pendapatan cukai rokok
CUKAI

Pendapatan Cukai Rokok di Jatim Menurun Rp400 M, Salah Siapa?

Entah siapa yang keliru ketika pendapatan cukai rokok dari berbagai daerah mulai menurun. Salah satu daerah yang mengalami penurunan pada 2023 adalah Jawa Timur. Negara hanya mampu menyetor Jawa Timur sebesar Rp2,7 Triliun. Ini berkurang setidaknya Rp400 Miliar dari tahun sebelumnya. 

Mengapa hal tersebut bisa terjadi? 

Ada banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut dapat terjadi. Salah satunya adalah mengguritanya rokok ilegal di berbagai kesempatan. Beberapa daerah di Jawa Timur seperti di Pasuruan dan Madura adalah wilayah yang banyak terdapat rokok ilegal. Inilah yang kemudian menyebabkan setoran negara via cukai rokok kepada Jawa Timur menurun. 

Rokok Ilegal Bikin Setoran Menurun?

Lagi-lagi rokok ilegal. Sudah kesekian kalinya disebutkan bahwa rokok ilegal yang bikin banyak dunia Industri Hasil Tembakau (IHT) merosot. Namun, operasi gempur rokok ilegal terus berlanjut. 

Memang betul bahwa operasi gempur rokok ilegal mampu memusnahkan jutaan batang rokok ilegal. Bahkan, klaimnya, operasi tersebut mampu mencegah kerugian negara. Namun, pertanyaannya, mengapa operasinya semakin hari justru bertumbuh semakin besar?

Apakah jangan-jangan produksi rokok ilegal dibiarkan? Atau jangan-jangan ada yang melindunginya seperti kasus di Banda Aceh?

Satu hal yang perlu Anda tahu bahwa di Banda Aceh, terdapat oknum yang tidak hanya melindungi melainkan juga memasok rokok ilegal. Tidak hanya di pasar-pasar melainkan ke warung kelontong. Kalo sudah begini, menjadi wajar, kan, apabila penerimaan cukai rokok menurun?

Dampak Negatif ke DBHCHT

Hal yang cukup mengerikan dari kehadiran rokok ilegal adalah penerimaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT). Sebab, jika penerimaan cukai rokok menurun, secara otomatis DBHCHT kepada daerah juga ikut menurun. Contohnya, seperti yang telah diungkapkan di atas, yaitu pendapatan DBHCHT menurun Rp400 Miliar. 

Padahal, Jawa Timur merupakan pemasok tertinggi untuk cukai hasil tembakau. Ketika menurun, otomatis pula dana untuk kesejahteraan masyarakat menurun. Begitu pula dengan pelayanan kesehatan yang persentasenya sebesar 40%. Dan, lebih miris lagi, penegakan hukum akan berkurang pula. 

Jika dana kesejahteraan masyarakat berkurang, fasilitas pelayanan kesehatan menurun, serta penegakan hukum merosot, apakah yang disalahkan adalah perokok? Semestinya bukan, dong. 

Yang bersalah dari semua ini tentu saja negara. Apabila negara lebih adil dalam menentukan kebijakan cukai rokok, tidak mungkin pendapatan daerah akan menurun.