petani tembakau tolak rpp kesehatan
OPINI

Petani Tembakau Siap Turun Jalan demi Tolak RPP Kesehatan

Petani tembakau siap turun ke jalan demi tolak RPP Kesehatan. RPP yang akan memberangus hak hidup masyarakat dan petani tembakau.

Keberadaan pasal-pasal tentang tembakau yang ada di RPP Kesehatan menimbulkan kekhawatiran bagi para pelaku usaha di sektor pertembakauan dan industri yang terkait dengan hasil tembakau.

Muatan pasal-pasal di RPP Kesehatan tidak hanya menyangkut aspek kesehatan, melainkan juga coba mengatur tembakau di sektor industri.

Kemasan 20 Batang per Bungkus

Bias kepentingan dalam muatan RPP Kesehatan tentang tembakau menimbulkan bias. Di antaranya kewajiban rokok harus dijual 20 batang per bungkus dan larangan menjual rokok secara batangan.

Klausul ini berdampak pada perubahan pengepakan yang terjadi di pabrikan. Perubahan itu memakan biaya tinggi karena pihak pabrikan harus mengganti infrastuktur pengepakan.

Di samping itu, menimbulkan harga jual yang tinggi yang membuat konsumen makin keberatan dengan harga rokok sejumlah 20 batang. Dengan kenaikan tarif cukai yang berlangsung setiap tahun harga rokok telah melambung tinggi dan tidak terjangkau oleh konsumen.

Kenaikan harga ini membuat rokok-rokok legal akan makin sulit bersaing di pasaran. Penyebabnya adalah keberadaan rokok ilegal yang kian ugal-ugalan.

Kondisi tersebut berpengaruh terhadap keberlangsungan industri hasil tembakau secara menyeluruh. Termasuk memberikan dampak kepada petani tembakau dan cengkeh di hulu industri ini.

Petani Tembakau Tolak RPP Kesehatan

Komunitas petani tembakau menolak aturan tentang tembakau dalam RPP Kesehatan. Penyebabnya, banyak muatannya yang justru tidak berpihak kepada petani dan memberikan pengaruh terhadap keberlangsungan nasib mereka ke depannya.

“RPP Kesehatan hanya melihat masalah tembakau dan produk turunannya sebagai masalah kesehatan semata, dan tidak memandang dampaknya dari sudut pandang ekonomi, perdagangan dan sosial. Kementerian Kesehatan mempertaruhkan masa depan jutaan petani, serta ekonomi Indonesia tanpa ada kebijakan dan rencana yang jelas,” kata Sahminudin, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Provinsi Nusa Tenggara Barat, seperti dikutip JPPN.

Sahminudin menjelaskan bahwa keberadaan RPP Kesehatan yang memuat aturan tentang pertembakuan terkesan dipaksakan. Bahkan, mengesampingkan dampak bagi tenaga kerja yang ada di ekosistem pertembakauan.

Petani dari NTB ini sejak puluhan tahun terakhir berupaya mengembangkan tembakau jenis virginia yang kebutuhannya banyak didatangkan dari luar negeri. Belakangan, usaha mereka berhasil mengurangi ketergantungan terhadap impor tembakau jenis virginia.

Penolakan atas keberlanjutan RPP Kesehatan yang memuat pasal-pasal tembakau akan tetap dilakukan oleh komunitas petani. Termasuk bila pilihan akhirnya nanti harus turun ke jalan.

“Apabila pemerintah tetap melanjutkan RRP Kesehatan, sekitar 2,3 juta petani tembakau akan kehilangan sumber penghidupan yang layak. Diversifikasi atau pengalihan tanaman tembakau akan memicu peningkatan impor tembakau yang akan melemahkan daya saing pertanian tembakau rakyat,” katanya.