menggugat partai politik
OPINI

Petani Tembakau, Cengkeh, Buruh Pabrik Rokok, Menggugatlah Kepada Partai-Partai Politik untuk Masa Depanmu

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI bersama dengan perwakilan pemerintah dalam rangka Pengambilan Keputusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law tingkat I di Gedung DPR, Jakarta, Senin (19/06) memperlihatkan sikap politik baik itu partai politik maupun pemerintah atas keberadaan industri hasil tembakau di Indonesia. 

Dalam rapat kerja itu tidak ada satu pun fraksi yang menyinggung pasal kontroversial yang meletakkan hasil tembakau sejajar dengan narkotika dan psikotropika. 

Pasal 154 ayat 3 yang termuat dalam RUU Kesehatan bisa menempatkan petani tembakau sebagai pelaku tindak kriminal karena membudidayakan tembakau yang mengandung zat adiktif sejajar dengan penanam candu (Papaper Somniferum), kokain (Erythroxylon coca), dan ganja (Cannabis sativa).

Para pelaku usaha yang menggantungkan hidupnya dari mata rantai olahan tembakau juga bisa dikategorikan sebagai pengedar. Konsumennya juga bisa menjadi pemakai zat adiktif yang membahayakan kesehatan. 

Cukainya Dinikmati, Tapi Industrinya Dibinasakan 

cukai dalam sebungkus rokok

Bila ada satu industri yang dijalankan oleh swasta tetapi pendapatan terbesarnya justru masuk ke kas negara itulah industri hasil tembakau. Perlahan tapi pasti industri ini menjadi sumber pendapatan negara, seperti BUMN saja, tanpa ada risiko kerugian. 

Komponen pajak dan cukai yang dipungut oleh pemerintah mencapai 78% dari harga jual rokok. Sisanya sebesar 22% dari harga rokok meliputi komponen bahan baku, penyimpanan, pengolahan produksi, iklan, distribusi, dan laba dari pabrik pembuat rokok. 

Tren peningkatan porsi pendapatan yang mengalir dari pemerintah kecenderungannya akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Hal ini diakibatkan oleh target pendapatan negara yang hanya mempertimbangkan target pendapatan. Kebijakan itu tidak mempertimbangkan kesanggupan bagi industri hasil tembakau dalam memberikan pendapatan bagi negara. Atas kebijakan ini yang terjadi malah banyak potensi pendapatan negara yang hilang karena diambil alih rokok ilegal. Justru pabrik-pabrik yang bergerak secara resmi dan jujur tertekan, bahkan sebagian kolaps. 

Di samping itu, penyejajaran hasil tembakau dengan narkotika dan psikotropika menjadi sinyal makin dipersulitnya ruang gerak industri hasil tembakau ke depannya. 

Para petani tembakau, petani cengkeh (bahan baku utama rokok kretek yang menyerap 96% produksi cengkeh nasional), serta buruh pabrik akan terkena imbas langsung. 

Hari-hari yang makin gelap akan segera datang bila nanti RUU Kesehatan disahkan menjadi Undang-Undang. 

Partai Boleh Tidak Peduli Nasib Kita, Kenapa Kita Harus Peduli Kepada Mereka?

Rapat Kerja yang dilakukan di Komisi IX DPR RI bersama dengan pemerintah telah memberi jalan mulus bagi RUU Kesehatan untuk dilanjutkan ke mekanisme pembentukan perundang-undangan yakni masuk ke tahap akhir: pengesahan. 

Tidak ada satu fraksi di DPR RI yang bersikap tegas membela atas nasib petani tembakau, cengkeh, dan pekerja pabrik rokok. Mereka diam saja dengan klausul penyejajaran hasil tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam RUU Kesehatan. 

Padahal, di tahun-tahun politik seperti sekarang, perwakilan dari partai-partai politik itu rajin berkunjung kepada petani tembakau, cengkeh, atau buruh pabrik rokok untuk menyatakan dukungan atas keberlangsungan industri hasil tembakau. 

Nyatanya, dukungan tersebut tidak ada yang terbukti. Hal ini dapat dilihat dari sikap masing-masing fraksi dalam menyikapi RUU Kesehatan. 

Jadi, apakah masih percaya dengan janji-janji politik yang partai berikan kepadamu? Saya sih tidak. Lebih baik tidak memilih dalam pemilu mendatang.