peredaran rokok ilegal
OPINI

Pasar Rokok Legal Tergusur Peredaran Rokok Ilegal

Penerimaan negara yang bersumber dari kepabeanan dan cukai sebesar Rp135,4 triliun pada semester I/2023. Angka tersebut terkontraksi 18,8%. Sebab, pada periode yang sama tahun sebelumnya dapat mencapai Rp166,8 triliun. Ada banyak faktor yang melingkupinya dan salah satu di antaranya adalah peredaran rokok ilegal yang semakin masif.

Menurut Kementerian Keuangan, faktor yang membuat turunnya penerimaan bea dan cukai adalah merosotnya produksi hasil tembakau, terutama sigaret kretek mesin (SKM) golongan 1 dan sigaret putih mesin (SPM) golongan 1. Hingga pertengahan tahun 2023, produksi hasil tembakau sebanyak 139,4 miliar batang. Jumlahnya turun 5,2% dari tahun lalu yang sebanyak 147 miliar batang.

Kenaikan harga yang terjadi di jenis rokok golongan 1 membuat konsumen beralih ke produk substitusi. Meskipun produksi rokok golongan II dan III mengalami kenaikan tetapi tidak mampu mengkonversi perolehan negara dari produksi rokok golongan I.

Kenyataan ini menambah daftar masalah akibat dari kenaikan tarif cukai hasil tembakau yang diterapkan pemerintah melalui Kementerian Keuangan.

Sebelumnya, sejumlah pabrik rokok mengalami penurunan penjualan secara drastis. Ambil contoh PT HM Sampoerna Tbk meskipun pendapatan bersih naik menjadi Rp83,4 triliun selama 2022 atau naik sebesar 15% dari tahun sebelumnya. Namun, lana bersih perusahaan selama 2022 justru turun. Hanya sebesar Rp 4,9 triliun, yakni turun 11,7%.

Cara Cepat Kaya Raya dengan Bisnis Rokok Ilegal

bisnis rokok ilegal

Penurunan pendapatan negara serta anjloknya laba dari pabrik rokok ini menjadi indikasi kacaunya tata kelola industri hasil tembakau. Penyebabnya, kenaikan tarif cukai hasil tembakau yang ditetapkan pemerintah, yang terjadi setiap tahun tanpa diikuti oleh daya beli konsumen. Bahkan krisis ekonomi pascapandemi pun tidak menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam mengambil keputusan kenaikan tarif cukai.

Sehingga yang terjadi, harga rokok yang sangat tinggi karena komponen cukai dan pajak. Angkanya mencapai 76,3% sampai 83,6% dari setiap batang rokok, tergantung golongannya. Sisanya, 16,4% sampai 23,7% untuk pabrik membayar bahan baku, tenaga kerja dan overhead serta corporate social responsibility (CSR), serta laba perusahaan.

Peluang ini yang dimanfaatkan oleh orang-orang untuk berbuat curang, memproduksi rokok ilegal dan mengedarkan. Konsumen sudah tidak sanggup membeli rokok ilegal karena harga tinggi. Mereka butuh produk substitusi. Yang murah dan bisa tetap ngebul.

Apalagi sangat mudah untuk memproduksi rokok, pengetahuan meracik dan membuat saos sehingga rasanya enak umum diketahui. Hanya saja untuk memproduksi rokok ilegal emang butuh nyali dan keberanian untuk berkompromi dengan “orang dalam” di Bea Cukai, sepeti Andhi Pramono yang viral belakangan ini karena hartanya melimpah sebab salah satunya ‘bermain’ dengan produsen rokok ilegal.

Pada 2021 Indodata merilis hasil kajian yang menyatakan peredaran rokok ilegal mencapai 26,30%, sebanding dengan Rp53,18 triliun potensi besaran pendapatan negara yang hilang akibat peredaran rokok ilegal.

Data itu disampaikan oleh Henry Najoan selaku Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI).

“Bahwa selama tiga tahun berturut-turut, tarif cukai dikatrol sangat eksesif yang menyebabkan rokok ilegal sangat marak. Kelihatan sekali terjadi pembiaran atas praktik mafia produsen rokok ilegal yang sangat merugikan rokok legal,” imbuhnya.