Regulasi antirokok diproduksi oleh pemerintah Indonesia hingga tak terhitung jumlahnya. Hobi atau proyek semata?
Sejak Industri Hasil Tembakau (IHT) berada, menetap, dan memberikan penghidupan bagi masyarakat Indonesia, pemerintah telah menerbitkan regulasi sebanyak 446 buah. Regulasi yang berusaha menggencet, menenggelamkan, hingga menghilangkan dari bumi Nusantara. Namun, sampai hari ini, IHT masih tegak dan memberikan kehidupan untuk masyarakat Indonesia.
Ratusan tahun tembakau dan cengkeh hadir di Nusantara, yang kita kenal kemudian sebagai kretek, telah memberikan nilai ekonomi yang positif dan sulit dibandingkan dengan tanaman lainnya. Namun, tidak lebih dari puluhan tahun, pemerintah, siapa pun presidennya, berusaha membatasi ruang gerak pelaku IHT. Mengapa demikian? Apakah ini murni karena ingin membela masyarakat Indonesia atau untuk melancarkan proyek?
Proyek Besar Antirokok untuk Indonesia
Ratusan regulasi yang hadir untuk menghentikan perkembangan IHT tidak serta merta muncul dari dalam negeri, melainkan juga dari luar negeri. Lembaga luar negeri yang berkontribusi untuk membumihanguskan kretek adalah Bloomberg. Program yang, konon untuk mengendalikan tembakau, ditengarai hanya ingin melanggengkan kepentingan bisnisnya.
Bisnis besar untuk mengendalikan tembakau, dan dalam hal ini adalah nikotin. Tidak hanya Bloomberg melainkan WHO dan World Bank. Lembaga yang berpusat di Swiss, negara yang justru paling ramah terhadap perokok di Eropa, berulang kali menawarkan dan membiayai negara berkembang untuk mengendalikan tembakau.
Terbaru, dan dapat dilacak datanya, World Bank mengeluarkan lebih dari satu miliar dollar AS untuk Indonesia dengan tujuan program penghancuran tembakau. Sedangkan, Bloomberg sudah tidak terhitung lagi berapa miliar dolar untuk kepentingan penghancuran tersebut. Indonesia, adalah salah satu target utama Bloomberg.
Beberapa lembaga yang terdeteksi telah menerima dana Bloomberg pada 2020 adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Komnas Pengendalian Tembakau, Pusat Kajian Jaminan Sosial UI, hingga Yayasan Lentera Anak. Sayangnya, pada 2023, jika menelusuri data tersebut di situs Bloomberg, tidak terlihat lagi siapa lembaga-lembaga Indonesia yang menerima data tersebut.
Posisi Pemerintahan Indonesia terhadap Industri Hasil Tembakau
Indonesia memang sampai saat ini tidak meratifikasi Framework Convention Tobacco Control (FCTC). Namun, demikian ratusan regulasi tentang anti rokok telah menyelipkan kandungan dan harapan dari FCTC. Tengok saja PP 109/2012. Peraturan yang disahkan pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ini telah membuat gerak pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) menjadi terbatas. Mau melakukan apa pun selalu dicurigai, meskipun oleh Mahkamah Konstitusi (MK) produk olahan tembakau adalah legal.
Sekarang, produk tersebut hendak didorong menjadi ilegal melalui RUU Kesehatan. RUU yang, jika kamu membaca secara saksama mulai dari pasal 154 hingga 158, hanya membahas masalah tembakau. Sedangkan yang lain, tidak. Ini akan menjadi paradoks di Indonesia. Tembakau yang selama ini diharapkan dan dijadikan ujung tombak untuk meningkatkan pendapatan cukai dan pajak justru hendak disamakan dengan narkotika.
Potensi kegagalan terhadap RUU tersebut memang bisa saja terjadi. Namun demikian, bukan ukuran kegagalan atau keberhasilannya, melainkan potensi bahwa kretek dengan segala turunannya bisa menjadi lahan besar untuk proyek. Lahan berupa cuan bahkan sejak pembahasannya. Tentu ini mengerikan, ya.
Jika pemerintah punya rasa malu dan tanggung jawab, sebenarnya justru harus serius melindungi Industri Hasil Tembakau (IHT). Tidak serta merta karena cukai rokok selalu menembus bahkan melampaui target APBN maka dapat diperlakukan sewenang-wenang.
Kecuali jika memang pemerintah memiliki sikap memancing air keruh, para pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) harus waspada. Ingat, akan ada banyak orang yang datang kepada kalian dengan iming-iming dan janji manis seolah-olah akan membela ruang hidup kalian. Tapi, ternyata, hanya mengambil kesempatan untuk mengerek suara mereka tanpa memedulikan suara kalian.