Kemarin siang, teman saya bertanya kepada saya. Mengapa rokok selalu menjadi masalah bagi publik? Saya bilang bahwa mulai dari produk, aktivitas, hingga dampak rokok akan selalu menjadi masalah. Bahkan, yang terbaru, melinting rokok pun bisa menjadi masalah baru.
Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh para pengajar di salah satu universitas swasta di Indonesia, melinting rokok bisa mengakibatkan carpal tunnel syndrome (CTS). Duh, saya yang membacanya agak bingung. Bagaimana mungkin melinting rokok bisa memberikan dampak yang bernama CTS? Apakah sebegitu mengerikannya sehingga membuat produk, yang berulangkali menyokong penerimaan negara, bisa mengakibatkan saraf menjadi rusak?
Memang, rokok merupakan produk yang akan selalu menjadi masalah bagi publik. Apa pun itu. Bahkan, meskipun fakta yang terjadi adalah rokok membantu penerimaan negara, tetap sulit rasanya publik menerima fakta tersebut.
Melinting Rokok Bikin Risiko Saraf Rusak?
Kata para penulis itu, aktivitas yang dilakukan selama delapan jam tanpa henti, dan dengan gerakan berulang mengakibatkan penekanan pada saraf median. Akhirnya, tekanan yang berlebih itu membuat terjadinya risiko kerusakan pada saraf.
Barangkali, para penulis itu belum mengamati secara langsung ke pabrik-pabrik rokok. Barangkali juga, tulisan itu hanya mencari keselarasan, “Apa pekerjaan yang dilakukan dengan gerakan tangan berulang-ulang?” Maka, jawabannya mengarah pada satu aktivitas: melinting rokok.
Jika mereka berkunjung langsung ke pabrik rokok, cobalah datang ke pabrik rokok dengan jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT). Hampir 80% para pekerjanya adalah perempuan. Yang menarik, sebagian besar perempuan tersebut adalah lanjut usia.
Dua kata, yaitu telaten dan terampil menjadi alasan mengapa banyak perempuan yang melakukan aktivitas tersebut. Pertanyaannya, jika mereka yang melinting rokok terkena risiko CTS, mengapa pabrik rokok masih mempekerjakan perempuan lanjut usia?
Kenapa Harus Melinting Rokok?
Sebenarnya, saya ingin tahu mengapa mereka memberikan contohnya, yaitu melinting rokok. Namun, tampaknya akan sia-sia. Sebab, bagaimanapun rokok adalah barang yang sangat mudah disudutkan oleh publik. Apalagi, aktivitas yang dimaksud oleh penulis kebetulan memang selaras. Berulang-ulang.
Akan tetapi, tidak mungkin para buruh melakukannya tanpa istirahat. Tentu sebagai pabrik yang baik akan memberikan istirahat yang cukup. Entah itu mengisi perut dengan makanan atau minuman bahkan jeda sejenak tanpa melakukan apa-apa.
Kalo boleh melihat secara parsial, ada banyak gerakan, tanpa menyebutkan melinting rokok, yang bisa menyebabkan CTS. Sebagai contoh penulis yang harus mengetikkan ribuan kata dengan rapi. Itu belum termasuk salah ketik dan sebagainya.
Bahkan, penulis tidak hanya terkena saraf pada bagian tangan melainkan duduk pun mereka juga akan terkena penyakit. Apalagi duduk tanpa melakukan gerakan lainnya. Sudah pasti penyakit akan muncul.
Sayangnya, sering kali kita tidak bisa adil dalam melihat sebuah aktivitas. Berpikir untuk berat sebelah. Meskipun itu hanya sekadar risiko, namun inilah rokok. Produk yang akan dikebiri meskipun selalu menepati janji dalam memberikan cuan untuk negeri.