gerus rokok legal
OPINI

Gerus Rokok Legal Hingga 30%, Rokok Ilegal Berjaya

Selain fenomena dugaan puntung rokok yang konon menyebabkan kebakaran rumah, hutan, dan sebagainya, rokok ilegal masih menjadi perbincangan hangat di kalangan media. Penyebabnya, keberadaan rokok ilegal yang semakin menggerus rokok legal. Bahkan, ancamannya mencapai 30%. Luar biasa. 

Salah satu yang mengeluhkan keberadaan rokok tidak legal adalah Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Willem Petrus Riwu. Beliau mengatakan bahwa peredaran rokok ilegal sudah sangat kritis. Tak ada yang mampu membendung peredarannya, termasuk pemerintah. 

Willem mengatakan bahwa hal tersebut terjadi karena efek domino dari tingginya kenaikan harga cukai rokok. Menurutnya pula, kebijakan pemerintah terkait cukai rokok sama sekali tidak rasional.

Lalu, apa yang membuat peredaran rokok ilegal dari hari ke hari semakin masif?

Pengawasan Bea Cukai yang Lemah

rokok ilegal

Tujuan dari kenaikan cukai rokok, salah satunya adalah pengendalian konsumsi rokok. Namun, melihat penyebaran rokok ilegal yang semakin masif dan bahkan mengancam produksi rokok legal, justru konsumsi semakin tinggi. Padahal, jika menilik peraturan dari pemerintah tentang produksi dan penyebaran rokok ilegal, semestinya para produsen itu bertobat. Sayangnya tidak. 

Perokok itu cerdas. Rata-rata mereka telah bersiap bagaimana caranya menghadapi pressure dari pemerintah. Bukannya berhenti, mereka justru melawan. Masalahnya, mereka melawan dengan mengonsumsi rokok ilegal. Sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan perokok. 

Lalu, pihak berwenang yang semestinya bertanggungjawab terhadap hal ini adalah bea cukai. Memang, pihak bea cukai telah mendominasi pemberitaan media dengan operasi gempur rokok ilegal. Sayangnya, operasi hanya sekadar operasi. Tidak pernah atau tidak mampu (?) menyasar ke produsen rokok tidak legal. 

Kebanyakan dari mereka hanya mampu menindak orang-orang yang berada di lapisan bawah, seperti pedagang asongan atau memiliki warung kelontong yang kebetulan menjual rokok tidak legal. 

Namun, penindakan tersebut yang justru menjadi hal luar biasa. Padahal sebenarnya tidak. Hal ini membuktikan bahwa pengawasan bea cukai lemah, tidak menyeluruh, dan sekadar tebang pilih.

GAPPRI, melalui Willem Petrus Riwu, sebenarnya sudah berulang kali memberikan surat teguran kepada Menteri Keuangan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Akan tetapi, belum ada respons serius dari mereka. 

Padahal, jika melihat penerimaan negara melalui cukai hingga Juli 2023 telah menunjukkan penurunan. Apabila pada semester I 2022 bisa mencapai Rp120,6 Triliun, kini pada semester I 2023 hanya mampu mencapai Rp105,9 Triliun. 

Seharusnya, apabila pemerintah telah mengetahui fakta seperti di atas maka pemerintah perlu melakukan pembenahan terkait cukai rokok. Ingat, dari total penerimaan cukai untuk negara, sumbangsih terbesar berasal dari cukai rokok sebesar 95%.

Bea dan Cukai Harus Berbenah

Bea cukai harus melakukan pembenahan secara menyeluruh. Hasil penindakan dari operasi gempur rokok ilegal dari tahun ke tahun memang semakin meningkat. Masalah, produksi rokok ilegal juga meningkat. Jadi, sama saja tidak ada penindakan maksimal dari bea cukai. 

Sudah penindakan tidak berjalan optimal, eh, masih ada oknum-oknum yang mengatur hingga mengelola peredaran rokok ilegal. Oknum inilah yang sejatinya menggerus penerimaan negara, bukan kesalahan konsumen karena tidak mengonsumsi rokok legal. 

Konsumen akan membeli rokok sesuai dengan kemampuan finansialnya. Ketika ada pasar yang menjanjikan harganya, tidak bisa dimungkiri bahwa mereka akan berpindah. Andai bea cukai lebih tegas dalam menindak, maka operasinya harus dimulai dari hulu. 

Kecuali memang oknum bea cukai masih butuh setoran dari produsen rokok ilegal, yawes operasi akan berjalan di tempat.