rokok dan vape
OPINI

Aturan Rokok Konvensional Harus Lepas dari RPP Kesehatan

Sektor kesehatan telah mendapatkan “kado bahagia” dari pemerintah pada akhir tahun 2023. Pasalnya, RUU Kesehatan telah resmi menjadi UU Kesehatan 17/2023. Namun, mereka tetap tidak mau berpuas diri. Kini, mereka berupaya mendorong pemerintah untuk mensahkan RPP Kesehatan. 

Jika kamu telah melihat draf dari RPP Kesehatan, tidak ada perbedaan yang jauh antara PP 109/2012 dan UU Kesehatan No 17/2023. Semuanya berkaitan dengan kontrol terhadap produk hasil tembakau. Lalu, muncul pertanyaan penting. Mengapa kelompok antirokok ingin segera mensahkan RPP Kesehatan?

Kecaman GAPPRI terhadap RPP Kesehatan

Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan mengatakan bahwa semestinya pasal-pasal yang berkaitan dengan IHT diatur sendiri. Hal ini disebabkan ekosistem yang berbeda antara IHT dan sektor kesehatan. 

Selain itu, ada banyak pasal IHT yang tidak bersinggungan langsung dengan sektor kesehatan. Mulai dari pembatasan kandungan tar dan nikotin, pelarangan jual eceran, jumlah kemasan, pelarangan iklan, gambar peringatan kesehatan, pelarangan bahan tambahan hingga pemajangan produk tembakau. 

Apalagi, menurutnya, dalam Pasal 152 Ayat (1) dan (2) dalam UU Kesehatan No 17/2023 mengatakan bahwa produk tembakau diatur dengan Peraturan Pemerintah. Begitu pula dengan rokok elektrik. Maka, seharusnya ada pengaturan yang berdiri sendiri baik itu rokok konvensional maupun rokok elektrik. 

Sayangnya, sektor kesehatan berupaya untuk melakukan cara apa pun untuk mengerdilkan produk hasil tembakau. Terbaru, dalam draf RPP Kesehatan, mereka memasukkan pelarangan bahan tambahan dan pelarangan jual eceran.

Untuk pelarangan bahan tambahan selain tembakau, tentu saja, mendapat banyak kecaman dari penggiat kretek. Sebab, bahan tambahan bisa menimbulkan multitafsir. Apakah yang dimaksud bahan tambahan adalah cengkeh? Atau yang lain? 

Jika bahan tambahan mengarah ke cengkeh, sama saja RPP Kesehatan ingin membumihanguskan kretek. Sebab, kretek adalah tembakau dan cengkeh. Kemudian, ada saus dan rempah-rempah lainnya. Jika tanpa tembakau, itu hanya rokok saja. Dan, produk yang hanya menggunakan tembakau, sering kita sebut sebagai rokok putihan. 

Kemudian, pelarangan penjualan eceran. Alasannya karena anak-anak mudah mengaksesnya. Semestinya bukan produknya yang dibatasi, melainkan edukasi dari pemerintah kepada pedagang maupun keluarga. 

Jika pemerintah memang berniat memasukkan pelarangan penjualan eceran, akan ada ribuan pedagang asongan yang kehilangan hajat hidupnya. 

Sudah Terlalu Banyak Aturan dari Sektor Kesehatan untuk Produk Hasil Tembakau 

Produk legal yang satu ini entah kenapa selalu dipandang negatif oleh masyarakat. Pemerintah harus mengontrol rokok dengan sangat ketat. Terbukti, hingga hari ini, terdapat 446 regulasi yang mengatur IHT. 

400 (89,68%) adalah kontrol, 41 (9,19%) tentang cukai hasil tembakau, dan 5 (1,12%) tentang isu kesejahteraan. Negara mengeruk keuntungan berlebih dari cukai rokok, tapi berkaitan isu kesejahteraan justru minim. Bisa kamu bayangkan, bukan? 

Oleh karena itu, semestinya tidak perlu ada penambahan atau bahkan perubahan aturan baru. Jika pemerintah masih memaksa untuk mensahkan aturan RPP Kesehatan, bukan tidak mungkin potensi terbunuhnya Industri Hasil Tembakau