impor tembakau
OPINI

Impor Tembakau: Kebijakan Pemerintah yang Anti Petani Tembakau Lokal

Impor tembakau merupakan salah satu cara negara untuk tetap mempertahankan kebutuhan produksi dalam negeri. Namun, tahukah kamu bahwa dalam lima tahun terakhir impor tembakau selalu meningkat? Untuk tahun 2022 saja, volume impor tembakau ke Indonesia  mencapai 164,65 juta ton dengan nilai US$827,6 juta. Angka tersebut menjadi yang terbesar dalam lima tahun terakhir.

Yang lebih mencengangkan adalah kebutuhan impor untuk produk yang satu ini lebih dari 50%. Dengan persentase tersebut, sama saja negara sedang berupaya pelan-pelan untuk menghancurkan industri hasil tembakau. Parahnya, hal tersebut tampak dibiarkan begitu saja. 

Lalu, sebenarnya ke mana arah jalan dari Industri Hasil Tembakau apabila negara membiarkan impor tembakau?

Kebutuhan Impor Tembakau yang Perlu Ditinjau Ulang

Apabila mengacu data dari Kementerian Keuangan (2021), rata-rata pabrikan membutuhkan tembakau sebanyak 315.000 ton. Untuk tembakau lokal mampu memenuhi kebutuhan pabrik hingga 206.800 ton. Artinya, kebutuhan tembakau lokal mencapai 66%. Sisanya baru tembakau impor. 

Problematika terkait impor tembakau memang panjang. Sebab, tembakau adalah tanaman musiman. Tanaman yang bergantung pada musim. Apabila terjadi musim hujan yang berkepanjangan membuat hasilnya menjadi buruk. Begitu pula apabila terjadi musim kemarau berkepanjangan. 

ladang tembakau tambeng

Rentang musim memang menjadi salah satu faktor tumbuh kembangnya tembakau. Namun, kamu harus tahu bahwa kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) yang eksesif juga memberikan dampak buruk bagi petani tembakau. Adanya kenaikan CHT dengan angka yang tidak masuk akal membuat serapan tembakau ke pabrik jadi berkurang. 

Pabrik tentu harus berpikir ulang. Mereka akan melakukan efisiensi terhadap karyawan atau mengurangi pengambilan tembakau. Masalahnya, di situlah celah hadir. Pengambilan kebijakan impor tembakau dengan harga terjangkau. Ini menjadi berbahaya bagi tembakau lokal. 

Dalih berupa alasan yang menyebutkan bahwa kebutuhan tembakau impor lebih urgent patut mendapatkan pertanyaan. Benarkah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri? Atau jangan-jangan hanya ingin meraih cuan dari nilai impor yang cukup menggiurkan? 

Selamatkan Petani Tembakau Lokal

Jika Indonesia menganggap bahwa penerimaan negara dari cukai hasil tembakau bermanfaat, semestinya harus melindungi petani tembakau lokal. Kamu harus tahu bahwa dari tahun ke tahun, setidaknya lima tahun terakhir, penerimaan CHT selalu melampaui target. 

Artinya, mulai dari hulu hingga hilir, pekerja dari Industri Hasil Tembakau (IHT) sangat bermanfaat untuk kehidupan negara. Ingat, bukan impor yang menjadikan negara subur. Melainkan lokal yang mampu menghadirkan kesuburan (baca: cuan) bagi negara. 

Masalahnya, Indonesia jarang serius untuk memperhatikan petani tembakau lokal. Dalam beberapa tahun terakhir saja, terjadi korupsi dalam Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Dana yang semestinya untuk memberikan angin segar kepada petani tembakau, malah untuk bancakan

petani tembakau sedang panen

Jika sudah begini, lalu petani tembakau lokal harus mengadu kepada siapa? 

Beberapa hari yang lalu, salah seorang capres datang ke pabrik rokok dan mencoba melinting tembakau. Capres tersebut berjanji untuk mengangkat harkat dan martabat pekerja IHT. Selain itu, ia akan, dengan sekuat tenaga, melindungi petani tembakau lokal dengan cara apa pun.

Salah satu caranya, dengan mengkaji ulang impor tembakau. Sebab, baginya justru petani tembakau lokal yang menjadi garda terdepan, bukan negara lain. Namun, seperti yang telah berlalu, janji hanya sekadar janji. 

Kamu barangkali masih ingat bahwa presiden sekarang pernah mengobral janji untuk melindungi petani tembakau. Nyatanya, kamu tahu sendiri, kan? Janji yang hanya sekadar janji.