kota sehat tembakau
OPINI

Meski Kota Sehat, Kota Banjar Tetap Menanam Tembakau

Meskipun mendapatkan predikat Kota Sehat, Pemerintah Kota Banjar justru menginginkan perluasan lahan tembakau sebanyak 60%.

Pemerintah Kota Banjar baru saja mendapatkan anugerah penghargaan berupa Kota Sehat. Bagi pemerintah pusat, Pemerintah Kota Banjar sukses menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Namun begitu, ada yang unik dari berbagai program dari Pemerintah Kota Banjar. Apa itu?

Salah satunya ialah program mendukung kemajuan dan peningkatan hasil produksi pengolahan tembakau atau rokok di Kota Banjar. Ini menjadi paradoks bagi dunia kesehatan sekaligus pertanian dan ekonomi. Kok bisa ada di samping ingin memajukan kesehatan, pemerintahnya juga menghimbau masyarakat menanam tembakau?

Pajak Rokok dan Lapangan Kerja

Dua alasan yang membuat pemerintah tetap ingin meningkatkan hasil produksi tembakau adalah pajak rokok dan lapangan kerja. Walikota Banjar, Hj. Ade Uu Sukaesih menuturkan bahwa pajak dan cukai rokok menjadi pendapatan asli daerah (PAD) terbesar daripada lainnya. 

Maka dari itu, tidak heran apabila Walikota menginginkan ada pengembangan untuk lahan tembakau sebanyak 60%. Persentase ini cukup banyak daripada komoditas pertanian lainnya. Artinya, Pemerintah Kota Banjar, yang mendapat predikat Kota Sehat, memberikan perhatian sangat serius untuk industri hasil tembakau

Paradoks Kesehatan dan Industri Tembakau

Berkaca dari fakta di atas, hal tersebut menimbulkan tanda tanya. Benarkah isu kesehatan dapat berdampingan dengan industri hasil tembakau? Jika melihat kondisi Pemerintah Kota Banjar, jawabannya tentu saja bisa. 

Buktinya, ada harapan bahwa akan terjadi peningkatan pendapatan asli daerah dari tembakau. Hal yang cukup mengejutkan adalah Pemerintah Kota Banjar hendak memperluas atau membangun lahan baru tembakau. Ini tidak biasa.

Lalu, bagaimana predikat Kota Sehat yang melekat pada Pemerintah Kota Banjar? Walikota Hj. Ade UU Sukaesih menegaskan bahwa perokok tidak boleh merokok di dekat orang yang tidak merokok.

Jawaban di atas sebenarnya menunjukkan bahwa Walikota Kota Banjar memahami etika perokok. Beliau memahami bahwa ada batasan dan hak setiap masing-masing individu. 

Asal kamu tahu, etika perokok santun ada tujuh, yaitu:

  • Tidak merokok di dekat ibu hamil dan anak-anak; 
  • Tidak merokok saat berkendara;
  • Buang puntung rokok pada tempatnya;
  • Tidak merokok di tempat yang tidak diperbolehkan (rumah sakit, sekolah);
  • Tidak memberi rokok kepada seseorang di bawah usia 18 tahun;
  • Merokok di ruang merokok;
  • Menghargai orang yang tidak merokok.

Ketika mengacu etika di atas sebenarnya tidak ada yang keliru bila industri hasil tembakau berdampingan dengan sektor kesehatan. Ingat, pajak rokok juga berfungsi untuk pelayanan kesehatan. Bahkan, angkanya menyentuh 50%. 

Oleh karena itu, sebenarnya, sudah biasa ketika industri hasil tembakau berdampingan dengan sektor kesehatan. Bagi yang menyuarakan penolakan, barangkali ia belum memahami secara utuh pengertian pajak rokok. 

Contohlah Kota Banjar yang meskipun mendapat predikat Kota Sehat, tetap menanam tembakau.