blt industri hasil tembakau
OPINI

BLT Memang Hak, Bukan Kasih Sayang Pemerintah

Sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya pekerja Industri Hasil Tembakau (IHT) di Jawa Timur baru saja mendapatkan berkah dari penguasa (baca: pemerintah) berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada Agustus 2023.

Di Surabaya, total penerima BLT sebanyak 5.030. Mayoritas penerimanya adalah pekerja Sigaret Kretek Tangan (SKT). Setiap pekerja memperoleh sebesar Rp1,5 juta. Penyerahan tersebut disaksikan oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. 

Keseluruhan total BLT mencakup 9.259 orang dan persebarannya untuk 38 kabupaten/kota di Jatim. Sepintas BLT yang dilakukan pemerintah Jawa Timur adalah tindakan mulia. Mereka memberikan tali kasih atau bantuan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. 

Sayangnya, tindakan yang dilakukan pemerintah seakan-akan framing bahwa pemerintah lah yang menghadirkan bantuan tersebut sehingga para pekerja bisa menerimanya. Padahal, faktanya tidak demikian. 

BLT Merupakan Dana Bagi Hasil-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT)

Sebuah informasi saja, BLT merupakan bantuan yang berasal dari Dana Bagi Hasil-Cukai Hasil Tembakau. Peruntukannya memang kepada para pekerja industri hasil tembakau (IHT) yaitu buruh pabrik rokok dan buruh tani tembakau. 

Hal tersebut juga telah termaktub dalam landasan hukum dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 215 Tahun 2021. Dalam peraturan tersebut, pemanfaatan bidang kesejahteraan mencapai 50 persen. Pembagiannya, buruh pabrik rokok dan buruh tani tembakau mendapatkan 30 persen, sedangkan 20 persennya untuk pelatihan sumber daya manusia (SDM). 

Selain itu, DBH-CHT juga berfungsi untuk anggaran kesehatan sebesar 40 persen dan sosialisasi sebesar 10 persen. Setiap daerah mendapatkan nilai DBH-CHT yang berbeda-beda. Jika di Surabaya mendapatkan 1,5 juta per orang, di Batang memperoleh 1,2 juta per orang. 

Hal ini disebabkan ada beberapa daerah yang memiliki jumlah pabrik rokok lebih banyak daripada daerah lainnya. Selain itu, juga beberapa wilayah merupakan penghasil tembakau sehingga wajar mendapatkan nilai BLT lebih banyak. 

Jika kamu perhatikan dengan saksama, mayoritas wilayah yang menunaikan hajat untuk menyampaikan BLT, pasti disaksikan oleh pemimpin seperti bupati atau walikota. Berbeda dengan penyerahan anggaran kesehatan yang hanya disaksikan oleh kepala dinas setempat. 

Hal ini seakan mengisyaratkan bahwa citra untuk penyampaian BLT lebih penting daripada penyampaian anggaran-anggaran lainnya. Sejatinya ini yang perlu diketahui masyarakat bahwa bukan kasih sayang pemerintah kepada rakyatnya tentang BLT melainkan memang sewajarnya hak buruh tani tembakau dan pabrik rokok untuk mendapatkan BLT. 

Jangan Ambil Kesempatan dalam Kesempitan

Terkadang, pemerintah membagikan berbagai bantuan memang sudah ada landasan hukumnya. Namun, framing yang beredar bahwa bantuan tersebut cinta kasih pemerintah kepada rakyat. 

Pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat itu bukan welas asih melainkan kewajiban. Jangan sampai masyarakat tidak mengetahui hal tersebut. Jangan sampai pula kewajiban pemerintah tidak dilaksanakan. 

Sayangnya, masyarakat tidak mengetahui besaran DBH-CHT dan angka BLT sebelum muncul di media. Hal ini juga terkadang akses menuju situs web pemerintah yang semestinya terpampang di sana, acap kali terhambat. 

Padahal, pemerintah seharusnya memberikan akses tersebut. Toh DBH-CHT juga memberikan persentase 10 persen dalam bentuk sosialisasi. Sehingga, sosialisasi tidak hanya berbentuk offline melainkan juga online. 

DBH CHT adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan pemerintah. Tanpa anggaran tersebut, mustahil bagi pemerintah untuk membenahi kesejahteraan masyarakat. Selain itu, dari dana tersebut, tidak mungkin pula kesehatan masyarakat terkelola dengan bijak.