rokok ilegal
OPINI

Rokok Ilegal Merugikan Bangsa dan Negara

Dari tahun 2014 hingga 2020, terjadi tren penurunan rokok ilegal. Jika pada 2014 persentasenya sempat menyentuh angka 12 persen, pada 2020 menjadi 4,9 persen. Sepertinya persentase tersebut terlihat baik-baik saja. Sayangnya, pada 2022, persentase bukannya menurun, malah meningkat. 

Apa yang terjadi dengan kenaikan rokok ilegal?

Rokok Ilegal Meningkat, Negara Rugi

Kenaikan cukai rokok dari tahun 2014 hingga kini telah mendesak perokok untuk berpikir kreatif. Perokok akan mencari cara alternatif supaya mereka bisa merokok. 

Alternatif pertama, ialah tingwe (linting dewe). Kini, sudah menjamur di berbagai wilayah di Indonesia toko tembakau. Toko yang menyediakan segala jenis tembakau. Konsumen akan memilih dan membeli tembakau kemudian meraciknya sendiri.

Alternatif kedua, dan ini yang bikin roadmap negara tentang pertembakauan gagal ialah beralih ke rokok ilegal. Sekarang, kamu bisa menemukan rokok ilegal dengan mudah. 

Rokok tersebut tidak lagi bersembunyi. Tidak lagi harus berpindah ke sana dan ke sini. Melainkan tersedia di toko kelontong. Sinyal bahaya untuk negara. 

Mengapa begitu?

Ada kenaikan pembasmian rokok tidak legal pada 2022. Ketika membandingkannya dengan 2019, tentu saja angkanya sangat jauh. Jika pada 2019 hanya berkisar 6.300 penindakan, pada 2022 menjadi 19.399 penindakan.

Angka yang meningkat sebanyak tiga kali lipat. Angka yang membikin negara perlahan boncos akibat ulahnya sendiri. 

Taksiran dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), kerugian negara akibat rokok tidak legal mencapai Rp584 miliar. Angka yang cukup besar mengingat pada tahun-tahun sebelumnya tidak mencapai tiga digit. 

Ketika melihat angka yang wow, siapa yang pantas dimintai pertanggungjawaban? 

Negara yang Rugi, Negara yang Bertanggung Jawab

Negara menjadi pihak pertama yang pantas mengemban tanggung jawab terkait peredaran rokok tidak legal. Sebab, dari kebijakan negara lah, rokok tersebut dapat bertumbuh secara subur. 

Banyak ahli, seperti Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) UB, mengungkapkan bahwa penyebab kenaikan rokok ilegal adalah kenaikan cukai rokok. Sebab, ini justru akan mendorong pemerintah beralih ke rokok yang lebih terjangkau.

Masalahnya, rokok yang mereka pilih adalah rokok tidak legal. Dengan jumlah 20 batang untuk sebungkus, mereka cukup merogoh kocek tidak sampai 15 ribu rupiah. Tawaran yang menggiurkan dan bikin negara boncos.

Pihak kedua yang perlu mengemban tanggung jawab atas kenaikan rokok tidak legal adalah bea cukai. Kok malah bea cukai? Bukannya mereka yang berkewajiban memberantas peredaran rokok tersebut?

Ya, mereka tidak serius untuk memberantasnya. Bahkan, meskipun telah memakai data intelijen untuk memberangusnya, tetap saja celah itu masih ada. 

Sebenarnya jika mau melihatnya secara utuh, sasaran bea cukai keliru. Sebab, sasarannya justru ke konsumen, bukan ke pengedar apalagi produsen. Akhirnya, operasi gempur rokok ilegal hanyalah operasi bodong.

Jika operasi bodong tentang rokok ilegal terus dilakukan, bukan tidak mungkin peredaran rokok tersebut akan semakin meningkat. Akhirnya, lambat laun negara boncos akibat ulah para pegawainya yang tidak becus menangani pemberantasan rokok ilegal.