tembakau rajangan dan tembakau iris
PERTANIAN

Apa Perbedaan Tembakau Rajangan dan Tembakau Iris?

Tembakau rajangan dan tembakau iris. Dua istilah yang sering disebut dalam dunia pertembakauan. Apalagi bagi mereka yang terbiasa mengonsumsi rokok tingwe, dua istilah ini pasti pernah sekali dua kali terdengar. Tapi, kira-kira apa makna sesungguhnya dari kedua istilah tersebut?

Rajangan memiliki kata dasar rajang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) rajang diartikan sebagai mengiris kecil-kecil atau tipis-tipis. Dalam konteks tembakau, kata rajang bisa digantikan dengan kata iris dan tidak merubah maknanya. Daun tembakau yang dipotong kecil-kecil sama-sama bisa disebut sebagai tembakau rajangan juga tembakau iris. Kalau maknanya sama, lalu apa yang membedakan tembakau rajangan dengan tembakau iris?

Di tataran masyarakat atau petani tembakau, kedua istilah tersebut maknanya sama saja. Hanya persoalan lebih terbiasa pakai istilah yang mana. Mau disebut tembakau rajangan bisa, mau disebut tembakau iris juga sah-sah saja. Beda ceritanya di mata hukum. Kedua istilah tersebut memiliki makna yang sedikit berbeda.

Setelah membaca beberapa undang-undang dan peraturan menteri keuangan, saya tidak menemukan definisi yang jelas dari tembakau rajangan. Bisa saja saya terlewat atau memang benar-benar tidak dijelaskan. Namun, ada pasal yang menjelaskan tentang tembakau iris.

Menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.010/2018 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, tembakau iris yang kemudian disebut sebagai TIS adalah tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

penjual tembakau rajangan dan tembakau iris

TIS sendiri memiliki dua jenis. TIS yang dikenakan tarif cukai dan TIS yang tidak dikenakan tarif cukai. TIS yang sudah diolah dengan penambahan essen serta bahan baku tembakau lain hingga dikemas dikenakan tarif cukai yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

Ada pula TIS yang tidak dikenakan tarif cukai jika memenuhi beberapa persyaratan. TIS yang dibuat dari tembakau hasil tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan tidak dikenakan tarif cukai. Misalnya tembakau untuk tingwe yang dijual di pasar atau kios dengan kemasan seadanya dan tanpa branding.

Hal lain yang bisa diperhatikan adalah soal harga. TIS yang kena cukai punya harga jual eceran yang lebih tinggi dibandingkan dengan TIS yang tidak kena cukai. Tentu saja keduanya tetap bisa dijadikan sebagai bahan tingwe. Tinggal kembali ke selera masing-masing. Kalau mau rasa tembakau yang otentik, pilih TIS yang tidak kena cukai. Kalau mau rasa yang berbeda, bisa pilih TIS dengan cukai sebab sudah melewati proses pengolahan dengan penambahan rasa lain.

Kira-kira begitulah perbandingan antara tembakau rajangan dengan tembakau iris. Pada dasarnya kedua istilah tersebut maknanya sama. Perbedaannya tak lebih dari sekadar pemilihan bahasa saja. Namun, supaya tidak membingungkan, saya mencoba untuk menyederhanakan kedua istilah tersebut. Untuk tembakau TIS yang tidak kena cukai, sebut saja sebagai tembakau rajangan. Sedangkan untuk tembakau TIS yang kena cukai bisa disebut sebagai tembakau iris. Setidaknya definisi ini bisa dipakai untuk percakapan sehari-hari. Namun jika sudah bicara di ranah hukum, sebaiknya tetap gunakan undang-undang dan peraturan menteri keuangan sebagai pedoman.