pahlawan merokok anaknya tidak stunting
OPINI

Banyak Pahlawan Merokok Tapi Anaknya Tidak Stunting

Bagaimana, orang-orang yang menganggap setiap perokok menjadi sebab anaknya stunting, menjelaskan anak-anak para pahlawan yang tumbuh dengan baik dan meneruskan tonggak perjuangan ayahnya.

Kalau dipikir-pikir, ada-ada saja kelakuan para pemangku kebijakan yang mendukung kelompok yang kontra dengan rokok, atau akrab disebut antirokok atas penelitian yang mereka buat, hasil penelitian itu melahirkan data dan fakta yang mereka munculkan di permukaan, mudah terlihat masyarakat, dan tentu mudah ditangkap sebagai sebuah contoh rujukan keburukan yang disebabkan oleh rokok, terkadang informasi yang tersebar di masyarakat bisa berbeda persepsi.

Coba diingat fakta dan data yang pernah kalian dengar atau baca yang mereka kampanyekan selama ini tentang keburukan rokok, hanya butuh beberapa tahun kejanggalan dari kampanye itu akan terkuak. Salah satunya yang sedang ramai dibicarakan akhir-akhir ini; persoalan Stunting yang disebabkan oleh rokok.

Beberapa waktu lalu beredar kembali video yang berisi kata-kata dari Presiden Joko Widodo yang mempertanyakan kenapa dana penanganan Stunting begitu besar, dan jumlah sebesar itu justru dihabiskan untuk masalah operasional. Bahkan beberapa tautan berita tentang  penanganan Stunting membuat kita geleng-geleng kepala.

Tentu hal-hal seperti itu mencederai usaha para aktivis Stunting yang sudah berusaha keras mengkampanyekan persoalan ini dengan tulus dan ikhlas. Aktivis Stunting, sebut saja begitu, yang dengan niat dan upaya sepenuh hati mencegah terjadinya kasus Stunting di negeri ini.

Entah sejak kapan pula dana itu muncul dan berdasarkan penelitian berapa lama?. Kalau sejak era para Pahlawan di negara ini rasanya kurang tepat, di Era itu banyak sekali Pahlawan Indonesia yang merokok dengan intensitas cukup sering tapi semua keturunan serta keluarga besar mereka tidak ada yang memiliki masalah Stunting, setidaknya dari data yang saya cari selama berjam-jam di halaman pencarian Google. 

Apa Itu Stunting

Saya kutip saja mengenai ini dari Wikipedia, yang secara keseluruhan menjelaskan tentang Stunting di posisi yang netral. Stunting atau hambatan pertumbuhan atau tengkes (bahasa Inggris: stunting) adalah keadaan terhentinya pertumbuhan pada anak. Penyebab utama penyakit tengkes adalah kekurangan gizi pada waktu yang cukup lama. Pemberhentian pertumbuhan meliputi pertumbuhan tubuh dan otak.

Penyakit tengkes menyebabkan anak memiliki tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan anak-anak lain yang seusia dengannya. Penyakit tengkes juga menyebabkan keterlambatan perkembangan cara berpikir.

Stunting adalah kondisi tak terbalikkan yang dapat berdampak seumur hidup pada individu. Stunting adalah tinggi badan anak-anak yang kurang dari dua standar deviasi di bawah median tinggi-untuk-usia penduduk rujukan internasional pada usia tertentu. Stunting pada anak merupakan suatu kondisi yang dapat menimbulkan akibat yang tidak dapat diubah, seperti cacat mental dan fisik.

Penyebab Stunting

Stunting atau tengkes terjadi akibat kurangnya asupan gizi pada anak. Kekurangan gizi ini diawali sejak anak masih di dalam kandungan hingga berusia 2 tahun. Kekurangan protein menjadi penyebab paling umum terjadinya tengkes.

Infeksi akibat buruknya kebersihan lingkungan juga dapat menjadi penyebab tengkes. Faktor-faktor yang tidak berkaitan dengan kesehatan juga dapat menjadi penyebab tengkes. Masalah ekonomi, politik, sosial, dan budaya merupakan faktor penyebab tengkes yang tidak berkaitan langsung dengan kesehatan tubuh. Kurangnya pemberdayaan perempuan dan penurunan kualitas lingkungan juga menjadi penyebab tengkes.

Data dan fakta mengenai ini baru sering dibicarakan sekitar 10 tahun terakhir, dari beberapa sumber yang saya cari dan baca melalui halaman pencarian google. Lalu apakah generasi terdahulu yang kira-kira lahir di era 70-80 pernah atau sering ditemukan kasus Stunting? padahal di era itu, rokok jauh lebih bebas dikonsumsi oleh siapapun, tidak banyak peraturan seperti sekarang, dan harganya pun masih terjangkau kalau mengikuti kurs rupiah saat itu.

Lalu bagaimana dengan para tokoh besar di era 60-80 dari negara ini, apakah mereka juga mengalami kasus stunting di keluarga mereka?. Berikut nama-nama tokoh, atau pahlawan negeri ini yang mungkin bisa kalian cari tahu lebih dalam tentang kehidupan keluarga mereka, apakah pernah mengalami kasus Stunting hanya karena mereka suka merokok?

Soedirman

jenderal soedirman

Nama pertama yang saya tulis adalah seorang Pahlawan yang hampir di setiap kota ada namanya yang digunakan sebagai nama jalan besar, namanya Jenderal Soedirman, adalah tokoh besar TNI sekaligus pahlawan nasional Indonesia. Ia terkenal karena jasanya dalam memimpin perang gerilya demi mempertahankan Indonesia pada 1949. Melansir laman Perpustakaan Nasional RI, tokoh kelahiran Purbalingga, 24 Januari 1916 itu melakukan perang dengan cara ditandu oleh anak buahnya.

Selama hidup, Soedirman merupakan perokok berat hingga menyebabkan tubuhnya didera penyakit serius. Ia gemar menghisap rokok kretek tanpa merek yang ia sebut sebagai tingwe atau nglinting dewe (meramu sendiri).

Soekarno

sukarno merokok

Yang kedua dan wajib ada di tulisan ini adalah Presiden pertama Indonesia, Soekarno, juga terkenal sebagai seorang perokok. Kebiasaannya yang rutin dilakukan adalah menghisap rokok setelah makan, baik itu usai sarapan, makan siang, maupun makan malam. Sebelum merokok, Soekarno pasti terlebih dahulu memakan buah sebagai ritual cuci mulut, baru kemudian merokok.

Rokok yang ia hisap pun hanya sampai setengah batang, lalu dimatikannya. Beberapa tokoh negara yang pernah menjadi kawan merokoknya adalah pemimpin Uni Soviet Nikita Khruschev dan PM India Pandit Jawaharlal Nehru. Berbagai sumber menyebut, rokok kegemaran Bung Karno adalah State Express 55 buatan Ardath Tobacco Company.

Haji Agus Salim

Namanya mungkin tak seharum tokoh populer lainnya. Tapi, beliau adalah salah satu yang berjasa besar dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Malang-melintang di dunia jurnalistik, Agus Salim pada akhirnya terdorong untuk terjun dalam dunia politik hingga menjadi pemimpin Sarekat Islam.

Agus Salim kerap tampil sebagai diplomat bangsa Indonesia ketika harus menghadapi beberapa perundingan, karena kemampuannya fasih beragam bahasa. Bersama Soekarno, Moh. Hatta dan para tokoh kemerdekaan lainnya, Agus Salim menjadi sosok diplomat ulung dalam perjuangan kemerdekaan.

Haji Agus Salim adalah seorang perokok. Cerita tentang aktivitas merokok beliau di Istana Buckingham, Inggris, jadi salah satu kisah yang sangat legendaris.

Selain 3 nama tadi, ada pula tokoh-tokoh besar yang dikenal punya kebiasaan menghisap rokok, mau itu rokok berfilter atau SKT dan Cerutu. Sebut saja Presiden kedua negeri ini, Soeharto, yang di beberapa kesempatan sering terlihat menikmati cerutu saat sedang bermain Golf. 

Belum lagi nama seperti Butet Kartaredjasa, Cak Nun, serta nama-nama tokoh besar dari negara lain.

Apakah Keturunan Mereka Mengalami Stunting

Rasanya tidak ada satu pun anak maupun cucu mereka yang mengalami Stunting, walaupun leluhur mereka dikenal sebagai perokok aktif. Pun ketika dikaitkan dengan masalah kepentingan gizi, Bung Besar misalnya, tetap bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya dengan layak dan bukan gelap mata membeli rokok 555 lalu ditumpuk di sebuah gudang besar hanya untuk kepuasan pribadi.

Bahkan hingga hari ini anak serta cucu mereka sibuk melakukan banyak kegiatan untuk negeri ini, bahkan beberapa di antaranya sibuk sebagai politisi. Baik-baik saja, tidak ada yang salah dengan mereka. Maaf saja, saya seperti mencari-cari alasan untuk membantah penyebab Stunting itu karena rokok, tapi bukankah para aktivis antirokok ini juga selalu saja memanfaatkan celah sekecil mungkin untuk melahirkan kampanye membenci rokok?.

Saya juga sedang tidak berusaha mencari pembenaran, tapi semenjak kampanye anti rokok seringkali melakukan “blunder”, seringnya saya akan mencari informasi lebih mengenai apa yang mereka kampanyekan, salah satunya soal Stunting yang makin hari seperti menguak sendiri kejanggalannya.

Kalau para anti rokok mengatakan orang miskin lebih memilih membeli rokok dibandingkan memenuhi kebutuhan gizi anak-anak mereka agar terhindar dari Stunting maka itu tidak 100% benar. Berulang kali saya katakan, hampir semua perokok memilih untuk beralih ke rokok murah atau melinting tembakau untuk mengakali perekonomian domestik mereka agar kebutuhan dapur bisa teratasi.

Kebiasaan seperti itu bahkan sudah dilakukan sejak para perokok ini masih hidup sendiri (belum berpasangan). Kalau penyebab yang sering disebutkan karena sang ibu tidak memiliki akses terhadap makanan sehat dan bergizi seperti makanan berprotein tinggi, sehingga menyebabkan buah hatinya turut kekurangan nutrisi, itu masih bisa dibantah dengan melakukan penelitian tandingan kepada banyak perokok berusia 25-30 tahun atau 30-40 tahun dan sudah berkeluarga.

Perbedaan usia, pendidikan, pengetahuan serta ekonomi akan memberikan hasil yang berbeda dan tidak serta merta menyebutkan bahwa rokok adalah penyebab terbesar anak-anak terkena stunting. Sia-sia yang sudah berusaha memenuhi gizi pribadi dan keluarga dan tetap bisa menikmati rokok tapi dituduh memiliki keturunan yang terkena Stunting.

Pernahkah berfikir kenapa di era pahlawan kita nyaris tidak ada tercatat kasus Stunting seperti sekarang?, hasil berselancar di kolom pencarian Google tidak menjawab pertanyaan saya mengenai itu. Mungkin benar kata Wikipedia tadi, banyak faktor yang menyebabkan munculnya kasus Stunting di masa kini disebabkan oleh banyak hal, tidak hanya rokok.

Belum lagi kalau ini dihubungkan dengan persoalan kemiskinan struktural, dan percayalah, orang yang mengalami kondisi seperti itu lebih cenderung menghindari membeli produk rokok, snack kentang atau rumput laut, atau belanja pakaian di Marketplace. Kalau sudah seperti itu, bukankah lebih baik edukasi mengenai konsumsi makanan yang bergizi jauh lebih baik dibandingkan menempelkan tulisan besar-besar bahwa rokok adalah salah satu penyebab Stunting?

Lagipula, bagi bapak-bapak nun jauh entah di mana, duduk di teras melihat langit beserta bintang yang bercahaya dengan sebatang rokok mungkin menjadi salah satu cara relaksasi paling murah yang bisa dilakukan karena uang yang dia punya lebih baik digunakan untuk mengisi dapur dibandingkan harus piknik ke Ancol atau bahkan Bali.