yang berani, risikonya adalah menjadi “musuh” bagi sisi antirokok yang terkadang jalan pikirannya tersesat itu.

Lho, landasan logisnya sudah sangat jelas. Sudah dijelaskan dengan jernih oleh Jusuf Kalla untuk cukai rokok 2019, yaitu soal stabilitas negara. Kamu mau melawan pemikiran yang logis dari Jusuf Kalla dan pemerintah kala itu? Berani tidak?

Kebijakan yang berpandangan luas

cukai rokok naik

Menurut saya, calon pemimpin yang berani membatalkan kenaikan cukai rokok 2024 adalah pemimpin dengan pandangan luas. Jadi, membatalkan kenaikan cukai rokok itu tidak hanya sebagai wujud usaha menjaga stabilitas negara. Ingat, kenaikan harga secara signifikan di tahun genting bisa sangat berbahaya.

Nah, berani membatalkan kenaikan cukai rokok sama dengan menjaga, bahkan meningkatkan, pemasukan negara. Ingat, kenaikan cukai akan mengatrol harga rokok. Akibatnya ada dua, antara konsumen beralih ke rokok yang lebih murah dan melirik ke rokok ilegal (tanpa cukai).

Maret lalu, Bea Cukai Indonesia berhasil menggagalkan penjualan rokok ilegal di dua wilayah, yaitu Malang dan Kudus. Besar kerugian yang seharusnya diterima negara mencapai miliaran.

“Dari hasil pemeriksaan, ditemukan sebanyak 6.814 slop rokok jenis SKM dengan merek DALILL BOLD FINE CUT FILTER, SMD Special Edition, dan DUBAI tanpa dilekati pita cukai. Beberapa merek juga ditemukan dilekati pita cukai yang diduga palsu, seperti New SUBUR JAYA HJS, SEVEN, dan BLITZ. Perkiraan nilai barang rokok ilegal sebesar Rp1.710.314.000,00 dengan potensi penerimaan negara sebesar Rp1.172.205.606,00,” kata Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana.

Besar sekali, ya? Eits, tunggu dulu. Ini baru di dua wilayah, Malang dan Kudus saja. Sangat mungkin peredaran rokok ilegal terjadi di wilayah lain. Yang diamankan Bea Cukai juga hanya “satu momen” saja. Sangat masuk akal apabila produksi rokok ilegal masih berjalan sampai tulisan ini tayang. Saya rasa, tidak hanya miliar, mungkin Nusantara sudah rugi triliunan dan kita tidak tahu saja.

Siapa yang berani menjadi “pahlawan”?

Sekali lagi, pertanyaan paling esensial adalah apakah ada calon pemimpin yang berani membatalkan kenaikan cukai rokok 2024? Siapa yang berani menjadi pahlawan?

Memang, mengambil keputusan ini dibutuhkan nyali dan keyakinan. Sebatas petugas partai saya rasa akan sangat sulit untuk melakukannya. Seorang pemimpin, ketika sudah mengikatkan diri memimpin bangsa, seharusnya meninggalkan unsur kepartaian. Namun, saya juga maklum kalau hal itu susah dilakukan.

Namun, akhir kata, saya ingin mengingatkan bahwa membatalkan kenaikan cukai rokok berpotensi mendulang suara untuk pemilu. Apakah Anda tidak tergiur dengan “suara yang cuma laku setiap 5 tahun sekali?”