rokok politik
OPINI

Rokok Itu (Memang) Urusan Politik

Rokok adalah instrumen krusial dalam sebuah aksi politik. Kamu percaya itu?

Setiap diksi dalam rimba bahasa itu tidak pernah murni as it is. Saya meyakini paradigma tersebut. Misalnya kata “kampanye” di KBBI kita. Petugas KBBI memaknai  kata tersebut ke dalam dua arti. Pertama, ‘gerakan atau tindakan serentak untuk melawan, mengadakan aksi, dan sebagainya’.

Makna kedua dari kata “kampanye” adalah ‘kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam parlemen untuk mendapatkan dukungan massa pemilih dalam suatu pemungutan suara.’” Ya, makna kedua memang sepanjang dan se-spesifik itu.

Baca: Kami, Jokowi dan Prabowo pada Suatu Pagi di Ladang Tembakau

2023 dan masa persiapan

Memasuki 2023, hawa panas politik itu sebenarnya sudah terasa. Iya, pembaca pasti memahami bahwa 2024 adalah masa coblosan. Namun, hawa panasnya bukan ada di sana saja. Sejak 2022 saja, dengung soal perebutan suara sudah mampir di telinga saya. Dan, percaya tidak percaya, rokok memegang peranan penting di sana. 

Di masa-masa seperti ini, makna kata “rokok” tidak murni lagi sebagai ‘gulungan tembakau yang dibungkus’ (KBBI). Kata “rokok” itu bahwa bisa mempunyai makna ‘kampanye’. Apakah pembaca masih ingat bagaimana dulu partai politik (parpol) menyematkan logo mereka di bungkus rokok?

Pada 2019 kemarin, Bea Cukai Kudus menyita ribuan batang rokok dan bungkusnya. Pasalnya, di bungkus rokok tersebut terpampang logo partai sampai wajah caleg. Ini hitungannya sudah rokok ilegal karena tidak ada pembayaran cukai di sana. Tujuan dari pemasangan logo partai dan wajah caleg itu sangat sederhana, yaitu dikenal masyarakat secara lebih masif. Kalau anak sekarang mengenalnya dengan istilah engagement.

rokok pan amien rais

Selain bungkus rokok, wajah caleg juga terpampang di korek api model Zippo. Kamu bisa menemukan produk ini di beberapa toko online. Meskipun, setelah saya periksa lagi, produk ini sudah dihapus oleh toko online tersebut. Namun, kamu masih bisa menemukannya lewat pencarian di Google.

Dari dua fenomena tersebut, kita bisa secara tegas menyimpulkan bahwa rokok adalah instrumen penting dalam masa persiapan. Sebuah masa di mana kita bisa menyebutnya sebagai masa kampanye. Meskipun faktanya, KPU belum resmi membuka jendela kampanye bagi parpol maupun caleg.

Jumlah perokok = cacah jiwa manusia

perokok cacah jiwa

Mengapa harus rokok? Simpel saja, karena jumlah perokok sama dengan cacah jiwa manusia. Maksudnya, jumlah orang yang merokok bisa menggambarkan perhitungan banyaknya penduduk di sebuah wilayah. Semakin seksi karena “penduduk” di sini artinya orang-orang dewasa, yang sudah mempunyai hak politik.

Tahukah kamu, per 2023 ini, Indonesia berada di peringkat 15 dari daftar jumlah perokok di dunia. 

Peringkat Negara (% Populasi Merokok):

  1. Nauru 52,10%
  2. Kiribati 52,00%
  3. Tuvalu 48,70%
  4. Myanmar 45,50%
  5. Chile 44,70%
  6. Libanon 42,60%
  7. Serbia 40,60%
  8. Bangladesh 39,10%
  9. Yunani 39,10%
  10. Bulgaria 38,90%
  11. Bosnia dan Herzegovina 38,30%
  12. Timor Leste 38,20%
  13. Indonesia 37,90%
  14. Pulau Solomon 37,90%
  15. Laos 37,80%
  16. Latvia 36,70%
  17. Siprus 36,70%
  18. Kroasia 36,60%
  19. Prancis 34,60%
  20. Andorra 33,80%

Berapa jumlah orang merokok dari angka persen 37,90% di atas? Menurut perhitungan MASINDO (Masyarakat Indonesia Sadar Risiko), jumlah perokok di Indonesia mencapai 65 juta jiwa. 

Saya tidak tahu apakah data tersebut akurat atau tidak. Namun, setidaknya, memberi gambaran besarnya suara yang bisa dijaring di momentum politik ini. Kini, sisanya berarti bagaimana parpol atau caleg atau capres/cawapres, memikat jutaan suara potensial itu?

Cukai selalu seksi

cukai rokok seksi

Cukai adalah instrumen negara untuk mendapatkan pemasukan. Dan, Pada 2022 yang lalu, Kementerian Keuangan mencatatkan angka fantastis dari cukai rokok. Mereka mencatat bahwa realisasi penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) itu sebesar Rp198,02 triliun terhitung 1 Januari hingga 14 Desember 2022. Angka ini meningkat 4,9% dibandingkan 2021 yang sebesar Rp188,81 triliun.

Kenaikan cukai ini memang gurih untuk negara. Namun, bagi masyarakat tembakau, kenaikannya memberatkan hidup. Masyarakat tembakau yang saya maksud adalah mulai dari pabrik, buruh, pengecer, hingga petani. Maka, siapa yang berani menurunkan hargai cukai, saya yakin, bisa mendulang banyak suara di tahun politik ini.

Menurut saya, calon pemimpin yang berani membatalkan kenaikan cukai rokok 2024 adalah pemimpin dengan pandangan luas. Jadi, membatalkan kenaikan cukai rokok itu tidak hanya sebagai wujud usaha menjaga stabilitas negara. Ingat, kenaikan harga secara signifikan di tahun genting bisa sangat berbahaya.

Nah, berani membatalkan kenaikan cukai rokok sama dengan menjaga, bahkan meningkatkan, pemasukan negara. Ingat, kenaikan cukai akan mengatrol harga rokok. Akibatnya ada dua, antara konsumen beralih ke rokok yang lebih murah dan melirik ke rokok ilegal (tanpa cukai).

Begitulah, pembaca yang baik, ketika rokok mempunyai posisi yang krusial di masa-masa politik. Sebatang rokok bisa menjadi penentu jumlah suara yang akan terjaring di pertengahan 2024 nanti. 

Pada akhirnya, di masa politik ini, memandang sebungkus rokok sama dengan membaca strategi kampanye para calon rakyat. Siapa yang akan lebih cerdas dibandingkan yang lain?